Saat Hendak Sujud Sunnahnya Lutut Atau Tangan Dulu ? Begini Penjelasnnya

0
705
Sujud dalam shalat di masjid ( ilustrasi foto: pixabay )

Oleh: KH.Drs. Abdurrahman Rasna,MA*

PERCIKANIMAN.ID – – Ada yang bertanya soal gerakan sujud apakah lutut dulu atau tangan dulu. Kemudian saat berdiri dari duduk apakah langsung berdiri tanpa menyentuh bumi, ataukah menyentuh bumi. Kalau menyentuh bumi dulu, apakah telapak tangan terbuka atau mengepal?

 

 

Untuk itu berikut ini penjelasan dari penulis. Sujud merupakan salah satu gerakan shalat yang dicontohkan Rasulullah. Ada tujuh tumpuan seseorang saat bersujud. Tujuh anggota tubuh itu sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam.

 

 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh anggota badan :  Pertama, Dahi sambil beliau berisyarat dengan me nyentuhkan tangan ke hidung beliau;  Kedua, 2 telapak tangan; ketiga, 2 lutut, dan keempat, ujung-ujung dua kaki.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

 

Telapak tangan dan lutut menjadi dua anggota tubuh yang diperdebatkan mana yang terlebih dahulu hinggap/menempel di tempat sujud. Pangkal dari perbedaan ini berasal dari dua hadits riwayat Abu Daud yang hanya berjarak dua nomor. Dua hadits tersebut, yakni bernomor 838 dan 840-841.

 

 

Hadits pertama berasal dari sahabat bernama Wail bin Hujr RA. “Kalau anda ingin sujud jangan sujud seperti duduknya unta (ibil). Maka dahulukan lututnya sebelum kedua tangannya.” Sesuai hadis tersebut, sujud dilakukan setelah dari i’tidal dengan cara lutut dahulu turun hinggap/menempel ke tempat sujud  kemudian kedua telapak tangan. Sedangkan, hadits berikutnya berasal dari sahabat Abu Hurairah RA. “Kalau anda sujud jangan sujud seperti duduknya unta (ba’ir). Silakan dahulukan telapak tangannya sebelum lututnya.”

 

 

Mengenai asbabul wurud hadits tersebut, Sahabat Wail bin Hujr yang menjadi muara hadits ini termasuk sahabat pertama yang masuk Islam. Dia paling rajin mengamati ibadah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga termasuk sebagai sahabat yang paling banyak meriwayatkan tentang sifat shalat Nabi. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Wail, kata unta diistilahkan dengan ibil. Artinya, unta dalam artian umum atau belum ada beban.

 

 

Wail bin Hujr juga hidup pada masa pertama kali perintah shalat  diturunkan. Ketika itu, Nabi masih muda dan sehat. Rasulullah pun tercatat kerap ikut dalam perang besar, seperti Perang Badar dan Perang Uhud. Pada zaman itulah Wail mendapat pesan dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam agar jangan sujud seperti duduknya unta.

 

 

Unta tanpa beban yang sedang duduk akan mendahulukan tangannya (bagian depan) terlebih dahulu kemudian kakinya (bagian belakang). Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam pun berpesan agar mendahulukan lutut sebelum kedua telapak tangan agar tidak mencontoh duduknya Ibil.

 

 

Berbeda dengan hadits tersebut, Abu Hurairah RA sebagai periwayat hadits bernomor 840-841 merupakan sahabat yang baru masuk Islam tiga tahun menjelang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam wafat. Abu Hurairah pun menyesal karena baru belakangan menjadi Muslim.

 

 

Untuk mengobati rasa penyesalannya, Abu Hurairah bertekad mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh. Sampai-sampai Abu Hurairah menunggu Nabi saw saat hendak keluar rumah untuk mencatat semua gerak-gerik dan ucapan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam

 

 

Hadits tentang sujud yang diriwayatkan Abu Hurairah pun datang saat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam beranjak sepuh. Kalimat yang keluar ibil pada masa Wail berubah menjadi ba’ir. Artinya unta yang sudah ada beban.

 

 

Berbeda dengan Ibil yang mendahulukan tangan saat duduk, unta dengan beban (ba’ir) mendahulukan kaki kemudian tangan saat hendak duduk. Karena itu, sujud yang di contohkan berdasarkan hadis ini mestilah sebaliknya, yakni mendahulukan tangan kemudian lutut.

 

Meski hadits itu datang saat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam beranjak sepuh,  hendaknya jangan melihat faktor sepuh sebagai penyebab sujud mendahulukan tangan kemudian lutut.

 

 

Namun, sepuh ini harus diletakkan sebagai ‘ilat’ atau perumpamaan mengenai ketidakmampuan seseorang menggunakan lututnya. Menurut dia, ada orang yang belum sepuh, tapi bermasalah dalam lututnya. Semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishshawab. [ ]

 

Sumber rujukan :

  1. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq.
  2. Subulussalam

 

*penulis adalah anggota Komisi Dakwah MUI Pusat dan anggota Bidang Dakwah PB MA*

5

Red: admin

Editor: iman

936