Tips Menjaga Lisan Agar Tak Masuk Bui, Ini Yang Diajarkan Islam

0
694
Pentingnya menjaga lisan ( ilustrasi foto: pixabay )

PERCIKANIMAN.ID – – Dalam perkembangan dunia sosial media (sosmed) saat ini jari dan tangan sepertinya menjadi sumber informasi meski belum tentu kevalidannya. Banyak informasi atau kabar beredar namun tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tidak jaran pula mulut dan jari menjadi sumber perkara yang terkadang berakhir di bui (penjara). Sumbernya mulut dan jari yang disampaikan lewat social media.

Akibatnya timbul pertikaian yang berujung pada perkara dan criminal. Padahal dalam Islam menjaga mulut atau lisan menjadi perkara utama.

Telah kita ketahui bersama beberapa sifat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Sekarang kita ingin mengetahui beberapa tutur kata dan cara berbicara Rasulullah sebernanya. Marilah kita simak penuturan Aisyah r.a.

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tidak biasa berbicara seperti yang biasa kamu lakukan (yaitu berbicara dengan nada cepat). Namun beliau berbicara dengan nada perlahan dan dengan perkataan yang jelas dan terang lagi mudah dihafal oleh orang yang mendengar dalam majelisnya.” (HR. Abu Dawud)

Beliau adalah seorang yang rendah hati lagi lemah lembut, sangat senang jika perkataannya dapat dipahami. Di antara bentuk kepedulian beliau terhadap umat adalah dengan memperhatikan tingkatan-tingkatan intelektualitas dan pemahaman mereka di dalam berkomunikasi.

Hal tersebut menunjukan bahwa beliau adalah sosok yang penyantun dan penyabar. Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa ia berkata,

Perkataan Rasulullah sangatlah jelas, sehingga mudah dipahami oleh orang yang mendengarnya.” (HR. Abu Dawud)

Cob akita perhatikan kelemahlembutan dan keluasan hati Rasulullah shalallahu alaihi wasssalam , beliau mau mengulangi perkataan beliau agar mudah dipahami. Hal ini seperti disampaikan Anas bin Malik mengungkapkan kepada kita,

Rasulullah Saw sering mengulang perkataannya tiga kali agar mudah dipahami.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam selalu berlaku lemah lembut kepada orang lain. Dengan sikap seperti itulah orang-orang menjadi takut, segan, serta hormat terhadap beliau. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, id berkata,

Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah. Beliau mengajak laki-laki itu berbicara sehingga membuatnya menggigil ketakutan. Rasulullah berkata kepadanya, ‘Tenangkanlah dirimu! Sesungguhnya aku bukanlah seorang raja. Aku hanyalah putra seorang wanita yang biasa memakan dendeng’.” (HR. Ibnu Majah).

 

Perintah Menjaga Lisan

Sebahagian orang mengatakan, lidah memang tidak bertulang. Mungkin ada benarnya, sebab banyak di antara manusia bahkan kaum muslimin yang tidak mampu mengendalikan lidah atau lisannya. Lidah mudah menjulur dan bergerak kian kemari tanpa kendali, dan akhirnya menjadi panglima baginya, yang mesti diperturutkan apapun kehendaknya.

Jika lidah telah menjadi panglima, maka berapa banyak dosa dan kesalahan yang dapat ditimbulkan olehnya?. Berapa banyak kerusakan dan kehancuran yang disebabkan olehnya?. Dan berapa banyak pula akibat buruk baginya dan bagi orang lain yang dapat dihasilkan olehnya??.

Mengenai hal ini, perhatikan beberapa nash hadits berikut ini yang menerangkan bahwasanya kebanyakan dosa yang diperbuat manusia itu ada pada lisannya. Dan juga menjabarkan tentang peranan lisan di dalam menjerumuskan manusia ke dalam kebinasaan dan kehancuran, jika mereka tidak dapat atau enggan mengendalikannya.

Dari Syaqiq berkata, Pernah Abdullah (bin Mas’ud) radliyallahu anhu bertalbiyah di atas bukit shofa. Kemudian berkata, “Wahai lisan, berkatalah yang baik niscaya engkau akan memperoleh kebaikan atau diamlah niscaya engkau akan selamat sebelum engkau menyesal”. Mereka bertanya, “Wahai Abu Abdurrahman (maksudnya; Ibnu Mas’ud), Apakah ini suatu ucapan yang engkau ucapkan sendiri atau yang engkau pernah dengar?”. Beliau radliyallahu anhu menjawab, “Tidak, bahkan aku telah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثَرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فىِ لِسَانِهِ

Kebanyakan dosa anak-anak adam itu ada pada lisannya”. [HR ath-Thabraniy, Abu asy-Syaikh dan Ibnu Asakir. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan, lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1201, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 534 dan al-Adab: 396].

عن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ اْلجَنَّةَ؟ قَالَ: تَقْوَى اللهِ وَ حُسْنُ اْلخُلُقِ وَ سُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ؟ قَالَ: اْلفَمُ وَ اْلفَرَجُ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang sesuatu apakah yang terbanyak yang dapat memasukkan manusia ke dalam surga?. Beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik”. Beliau juga ditanya tentang sesuatu apakan yang terbanyak yang dapat memasukkan manusia ke dalam neraka?. Beliau menjawab, “Mulut dan farji (kemaluan)”. [HR at-Turmudziy: 2004, Ibnu Majah: 4246 dan Ahmad: II/ 291, 392, 442. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan sanadnya, lihat Shahiih Sunan at-Turmudziy: 1630, Shahih Sunan Ibni Majah: 3424, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 977 dan Misykah al-Mashobih: 4832. Di dalam satu riwayat; Beliau menjawab, “Dua lobang yaitu mulut dan farji”].

