Kamis 20 April 2023 Ini akan Ada Gerhana Matahari Hybrid (Total-Cincin)  

0
326
Gerhana bulan ( ilustrasi foto: freepik )

PERCIKANIMAN.ID – -Insyaa Allah pada hari Kamis tanggal 20 APRIL 2023 akan terjadi fenomena alam luar biasa atas kehendak dan keagungan Allah subhanahu wa ta’ala yang dapat dilihat di seluruh wilayah Indonesia, yakni Gerhana Matahari Total dan sekaligus kawasan lain mengalami Gerhana Matahari Cincin. karena keadaan total dan cincin terjadi pada waktu yang bersamaan, maka disebut Gerhana Matahari Hybrid.

Gerhana Matahari ini secara global mulai pukul 08:34 WIB ~ 13:59 WIB. Sedangkan di Bandung Gerhana Matahari mulai kontak awal pukul 09:27 WIB ~ 12:08 WIB.

Suasana lingkungan bumi yang mengalami gerhana matahari akan meredup.

Himbauan: “TIDAK MELIHAT GERHANA MATAHARI DENGAN MATA TELANJANG, KARENA PAPARAN SINAR MATAHARI DAPAT MEMBAKAR RETINA MATA, SEHINGGA MENYEBABKAN KEBUTAAN.”

Dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wassallam bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari No. 1044)

Meskipun terjadi di Bulan Ramadhan, tetap dianjurkan untuk:

1) Mengumandangkan Gema Takbir dengan memperbanyak Takbir, mengagungkan Asma Allah, lafadz dan lantunkan sebagaimana Takbir pada 2 Hari Raya dari Awal Gerhana hingga Gerhana Matahari Berakhir.

2) Mengumandangkan Gema Istighfar, karena merasa takut dan khawatir akan terjadi sesuatu, dengan memohon ampunan kepada Allah dan maaf kepada semua makhluk.

3) Mengucapkan “Asholaatu Jaami’ah”.

4) Shalat Gerhana Matahari.

5) Mendirikan dan Mendengarkan Khutbah Gerhana Matahari.

6) Bersodaqoh Gerhana Matahari.

7) Melanjutkan Gema Takbir hingga akhir Gerhana Matahari, dan Matahari terbuka kembali besinar normal.

Anggapan orang shalat di siang hari biasa dengan bacaan yang sirr, tidak dikeraskan perlu kita luruskan. Namun coba perhatikan sholat di siang hari ada juga yang dijaharkan (dikeraskan), seperti: Sholat Jum’at Dan Sholat ‘Idulfitri Dan ‘Idul Adha. Bagaimana jika terjadi gerhana matahari (di siang hari), apakah bacaannya tetap dikeraskan?

Coba perhatikan hadits berikut dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- جَهَرَ فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِى رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeraskan (menjaharkan) bacaannya dalam shalat kusuf (shalat gerhana). Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Bukhari, no. 1065; Muslim, no. 901)

Di antara faedah yang bisa diambil dari hadits di atas:

Disyari’atkan mengeraskan bacaan (menjaharkan) ketika pelaksanaan shalat gerhana baik ketika di siang hari (gerhana matahari) maupun di malam hari (gerhana bulan). Karena shalat gerhana termasuk shalat sunnah yang diperintahkan berjama’ah. Dalam shalat jama’ah seperti ini diperintahkan untuk dijaherkan, sama halnya seperti shalat istisqa’ (minta hujan), shalat ‘ied dan shalat tarawih.

Hadits yang disebutkan di atas dimaksudkan untuk gerhana matahari, gerhana bulan pun sama.

Juga dari hadits, bisa disimpulkan bahwa shalat gerhana itu dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut terdapat empat kali ruku’ dan empat kali sujud.

Segeralah diumumkan/ diinformasikan melalui corong masjid seluruh Indonesia bahwa mulai dari sekarang akan terjadi peristiwa alam Gerhana Matahari Hybrid (Total sekaligus Cincin) pada 20 April 2023, sertakan pula ajakan untuk Sholat Gerhana, Takbir, Istighfar, dan Sodaqoh.

Karena masih terdapat masyarakat yang belum mengetahui peristiwa gerhana matahari ini, dan masih terdapat pemahaman keliru di tengah-tengah masyarakat, seperti: ritual syirik, tahayul, dll, yang mengarah penyimpangan ajaran Islam. Selain itu tidak sedikit yang punya anggapan salah terkait tata cara/syariat ibadah gerhana. Harus disosialisasikan lagi.

Adapun terdapat pemahaman yang menyimpang dan menyesatkan di tengah-tengah umat mengenai gerhana ini perlu kita luruskan. Seperti apabila ada wanita yang sedang hamil, dilarang keluar rumah, harus ngumpet (bersembunyi) di kolong tempat tidur/ jolodog, kalau misal keluar rumah maka bayi yang dikandungnya akan ada tanda hitam di kulitnya. Bahkan dilarang ke Mesjid untuk Solat Gerhana sekalipun.

Padahal syari’atnya tidak demikian. “Gerhana Matahari/Rembulan tidak disebabkan oleh kelahiran atau wafat seseorang”. Kalau dampak gerhana terhadap gaya gravitasi memang secara saintifik bisa terjadi sebagai pemicu tidak langsung. Seperti: adanya pergerakan lempeng bumi, gempa bumi, erupsi gunung berapi, angin gerhana, perubahan signifikan terhadap hewan dan tumbuhan, perubahan suhu secara drastis menjadi sangat dingin, merusak retina mata apabila melihat dengan mata yang telanjang, dan mempengaruhi sinyal gelombang radio jarak jauh maupun dekat.

