Khutbah Jumat:  4 Tips Agar Istiqomah Dalam Kebaikan

0
642
Khutbah Jumat disarankan lebih fokus dan padat ( ilustrasi foto: pixabay)

 

Oleh: KH.Drs.Abdurrahman Rasna,MA*

 

Khutbah Pertama:

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

 

الحمد لله الذي جعل الاسلام طريقا سويا، ووعد المتمسكين به وينهون الفساد مكانا عليا، واشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له شهادة من هو خير مقاما واحسن نديا، واشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله المتصف بالمكارم كبارا وصبيا، اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد كان صادقا الوعد وكان رسولا نبيا، وعلى اله واصحابه الذين يحسنون اسلامهم ولم يفعل شياء فريا.

اما بعد : فيا ايها الحاضرون اوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون.

 

قال الله تعالى في القران الكريم،

اعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم :

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Ayat yang dikemukakan tadi mengandung arti:

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka mengukuhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS Fushshilat، 41: 30).

 

Kata tsumma-s-taqâmû pada ayat itu diartikan dengan ‘kemudian mereka mengukuhkan pendirian’. Istiqamah/ konsisten, dengan demikian, adalah pendirian yang teguh, kukuh, mantap, tangguh, tidak mudah goyah. Lalu, pendirian dalam hal apa yang dimaksud dengan istiaamah/konsisten itu? Mari kita lihat pendapat ulama terdahulu.

 

Abu Bakar Shiddiq r,a. ketika ditanya tentang istiqamah/konsisten menjawab bahwa istiqamah/konsisten adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapa pun). Artinya, begitu kita sudah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, kita harus konsisten dengan pendirian itu. Jangan pernah mengakui ada tuhan lain selain Allah, atau ada tuhan-tuhan lain bersama Allah. Karena itu, orang yang sudah muslim kemudian murtad, itu disebut orang yang tidak istikamah, tidak teguh pendirian, imannya goyah, tauhidnya goyah.

 

Selain itu, istiqamah juga berarti komitmen terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipu muslihat musang. Pengertian ini diungkapkan oleh Umar bin Khattab r.a. Ini artinya, begitu kita bersyahadat, percaya kepada rukun iman dan rukun islam, konsekuensinya kita harus teguh melaksanakan kewajiban-kewajiban yang ada di dalam rukun Islam dan turunan-turunannya. Dalam pengertian ini, orang yang memiliki harta yang sudah memenuhi syarat untuk dizakati tetapi tidak mengeluarkan zakat, ia dinamakan orang yang tidak istiqamah, tidak konsisten. Omong doang percaya pada rukun Islam, tetapi tidak melaksanakan kewajiban.

 

Sahabat Nabi yang lain, Usman bin Affan r.a. mengartikan istiqamah/konsisten dengan ‘mengikhlaskan amal perbuatan hanya murni kepada Allah swt.’ Artinya, orang yang sudah bersyahadat mengakui tidak ada tuhan selain Allah, sudah pula melaksanakan kewajibannya sebagai muslim, tetapi dalam melaksanakan kewajiban itu dia tidak ikhlas kepada Allah, ada pamrih untuk keduniaan, orang tersebut juga dapat disebut tidak istiqamah, tidak konsisten. Komitmen keberagamaannya dinilai lemah.

 

Mirip dengan pendapat Umar bin Khattab r.a., Ali bin Abi Thalib juga memandang bahwa istiqamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban. Sejauh kita tidak meninggalkan shalat, tidak meninggalkan puasa, kita mengeluarkan zakat, kita melaksanakan ibadah haji pada saat terpenuhi syaratnya, kita juga melaksanakan kewajiban-kewajiban yang lain, kita dapat disebut sebagai orang yang istiqamah.

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Dengan begitu, seorang muslim yang istiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apa pun. Ini yang paling mendasar.

