Kredit Mobil Untuk Usaha, Apakah Termasuk Riba?

0
692

Assalamu’alaykum Pak Aam, saya mau menanyakan sesuatu yang mengganjal hati saya. Pekerjaan saya adalah ekspeditur majalah di salah satu media cetak, tugas saya adalah mengantarkan majalah dan tabloid ke agen-agen dan toko buku, dan salah satu persyaratan utamanya adalah harus memiliki kendaraan dengan ketentuan minimal tahun sekian. Akhirnya saya pun memaksakan mengkredit kendaraan ke leasing. Dan seperti yang kita tahu, kredit ke leasing itu tentu ada bunga, jika tidak seperti itu saya tidak akan bisa menafkahi keluarga saya. Yang ingin saya tanyakan, apakah penghasilan yang saya dapatkan ini haram, mengingat kendaraan yang saya pakai adalah hasil kredit, yang dikhawatirkan mengandung riba. Saya tidak bisa meninggalkannya karena ini adalah sumber nafkah saya, apa yang harus saya lakukan? (Firman via email)

 

 

Wa’alaykumsalam Wr Wb. Iya saudara Firman, mojang bujang dan sahabat-sahabat sekalian. Begini, sebenarnya kan Anda menyicil mobil itu bukan untuk berfoya-foya, bukan untuk hal-hal yang konsumtif, sudah jelas itu adalah bagian dari proses pencarian nafkah Anda. Anda mengkredit tersebut sebagai salah satu ikhtiar dalam rangka menjemput rezeki.

 

Kalau menurut hemat saya, selama ini kategorinya hal yang tidak terhindarkan atau dalam keadaan darurat. Mirip seperti kredit rumah, kita akui bahwa dalam kredit itu ada bunga dan disinyalir bunga itu mengandung unsur riba. Akan tetapi hidup tidaklah sesaklek itu, karena dalam Islam ada konsep tadarruj (bertahap) dan tarkhis (meringankan karena faktor situasi).

 

Jadi rukhshah (keringanan) itu selalu ada dalam konsep Islam. Islam itu tidak kaku, jadi jika sudah haram titik, itu belum titik tapi masih koma, begitupun bagi yang wajib selanjutnya masih ada koma yaitu wajib bagi yang sehat, nah bagi yang sakit shaumnya bisa diganti di hari lain. Begitupun dengan ibadah haji, hukumnya dalah wajib dan ada dalam rukun Islam, tapi apabila sampai mati kita tidak mampu untuk menunaikannya maka kewajiban itu gugur.

 

BACA JUGA: Ingin Kredit Rumah Tanpa Riba? Ini Solusinya

 

Nah itulah konsep Islam itu bisa dipakai dalam hal lain. Riba itu haram bagi yang memperkaya diri dengan riba, tetapi apabila seseorang menyicil rumah karena kebutuhannya, dia tidak punya jalan lain kecuali dengan kredit, itu tidak apa-apa.

 

Asalkan kita bukan memaksakan diri menyicil sesuatu untuk dipakai foya-foya. Jadi menurut hemat saya, Islam itu dalam mengharamkan sesuatu tidak serta merta mutlak haram dalam keadaan apapun. Seperti halnya memakan daging babi adalah haram, tapi jika saat itu tidak ada makanan lain selain daging babi maka kita boleh memakannya, sekedar untuk bertahan dan bukan dikonsumsi terus menerus. Keadaan darurat ini juga harus dibarengi dengan ikhtiar lain untuk tidak terjerumus dosa.

 

Jadi, Islam itu adalah agama yang ketika menetapkan sesuatu selalu melihat faktor-faktor situasional. Masalahnya, orang berbicara agama itu ada yang berbasis ilmu, ada juga yang berbasis semangat. Orang yang berbasis semangat biasanya segala diharamkan hingga serasa melelahkan.

 

Sedangkan yang berbasis ilmu, jika ada sesuatu yang haram kemudian ada alasan-alasannya hingga jadi dibolehkan. Bukannya memanipulasi agama, tapi memang itulah ketentuannya. Jadi agama itu tidak sekedar dengan semangat, tapi juga harus dipahami dengan keilmuan.

 

Makanya orang yang beragama haruslah mempelajari ushul fikih yaitu logika-logika hukum, metoda-metoda pengambilan hukum, kemudian ilmu hadist dan lain-lain.  Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishawab. [ ]

5

Editor: iman

Ilustrasi foto: pixabay

890

Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email:  [email protected]  atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/