Secara sains, gerhana memang berdampak pada perubahan gaya gravitasi bumi, iklim, dan cuaca. Tapi kalau terhadap wanita hamil belum ada analisis ilmiahnya.

Tapi sebaliknya, sekarang saking sibuknya, akhirnya banyak orang yang lupa ada gerhana dan menganggap gerhana sebagai hal yg biasa dan menganggap remeh. Akhirnya lupa kalau gerhana itu adalah Kekuasaan dan Keagungan Allah.

Jangan sampai berita tentang Gerhana Matahari ini disembunyikan, nanti bagaimana jika terjadi sesuatu sementara banyak Umat Islam yang tidak tahu adanya gerhana, bahkan dikhawatirkan salah kaprah dalam memutuskan suatu perkara tanpa tuntunan Al-Quran, As-Sunnah, dan ‘Ulama.

Syi’arkan amalan sunnah mu’akadah gerhana ini sebagai amalan yg jarang terjadi yang perlu kita tunaikan . Dan kita jelaskan kalau gerhana ini tidak ada pertentangan dengan syawal/hari lebaran. Maksudnya pelaksanaan ibadah gerhana ini tidak akan merusak ibadah lainnya, sebagaimana saat ini gerhana terjadi di dalam Bulan Ramadhan 1444 H. Artinya syariat ibadah gerhana terpisah dengan syariat sholat id/hari raya.

Semua ada kaidah dan tuntunannya, jangan sampai saling meniadakan satu sama lainnya. Sama-sama rangkaian ibadah yg sunnah mu’akadah (sangat dianjurkan). Ikuti arahan para Ulama/MUI/Edaran baik NU, Persis, Muhammadiyah, Dewan Da’wah, Hidayatullah, PUI, Al Irsyad, Wahdah Islamiyah (dan semua Pimpinan Pusat Keorganisasian Islam di tanah air) terkait pelaksanaan gerhana. Bahkan bila kita tunaikan sesuai tuntunan yang benar saat kita sedang berpuasa, maka akan mendapat pahala ganjaran yang dilipatgandakan. Insyaa Allah kita dalam tuntunannya yang benar.

Dari segi Ilmiah (Sains) gerhana bisa dihitung/dihisab dan dirukyat dan dapat dianalisis penyebab dan akibatnya terhadap alam semesta/bumi.

 

Dari segi Agama (Teologis) gerhana menjadi pengingat kita ada Sang Pencipta Alam Semesta seperti bertakbir, solat, istigfar, dan ada aspek sosial seperti bersedekah sebagaimana anjuran Nabi, dan membebaskan hamba sahaya.

 

Cara Melaksanakan Salat Kusufain

Apabila terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, maka dilaksanakan shalat kusuf dan Imam menyerukan ash-shalatu jami‘ah. Salat kusuf dilaksanakan berjamaah, serta tanpa azan dan tanpa iqamah.

Dasarnya adalah hadis ‘Aisyah yang dikutip terdahulu di mana Imam menyerukan salat berjamaah, dan dalam hadis itu tidak ada azan dan iqamah.

 

Salat kusufain dilakukan dua rakaat yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan rukuk, qiyam dan sujud dua kali pada masing-masing rakaat.

Dasarnya adalah hadis Aisyah yang telah dikutip di atas, dan juga hadis an-Nasa’i berikut,

 

عن عَائِشَةَ قالت كَسَفَتْ الشَّمْسُ فَأَمَرَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَجُلاً فَنَادَى أَنْ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ فَاجْتَمَعَ النَّاسُ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَكَبَّرَ … … … ثُمَّ تَشَهَّدَ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ فِيهِمْ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عليه ثُمَّ قال إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ولا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ من آيَاتِ اللَّهِ فَأَيُّهُمَا خُسِفَ بِهِ أو بِأَحَدِهِمَا فأفزعوا إلى اللَّهِ عز وجل بِذِكْرِ الصَّلاَةِ [رواه النسائي

Artinya: “Dari ‘Aisyah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah terjadi gerhana matahari lalu Rasulullah saw memerintahkan seseorang menyerukan ash-shalata jami‘ah. Maka orang-orang berkumpul, lalu Rasulullah saw salat mengimami mereka. Beliau bertakbir … … …, kemudian membaca tasyahhud, kemudian mengucapkan salam. Sesudah itu beliau berdiri di hadapan jamaah, lalu bertahmid dan memuji Allah, kemudian berkata: Sesungguhnya matahari dan Bulan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah. Maka apabila yang mana pun atau salah satunya mengalami gerhana, maka segeralah kembali kepada Allah dengan zikir melalui shalat” [HR al-Bukhari].

 

  1. Pada masing-masing rakaat dibaca al-Fatihah dan surat panjang dengan jahar (oleh imam).
  2. Setelah membaca al-Fatihah dan surat, diucapkan takbir,
  3. Kemudian rukuk dengan membaca tasbih yang lama, kemudian mengangkat kepala dengan membaca sami‘allahu liman hamidah, rabbana wa lakal-hamd,
  4. Kemudian berdiri lurus, lalu membaca al-Fatihah dan surat panjang tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian bertakbir, lalu rukuk sambil membaca tasbih yang lama tetapi lebih singgkat dari yang pertama,
  5. Kemudian bangkit dari rukuk dengan membaca sami‘allahu liman hamidah rabbana wa lakal-hamd, kemudian sujud, dan setelah itu mengerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama.

Sumber: radioadzanfmbandung.com

Red: admin

Editor: iman

986