 

Belum lama ini ada kasus seorang bapak berkonsultasi mengadukan anak perempuannya memilih keluar dari Islam dan memeluk agama lain karena akan menikah dengan calon suami yang bukan muslim. Memilih keluar dari Islam hanya untuk menikah dengan laki-laki non muslim yang dicintainya, itu sebuah tanda rapuhnya keimanan. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindakan yang mempermainkan agama. Memeluk Islam bukan untuk coba-coba, suatu saat bisa berpindah ke agama lain. Tidak! Karena itu, sanksinya pun cukup berat. Mari kita renungkan firman Allah swt. ini:

 

وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا

وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

 

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu amalnya akan sia-sia di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2]: 217).

 

Dengan kata lain, pahala shalat, pahala puasa, pahala sedekah, dan pahala-pahala dari perbuatan baiknya selama masih muslim, menjadi hilang dan sia-sia belaka. Tidak ada bekasnya. Tidak ada gunanya. Tentu kita tidak ingin hal ini terjadi pada diri kita dan orang-orang dekat kita.

 

Muslim yang beristiqamah juga ibarat batu karang yang tetap tegar mengahadapi gempuran ombak yang datang silih berganti. Tidak mudah loyo, tidak mudah kendur, tidak mudah mengalami degredasi dalam perjalanan hidupnya. Muslim yang istiqamah berusaha untuk selalu sabar dalam memegang teguh tali keimanan.

 

Efek positif dari keimanannya yang kuat itu, ia menjadi orang baik terhadap tetangganya:

 

مَن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يؤذي جاره.

 

Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, ia tidak boleh menyakiti tetangganya. Ia juga menjadi orang baik yang tidak mudah mengeluarkan kata-kata kasar yang menyakiti orang lain.

 

مَن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت:

 

Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, ia hendaklah berkata baik atau, kalau tidak bisa berkata baik, memilih diam. Tidak banyak bicara. Lebih baik diam daripada mengeluarkan kata-kata yang kasar dan menyakiti orang.

 

Orang yang istiqamah dengan keimanannya juga akan berusaha untuk mengedepankan persatuan daripada perpecahan, mengedapankan masalahat bersama daripada kepentingan pribadi atau golongan.

 

Dalam Al-Qur’an, Allah melukiskan bahwa orang yang teguh keimanannya ini, orang yang istiqamah ini, sebagai orang yang berjalan dengan membawa pesona cahaya yang menerangi sekelilingnya.

 

أوَمَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ

فِي النَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُون

 

“Apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (QS al-An’am [6]: 122).

 

Mulai dari kehidupan masyarakat kecil di lingkungan keluarganya, seorang muslim yang istiqamah berupaya untuk menerangi keluarganya dengan cahaya itu. Lalu meningkat ke lingkup masyarakat sekitar, lingkungan kerjanya, sampai pada tingkat berbangsa dan bernegara. Itulah cahaya yang selalu menjadi pelita kehidupan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, yang istiqamah sepanjang jalan hidup.

 

Sebagai balasannya, orang-orang yang istiqamah dijamin oleh Allah tidak akan mengalami kesedihan, tidak mengalami kesusahan hidup di dunia maupun di akhirat.

 

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

 

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqamah/konsisten, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (QS al-Ahqaf : 13).

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Pertanyaan yang mungkin muncul kemudian adalah bagaimana caranya agar kita bisa menjadi orang yang istikamah dalam kebaikan. Sebelum sampai kepada langkah-langkah untuk bisa beristiqamah, perlu kiranya ditekankan kembali bahwa istiqamah tidak berarti selalu berbuat baik sepanjang hidup dan tidak pernah berbuat salah. Tidak begitu. Sebagai manusia biasa, kita tetap saja berpotensi melakukan kesalahan atau dosa.

Istiqamah artinya kembali menjadi baik setelah kita tergelincir melakukan salah atau dosa, dengan cara beristigfar, bertobat, memohon ampun.

 

Untuk bisa hidup dengan istiqamah, ada ulama yang menyarankan langkah-langkah berikut.

