Ummat Rindu Pemimpin Amanah, Bukan Sekedar Merakyat

0
342

 

 

Oleh: Ali*

 

 

PERCIKANIMAN.ID – – Amanah memiliki dua perspektif makna. Ditinjau dari aspek yang lebih sempit, amanah diartikan sebagai memelihara titipan yang akan dikembalikan dalam bentuknya seperti sediakala. Dalam tinjauan yang diperluas, amanah mempunyai cakupan yang lebih luas, seperti menjaga kehormatan orang lain dan menjaga kehormatan diri sendiri. Dalam konteks bernegara, amanah yang dibebankan kepada para pemegang amanah (pejabat negara) harus dipikul dengan sebaik-baiknya karena memiliki dua perspektif pertanggungjawaban: horizontal (habluminannas) dan vertikal (habluminallah).

Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa hingga saat ini rasanya sulit menemukan model kepemimpinan yang amanah dan ideal sesuai dengan tuntunan Islam, termasuk kepemimpinan di negara Islam sekalipun.

Pemimpin yang amanah dapat dilihat sejak dia berproses untuk mendapatkan jabatan publik. Bagi orang yang menggengam amanah, tentu awalnya tidak berambisi menginginkan jabatan publik. Tetapi, kalau banyak orang mempercayakan tugas-tugas kepemimpinan, maka dia sanggup menerima kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah dan tidak (sempurna) agama orang-orang yang tidak menunaikan janji.” (H.R. Ahmad)

Kesanggupan seorang pemimpin amanah terus direalisasikan dengan tanggung jawab saat menjalankan kepemimpinannya. Tanggung jawab dalam arti mampu melaksanakan tugas dengan baik, sehingga di bawah kepemimpinannya lingkungan menjadi lebih sejuk, anggota merasa dilindungi, dan organisasi menjadi lebih maju. Pemimpin layak dipercaya apabila dia jujur, adil, dan selaras antara kata yang diucapkan dengan tindakan yang dilakukan.

Pemimpin yang amanah mampu mengutamakan kepentingan publik dibandingkan dengan kepentingkan pribadi. Maksudnya, seorang pemimpin amanah akan berani melakukan tindakan tidak populer. Dia tidak tega melakukan tipu muslihat dan tidak lagi berpikir periode mendatang harus menjabat lagi. Jika tindakan yang dijalankan memberi kemaslahatan banyak orang dan demi kepentingan publik, dia akan berani ambil keputusan, meski risiko akan dicerca banyak orang dan berdampak negatif bagi citra dirinya.

Agar pemimpin berani melakukan tindakan tidak populer, dia perlu memiliki mental teguh pendirian atau konsisten terhadap setiap gagasan serta perilaku yang dijalankan. Teguh pendirian ini sebagai modal utama pada seorang pemimpin tahan terhadap kritikan orang-orang yang tak suka dengan langkah-langkah kepemimpinannya.

Misalnya, Umar bin Khattab. Ketika menjadi khalifah, beliau secara sengaja melakukan perjalanan diam-diam pada malam hari. Beliau keluar masuk kampung bersama seorang sahabatnya hanya untuk mengetahui keadaan rakyatnya karena Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya. Beliau tidak pernah merasa tenang memikirkan keadaan rakyatnya, selalu resah apakah masih ada rakyat yang belum terpenuhinya hak-hak mereka oleh aparat pemerintahannya dan Umar langsung turun tangan ketika ada rakyatnya yang kelaparan.

Demikian pula dengan Umar bin Abdul Aziz, khalifah dari Bani Ummayah. Ketika beliau sedang berada di dalam ruang kerja dan didatangi anaknya untuk bicara dengannya. Umar lalu bertanya, pembicaraan tersebut untuk kepentingan negara atau keluarga. Si anak menjawab untuk keperluan keluarga. Lalu, Umar mematikan lampu yang menerangi ruangan tersebut karena minyak untuk menerangi ruangan itu dibiayai negara. Umar tidak mau pembicaraan untuk urusan keluarga diterangi oleh lampu yang dibiayai oleh negara. Subhanallah, sungguh sosok pemimpin yang luar biasa.

Begitulah seharusnya akhlak seorang pemimpin. Karena pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka (H.R. Abu Na’im). Apa yang dilakukan oleh kedua Umar (Umar bin Abdul Aziz dan Umar bin Khattab) patut dicontoh oleh para pemimpin di negeri ini. Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah tersebut adalah kita harus amanah dengan kepemimpinan yang kita emban. Kita dituntut untuk menjalankan kepemimpinan sebaik mungkin dengan penuh tanggung jawab karena Allah Swt.

Adakah hal itu kita temukan pada bangsa kita saat ini? Terutama di kalangan pejabat publik yang hari ini berbicara menjadi pemimpin dan mewakili kita? Tidak adalah jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Atau kita bisa menjawab ya, masih ada orang yang ingin menjadi seperti dua Umar di atas tapi sedikit, bagai mencari jarum di dalam tumpukan jerami.

Ya, belakangan ini kita mungkin merasa banyak pemimpin yang tidak lagi peduli dengan rakyatnya. Mereka lupa dan amnesia dengan janji-janjinya. Rakyat hanya dijadikan sasaran empuk janji-janji palsu. Lebih parah lagi, jabatan yang seharusnya menjadi amanah dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab hanya dijadikan komoditas atau barang dagangan untuk membuktikan eksistensi diri, bahkan kekuasaan.

Ambil contoh ketika pemilihan kepala daerah. Beribu janji dilontarkan kepada rakyat. Tetapi, ketika sudah menjadi pemimpin, segala tipu muslihat dan pembenaran atas nama rakyat dikeluarkan untuk memenuhi hasrat pribadi dan golongan. Atas nama rakyat segala tindakan dihalalkan. Atas nama rakyat semua kebijakan diperbolehkan.

Kinerja mereka masih jauh panggang dari api. Belum ada hal nyata yang dirasakan rakyat. Mereka hanya mengumbar argumen, pembenaran, dan kemewahan, serta masih saja menyelewengkan amanah dengan berdalih untuk kepentingan rakyat. Rakyat memang alasan yang tepat untuk meloloskan kepentingan sendiri. Mereka tidak sadar di akhirat nanti akan dimintai pertanggungjawaban.

Tidakkah kita ingin menjadi pemimpin yang adil dan masuk dalam salah satu dari tujuh golongan yang dijamin masuk surga, seperti dua Umar tersebut? Ya, Umar Bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz kiranya patut dijadikan model kepemimpinan yang selalu didambakan kehadirannya oleh seluruh masyarakat pada zamannya, termasuk di negara yang kita cintai ini. Mudah-mudahan, melalui pemimpin yang demikian, Indonesia akan menjadi bangsa yang lebih baik dan lebih sejahtera. Amin. Wallahu’alam [ ]

 

 

*Penulis adalah mahasiswa Indonesia di Jepang.

 

Editor: iman

Ilustrasi foto: pixabay

 

Bagi pembaca yang  punya hobi menulis dan ingin dimuat di www.percikaniman.id bisa mengirimkan tulisannya  ke email: [email protected] atau: [email protected]  . Jadilah pejuang dakwah melalui tulisan-tulisan yang inspiratif,motivatif dan edukatif serta penyebar amal saleh bagi banyak orang. Bergabunglah bersama ribuan pembaca dalam menebar kebaikan.