Penyedap Rasa dalam Pandangan Islam

0
723

PERCIKANIMAN.ID – Penggunaan vetsin atau mono sodium glutamat (MSG) dalam makanan kini sudah menjadi hal yang lumrah. Hampir sekitar 50 persen makanan olahan baik dalam kemasan maupun sajian lainnya kerap menggunakan vetsin sebagai penguat dan penambah rasa supaya lebih lezat. MSG sangat mudah ditemukan para produk-produk kegemaran masyarakat semisal mi instan atau makanan ringan. Alhasil, sebagian masyarakat ada yang sudah “ketergantungan” pada zat yang satu ini. Kata mereka, rasanya kurang berselera bila santapannya tidak mengandung zat kimia ini.

Namun ada pula sebagian orang yang menghindari vetsin karena takut akan ancaman dan efek sampingnya. Bukan rahasia lagi jika semua zat yang berbahan kimia dan tidak alami selalu mengandung ancaman terhadap kesehatan tubuh, terutama bila penggunaannya berlebihan dan untuk jangka waktu lama.

Lalu, bagaimana sebenarnya “status” penyedap rasa ini menurut pandangan Islam? Apakah penggunaan bahan tambahan pangan ini dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi, sehingga memenuhi syarat halallan thoyyiban?

Menurut pejelasan pakar teknologi pangan dan gizi yang juga aktivis produk halal Ir Anton Apriantono, untuk membedah status keamanan dan kehalalan MSG, kita perlu menelusuri terlebih dahulu apa dan bagaimana vetsin ini dibuat.

Seperti yang dipaparkan dalam laman pusathalal.com, Anton menjelaskan, vetsin seperti MSG dan sejenisnya dibuat dengan cara fermentasi yaitu dengan memanfaatkan mikroorganisme yang mengubah bahan baku (substrat) menjadi asam glutamat. Asam glutamat ini kemudian diubah menjadi MSG dengan cara kimia.

Mula-mula, mikroorganisme (disebut juga dengan starter) yang khusus dapat menghasilkan asam glutamat diaktifkan terlebih dulu (disegarkan) dengan cara ditumbuhkan dalam suatu media (tempat tumbuh bakteri yang berisi makanan bakteri). Tujuannya, agar si bakteri ini dapat tumbuh dengan normal di mana sebelumnya dia berada dalam kondisi tak normal, dalam bentuk kering misalnya, sehingga perlu pengkondisian dulu agar tumbuh normal. Setelah itu, si bakteri diperbanyak secara bertahap. Lagi-lagi, si bakteri ditumbuhkan dalam media yang sesuai di mana perbanyakan dimulai dari kapasitas perbanyakan rendah sampai tinggi.

Setelah itu, si bakteri siap untuk memproduksi asam glutamat dengan menggunakan media yang mengandung bahan kaya gula (sebagai substrat). Bahan kaya gula yang digunakan sebagai substrat dalam pembuatan MSG ini biasanya adalah campuran molases (hasil samping industri gula) dan hasil hidrolisis pati (seperti pati jagung) dengan menggunakan enzim.

Titik kritis
Anton menegaskan, yang menjadi titik kritis kehalalan MSG adalah media yang digunakan dalam pembuatannya, tidak selalu menggunakan bahan yang halal. Jika media yang digunakan mengandung bahan yang tidak halal, maka MSG yang dihasilkan pun menjadi tidak halal pula.

Hal ini pula yang pernah terjadi dengan salah satu MSG merek terkemuka di Indonesia pada tahun 2000. Selama 3 bulan, merek MSG terkenal tersebut menggunakan Bactosoytone pada media yang digunakan pada tahap penyegaran bakteri. Setelah diperiksa MUI, bahan baku pembuatan Bactosoytone adalah kacang kedele yang dihidrolisa dengan menggunakan enzim di mana enzim yang digunakan salah satunya adalah enzim yang berasal dari babi.

“Akibatnya, si enzim tersebut ada di Bactosoytone sehingga status Bactosoytone adalah haram,”paparnya.

Dengan demikian, kata Anton, MSG yang dibuat dengan menggunakan Bactosoytone sebagai bahan media pada tahap penyegaran bakteri tersebut menjadi haram. Jika hanya dilihat di produk akhirnya saja yaitu MSG, jelas enzim babi tidak akan terdeteksi karena seperti dijelaskan di atas proses pembuatan MSG tahapannya panjang. Akan tetapi Komisi Fatwa MUI memutuskan MSG tersebut haram karena dua hal, yaitu karena adanya pencampuran bahan halal dengan bahan haram (ikhtilat) dan adanya pemanfaatan unsur haram (intifa’).

Setelah temuan penggunaan Bactosoytone , produsen MSG merek terkenal tersebut mengganti Bactosoytone dengan bahan lain yang halal.