Dalil di atas dengan jelas menerangkan bahwa dosa yang banyak dikerjakan oleh manusia dan yang memasukkan lagi menjerumuskan mereka ke dalam neraka adalah lisan mereka. Dengan lisan, mereka berdusta, bersaksi atau bersumpah palsu, mencacimaki, mencela, mengutuk, berkata-kata keji, mengejek, berfatwa tanpa dasar syar’iy, berdakwah kepada kesesatan, melakukan buhtan (memfitnah), meng-ghibah (menggunjing) dan lain sebagainya dari amalan lisan.

Namun di masa sekarang ini dosa lisan banyak juga yang dituangkan dalam bentuk tulisan di buku-buku, majalah-majalah, tabloid-tabloid, surat-surat kabar, tulisan di internet melalui fesbuk, twitter dan semisalnya. Bahkan terkadang dijumpai bahasa tulisan lebih tajam dan lebih berbahaya dari bahasa lisan, karena berdampak sangat buruk bagi seseorang, suatu komunitas ataupun masyarakat. Tiada yang selamat dari bahaya lisan ini melainkan orang yang diberi rahmat dan keutamaan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.

عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: وَ إِنَّ اْلعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِاْلكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ تعالى لاَ يُلْقىِ َلهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فىِ جَهَنَّمَ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba mengatakan suatu kalimat yang mendatangkan murka Allah ta’ala yang ia tidak menaruh perhatian padanya namun mengakibatkannya dijerumuskan ke dalam neraka Jahannam”. [HR al-Bukhoriy: 6478, at-Turmudziy: 2314 dan Ibnu Majah: 3970. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih Sunan Ibni Majah, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1884, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 540, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1670 dan Misykah al-Mashobih: 4813].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Ucapan itu ada yang baik dan ada yang buruk. Yang mendatangkan keridloan Allah maka itulah yang baik, sedangkan yang mendatangkan kemurkaan-Nya maka dialah yang buruk”. [Bahjah an-Nazhirin: III/ 10].

عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam”. [HR al-Bukhoriy: 6018, 6019, 6136, 6138, 6476, Muslim: 47, Ibnu Majah: 3971 dan Ahmad: II/ 267, 433, 463, VI/ 31, VI/ 384, 385 dari Abu Syuraih. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Mukhtashor Shahih Muslim: 32, Shahih Sunan Ibni Majah: 3207 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6501].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Ucapan itu adakalanya baik atau buruk. Siapapun yang telah mengetahui (ucapan)nya baik maka katakanlah setelah memikirkan dan memastikannya. Diam itu lebih baik dari berbicara yang tiada faidah padanya. Sepatutnya seorang hamba itu memelihara lisannya, sebab manusia itu tidaklah ditelungkupkan atas hidung-hidung mereka (di dalam neraka) melainkan lantaran hasil lisan mereka”. [Bahjah an-Nazhirin: I/ 388].

Katanya lagi, “Hadits ini jelas (menerangkan) bahwasanya sepatutnya tidak mengucapkan (suatu perkataan) kecuali apabila ucapan itu baik, yaitu jelas kemashlahatan (atau kebaikan)nya. Tetapi kapan saja ragu-ragu terhadap kemashlahatannya, maka janganlah berbicara”. [Bahjah an-Nazhirin: III/ 8].

عن عقبة بن عامر رضي الله عنهما قال: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا النَّجَاةُ؟ قَالَ: أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلىَ خَطِيْئَتِكَ

 

Dari Uqbah bin Amir radliyallahu anhu berkata, aku pernah bertanya, “Wahai Rosululllah, apakah keselamatan itu?”. Beliau menjawab, “Jagalah lisanmu atasmu, lapangkanlah rumahmu dan menangislah atas dosa-dosamu”. [HR at-Turmudziy: 2406 dan Ahmad: II/ 212, IV/ 148, 158, V/ 259. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih, lihat Shahih Sunan at-Turmudziy: 1961, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 888, Misykah al-Mashobih: 4837 dan al-Adab: 400].

 

عن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ وَقَاهُ اللهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لِحْيَيْهِ وَ شَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ دَخَلَ اْلجَنَّةَ

 

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,

 

Barangsiapa yang dipelihara oleh Allah dari keburukan apa yang ada diantara dua jenggotnya (maksudnya lidah) dan juga dari keburukan apa yang ada diantara dua kakinya (maksudnya farji atau kemaluan), maka ia akan masuk surga”. [HR at-Turmudziy: 2409, Ahmad: V/ 362 dan al-Hakim: 8124. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih Sunan at-Turmudziy: 1964, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6593 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 510].

 

Di dalam lain riwayat, dari Sahl bin Sa’d radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang dapat menjaga lisan dan farjinya karenaku, maka aku akan menjamin surga untuknya”. [HR al-Bukhoriy: 6474, 6807. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6617 dan Misykah al-Mashobih: 4812].

Sumber: almanhaj.com

5

Red: admin

Editor: iman

830