 

  1. Merasa diawasi oleh Allah.

 

Seorang sufi pernah berpesan, “Silakan kamu mencuri, silakan kamu berzina, silakan kamu bermaksiat apa pun, tapi jangan di atas bumi Allah.” Nasihat ini sederhana, tetapi mengandung arti cukup dalam. Jika di sekitar masjid kita ini ada CCTV yang dapat memantau dan mengawasi lingkungan di sekitarnya, maka di bumi yang luas ini pun ada CCTV Allah CCTV Allah yang selalu memantau dan mengawasi setiap langkah dan gerak-gerik kita. Itulah malaikat-malaikat yang ditugaskan oleh Allah.

 

Dengan merasa diawasi oleh Allah, kita tidak berani nakal, kita tidak berani jahat, tidak berani maksiat, tidak berani murtad.

 

  1. Ingat-ingatlah janji yang pernah kita ucapkan kepada Allah.

 

Kita pernah berjanji bahwa salat kita, ibadah kita, semuanya hanya untuk Allah. Kita juga pernah berjanji dan bersumpah setia bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dengan mengingat janji itu, kita terdorong untuk menepatinya, yang pada gilirannya menjadikan kita sebagai muslim yang istikamah dengan kebaikan.

 

Perintah untuk menepati janji kita kepada Allah ini dengan jelas dapat kita temukan pada ayat 91 surat An-Nahl

 

وَاَوْفُوْا بِعَهْدِ اللّٰهِ اِذَا عَاهَدْتُّمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّٰهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ

 

“Tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(-mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. “ (QS An-Nahl [16]: 91)

 

 

  1. Sering-sering mengevaluasi diri sendiri.

 

Sudah baikkah saya, sudah meningkatkan kebaikan saya, atau malah masih banyak berbuat jahat dan maksiat. Apakah yg saya lakukan selama ini sudah layak untuk menggapai rida Allah atau belum. Dan seterusnya.

 

Anjuran ini memiliki pijakan firman Allah swt.

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

 

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al-Hasyr [59]: 18).

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

  1. Sekali-sekali kita boleh menjatuhkan sanksi pada diri kita sendiri atas kesalahan yang pernah kita lakukan.

 

Ini untuk memicu kita agar tidak mengulangi kesalahan, sekaligus untuk menambah kebaikan. Misalnya, jika kita berbohong, kita “tebus” dengan bersedekah. Jika kita lalai, kita haruskan diri kita bersedekah berbagi kepada orang miskin, berbagi kepada masjid dan badan sosial.

 

Dulu, Umar bin Khattab r.a. pernah pergi menengok kebunnya pada siang menjelang sore hari, dan ketika kembali dari kebunnya orang-orang sudah selesai melakukan salat Asar. Sudah bubar dari jamaah. Umar menyesal sekali. Akhirnya kebun itu ia sedekahkan kepada orang-orang miskin sebagai sanksi kepada dirinya yang lebih mendahulukan kebun daripada salat berjamaah.

 

Tentu masih ada tips dan cara lain yang bisa kita tempuh untuk dapat hidup dengan istikamah. Mudah-mudahan, yang sedikit ini mampu membantu mendorong kita menjadi orang yang istikamah. Amin.

 

بارك الله لي ولكم في القرآن الكريم، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

 

Khutbah  Kedua.

 

اَلْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ سَيِّدُ الْإِنْسِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله اِتَّقُوْا الله وَاعْلَمُوْا اَنَّ الله يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأُمُوْرِ وَ يَكْرَهُ سَفَاسِفَهَا وَاِنَّهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ. قال تعالى في كتابه الكريم: إنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلى النَّبِيّ، يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَسَلَّمْتَ وَبَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَ علَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ. اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا وَ هَبْلَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا لَا تَجْعَلْ فِى قُلُوْبَنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ اَمَنُوْا رَبَّنَا اِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَ ذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ الله! اِنَّ الله يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَ اِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَ َنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا الله الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَ لَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

 

 

 

 

*penulis ada anggota Komisi Dakwah MUI Pusat dan anggota Bidang Dakwah Pengurus Besar Matlaul Anwar (PB MA)

5

Red: admin

Editor: iman

982