Batasi penggunaan
Mengenai isu bahwa MSG membahayakan kesehatan, Anton berpendapat hal itu sebetulnya menyesatkan karena yang sebenarnya badan-badan dunia yang berwenang dalam menilai keamanan bahan pangan seperti FDA USDA dan JECFA WHO/FAO telah menyatakan bahwa MSG aman dikonsumsi dalam batas yang normal digunakan (tidak berlebihan).

Batas maksimum konsumsi MSG ada yang menyatakan 15 gram (kira-kira satu sendok teh penuh) per orang per hari, ada juga yang menyatakan 3 gram per orang per hari. Walaupun demikian memang benar bahwa pada beberapa orang tertentu ada yang sensitif terhadap MSG, sehingga menimbulkan dampak sakit kepala (sindrom masakan cina). Hal ini pun diakui oleh badan dunia yang disebutkan di atas, jelas orang yang sensitif tersebut tidak dibolehkan mengonsumsi MSG.

Masalah lainnya, konsumsi MSG di kita bisa jadi memang melebihi batas maksimum yang dianjurkan karena banyak masakan dan produk pangan yang menggunakan MSG di samping penggunaan MSG oleh konsumen juga seringkali berlebihan (perhatikan penggunaan MSG pada jajanan bakso, konsumen kadang menambah MSG yang sebelumnya sudah ditambahkan oleh si penjual).

Tentu saja, jika penggunaannya berlebihan akan menimbulkan dampak kesehatan yang tidak baik. Di samping itu, sebetulnya MSG tidak diperlukan bagi sebagian besar jenis masakan Indonesia. Fungsi MSG adalah menambah rasa lezat makanan-makanan tertentu, khususnya yang berdaging. Kebanyakan masakan Indonesia sudah lezat tanpa penambahan MSG, jadi penambahan MSG bisa jadi tidak perlu.

Oleh karena itu sebaiknya tidak lagi menggunakan MSG dalam membuat masakan karena khawatir penggunaannya berlebihan akibatnya konsumsi MSG juga berlebih sehingga bisa menimbulkan dampak kesehatan yang tidak diinginkan. Banyak cara untuk membuat masakan lezat, penggunaan jamur misalnya dapat menambah lezatnya masakan.  Keseimbangan rasa asin dan manis (penggunaan garam dan gula yang pas) juga dapat meningkatkan rasa lezat

Pilih yang tepat
Dalam Islam, Allah memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal dan thoyyib. Untuk kehalalan sudah jelas merupakan kewajiban bagi kita, sehingga kita dituntut untuk selalu selektif memilih makanan yang akan masuk ke dalam tubuh kita dan keluarga kita sesuai firman-Nya:

“Hai Manusia, makanlah dari apa yang terdapat dibumi, yang halal dan yang thoyyib. Dan janganlah kamu menuruti jejak setan (yang suka melanggar atau melampaui batas). Sesungguhnya setan itu adalah musuh kamu yang[ nyata . (QS 2:168)

Salah satu cara yang aman untuk memilih produk halal adalah dengan memperhatikan logo dan sertifikat halal pada kemasan produk olahan. Sertifikat ini lebih menjamin kehalalan suatu produk karena telah dilakukan verifikasi dan audit dengan sistem
yang memadukan antara teknologi dan syariah.

Untuk masalah kehalalan MSG (Monosodium Glutamat), Anton menjelaskan, selama ada sertifikat dari MUI atau badan sertifikasi luar negeri yang diakui oleh MUI insya Allah halal untuk dikonsumsi. Adanya label halal yang didasarkan kepada sertifikasi halal menjadi penting untuk awam karena dengan label halal tersebut ada jaminan bahwa MSG atau produk lainnya itu dijamin kehalalannya oleh yang berwenang karena telah dilakukan pemeriksaan yang teliti.

Sedangkan untuk Ke-thoyyib-an dari MSG sebagai bahan tambahan pangan,Anton mengakui memang masih menjadi pro dan kontra. Ada yang menganggap bahwa konsumsi MSG dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. MSG sendiri tidak memiliki rasa. Ketika dicampur dengan bahan makanan tertentu, maka akan menimbulkan sensasi rasa yang lezat.

Hal ini dikarenakan glutamat berfungsi sebagai neurotransmitter yang mengirimkan sinyal ke otak. Sinyal ini kemudian diterjemahkan oleh otak sebagai sensasi gurih dan lezat pada makanan mempunyai peran merangsang saraf-saraf tertentu. Maka dari itu, glutamat disebut sebagai neurotransmitter atau penghantar informasi. Namun pada umumnya, semua merek MSG yang beredar di Indonesia telah diuji oleh Kementerian Kesehatan dan Badan POM dengan hasil layak dikonsumsi dan aman.

Sumber : pusathalal