Catatan MUI Terkait UU KUHP Soal Asusila: Belum Memuaskan, Namun Sudah Ada Kemajuan

0
449
ilustrasi foto: istimewa

PERCIKANIMAN.ID – – Wakil Ketua Komisi Hukum MUI, Dr. Neng Djubaedah, memaparkan beberapa catatan MUI terkait UU KUHP baru, khususnya perkara asusila, agama, dan infokom. Hal tersebut ia sampaikan saat menjadi narasumber di Halaqah Mingguan Infokom MUI secara virtual pada Rabu, (14/12/2022).

 

Neng Djubaedah mengatakan bahwa terkait perkara asusila, UU KUHP baru memang belum sepenuhnya mengakomodir masukan dari MUI yang mempertimbangkan hukum Islam, namun sudah ada kemajuan dibandingkan peraturan sebelumnya.

 

Misalnya, pada KUHP lama, perzinaan bisa dikenakan hukuman hanya bagi orang yang sudah menikah (muhshan). Selain itu, yang berhak mengadu hanya suami/isteri yang bersangkutan, disertai perceraian.

 

Sementara pada UU KHUP baru, tindak pidana perzinaan berlaku untuk setiap orang yang melakukannya dengan orang yang bukan suami/istrinya. Ini artinya berlaku juga untuk orang dewasa yang belum menikah.

 

“Sudah ada kemajuan,” tuturnya.

 

Namun, ia menambahkan, dari delik aduan masih belum memuaskan, meski lebih baik dari sebelumnya. Yang berhak mengadu hanyalah suami atau istri bagi yang terikat perkawinan, dan orang tua atau anak bagi yang tidak terikat perkawinan.

Delik aduan yang sama juga berlaku untuk orang yang melakukan kohabitasi (kumpul kebo). Dengan hukuman pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda kategori II (10 juta).

 

Menurut dia, delik aduan seperti ini dirasa belum bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat yang apabila di wilayahnya terdapat pasangan lelaki dan perempuan (tidak terikat perkawinan, tidak memiliki orang tua/anak kandung), lalu melakukan kohabitasi, maka tokoh/anggota masyarakat tidak berhak mengadukannya.

 

Kendati demikian, ada beberapa usulan MUI yang diterima, diantaranya hukuman pidana tentang persetubuhan yang menyimpang. Misalnya hubungan seksual dengan hewan yang termasuk kategori penganiayaan hewan, hubungan sesama jenis beserta delik aduannya, dan tindakan percabulan sesama jenis, semua sudah ada payung hukumnya.

 

Sementara itu, lanjut dia, yang belum ada hukuman pidananya adalah larangan biseksual bagi suami atau istri dan orang yang melacurkan diri, baik pelaku maupun pengguna, hanya mucikari yang mendapat ancaman hukuman.

 

Adapun terkait aturan informasi dan komunikasi, Neng Djubaedah mengaku bahwa dirinya belum terlalu mendalami, namun jika dilihat sepintas tidak ada masalah dan tidak jauh berbeda dengan yang ada dalam UU ITE. Begitupun dalam masalah agama dan ibadah, tidak ada masalah.

 

“Meskipun masih jauh dari nilai-nilai Islam, namun sudah ada nilai-nilai Islam di dalamnya, dan UU KUHP ini lebih baik dari UU sebelumnya, dan ini merupakan produk kita sendiri,”beber Neng Djubaedah.

 

Terakhir, ia juga berpesan agar masyarakat melakukan penguatan nilai-nilai keagamaan, agar terhindar dari tindakan asusila.

 

“Nilai-nilai agama, dalam hal apapun perlu ditingkatkan, khususnya dalam ranah keluarga, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perzinaan, kohebitasi, aborsi. Intinya adalah penguatan agama,”pungkasnya. [ ]

Sumber:mui.or.id

5

Red: admin

Editor: iman

932