Bagaimana Menghadapi Teman yang Suka Memfitnah?

0
450

Pak Ustadz, saya seorang ibu bekerja yang sudah meiliki dua orang putri dan insya Allah sedang mengandung anak ke-3. Saya sedang menghadapi suatu permasalah yang mungkin akan menjadi dilemma. Saya sedang berada dalam pilihan yang sangat berat yaitu setelah kelahiran anak ke-3 apakah tetap bekerja atau berhenti saja. Di satu sisi, dengan saya bekerja alhamdullilah bisa membantu perekonomian keluarga tapi di sisi yang lain saya sedang merasakan kejenuhan di kantor. Memang, kantor merupakan tempat berkumpulnya orang-orang dengan karakter yang berbeda-beda. Tapi, dari dua tahun pertama bekerja, saya merasakan ketidaknyamanan terlebih semenjak ada teman saya yang berinisial “I”.
Hal tersebut ditambah lagi dengan kejadian beberapa waktu lalu yang mebuat cukup banyak orang beranggapan bahwa saya bukan teman (kerja) yang baik. Waktu itu saya hendak ikut istirahat di mess sekalian menjenguk anak teman saya yangg berinisial “V”. Nah, “I” ini paling tidak suka dengan “V” dengan alasan sifatnya yang menyebalkan. Saya sengaja tidak mengajak “I” karena sebelumnya ia pernah diajak oleh teman yang lain dan tidak mau. Setelah sampai di mess, saya sempat beristirahat di kamar “V” (teman akhwat juga). Tidak berapa lama, ruang tamu ramai karena ada mantan pegawai berinisial “S” dan disambul oleh teman-teman kantor yang lain. Saya tidak tahu kalau “S” akan datang dan mengajak makan. Saya juga tidak tahu dengan siapakah “S” membuat janji datang ke mess. Tersebarlah berita kami makan-makan dengan “S” dan sampai ke telinga “I” yang langsung bertanya kepada sahabatnya “D” kenapa ia tidak diajak.

Singkatnya, setelah saya menerangkan lewat sms kepada “I” dan “D”, mereka bersikap manis di depan saya tapi dibelakang saya mereka bercerita yang tidak sesuai dengan kenyataan dan orang-orang di kantor percaya akan cerita “I” karena memang dia pandai bersilat lidah. Kalau mau jujur, saya lah yang lebih sering sakit hati karena kelakuan “I” dan “D” yang selalu yakin kalau mereka tidak pernah berbuat salah kepada siapa pun dan mengaku selalu mengalah karena mereka sudah dewasa.

Yang mau saya tanyakan :
– Apakah sikap saya salah mengingat saya sudah berusaha untuk menerangkan dengan sejelas-jelasnya mengenai situasi yang terjadi dan telah meminta maaf?
– Kalau memang saya salah dan permohonan maaf saya tidak diterima oleh “I” dan “D”, apakah Allah juga tidak akan memaafkan saya?

Jazakallah atas jawabannya. Saya mohon doanya semoga saya dapat menghadapi kedua orang tersebut dengan lapang dada dan sabar.

 

 

Sebelumnya, saya ucapkan selamat atas kehamilan anak Anda yang ke-3. Semoga seluruh keturunan Anda kelak menjadi generasi shaleh-shalehah yang siap menyongsong masa depan tegaknya kalimatullah di muka bumi ini. Amin.

Persoalan yang Anda hadapi mungkin bertitik-tolak pada kesalah-fahaman dan komunikasi yang sedikit tersendat. Saya melihat bahwa niat Anda sudah benar karena hendak menjaga sesuatu (yang buruk) yang mungkin akan terjadi antara Anda dengan “V” ketika mengajak “I”.

Namun, perlu juga kiranya Anda mengevaluasi sikap tidak mengajak “I” yang sedikit dilatar-belakangi oleh prasangka yang belum tentu benar. Seandainya Anda tidak mengawalinya dengan prasangka tersebut dan tetap menjaga komunikasi dalam setiap kesempatan, sepertinya kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Yang saya sampaikan ini bukan bermaksud untuk menyalahkan siapa pun.

Namun, perlu kiranya menjadi pelajaran bahwa sekecil apa pun permasalahan, jika tidak dikomunikasikan akan memunculkan sakwa sangka yang merugikan. Sekarang, semuanya sudah terjadi. Tinggal Anda beristighfar meski belum tentu Anda yang bersalah. Jaga dan tingkatkan sillaturahmi dengan orang yang membenci kita sekali pun.

Jika itu semua sudah dilakukan dan ternyata sejumlah teman kantor sepertinya tetap membenci Anda, maka Anda tidak perlu risau karena teman yang sesungguhnya adalah mereka yang sama-sama menginginkan adanya ishlah dan tetap terjaganya silaturrahim.

Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Setiap maaf yang dimohonkan kepada-Nya dengan tulus, baik langsung ataupun tidak langsung, dipastikan akan senantiasa diterima. Bahkan, Allah membenci hamba-Nya yang merasa selalu bersih dari dosa dan memandang diri tidak perlu memohon ampun kepada-Nya.

Jika kesalahan itu ada pada sesama manusia, maka di saat kita memintakan maaf kepada orang yang bersangkutan, secara otomatis di saat itu pula Allah dengan cepat memaafkan kita meski orang tersebut tidak memberikan maaf. Perlu diingat pula bahwa hal tersebut (teman tidak memberi maaf) jangan sampai membuat kita tidak memaafkan teman tersebut karena hal itu hanya akan merugikan kita sendiri. Wallahu a’lam.

*  Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email [email protected] atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam