Apa Saja Syarat Poligami dalam Islam?

0
427

Oleh : Ustad Ahmad Al Habsyi 

Beberapa ulama, setelah meninjau ayat-ayat tentang poligami, telah menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam sebenarnya ialah monogami. Terdapat ayat yang mengandung anjuran serta peringatan agar poligami itu tidak disalahgunakan di tempat-tempat yang tidak wajar. Ini semua bertujuan untuk menghindari terjadinya kezaliman.

Tetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada saat-saat terdesak untuk mengatasi masalah yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahwa poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhwatirkan bahwa kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya.

Jadi, sebagaimana talak (perceraian), begitu jugalah hanya dengan poligami yang diperbolehkan karena hendak mencari jalan keluar dari kesulitan. Islam memperbolehkan umatnya berpoligami berdasarkan nas-nas syariat serta realitas keadaan masyarakat. Ini berarti ia tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang demi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Islam, demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum Muslimin.

Oleh karena itu, apabila seorang laki-laki akan berpoligami, hendaklah dia memenuhi setidaknya 5 (lima) syarat sebagai berikut;

1.  Membatasi jumlah Istri yang akan dinikahinya.
Syarat ini telah disebutkan oleh Allah swt. dengan firman-Nya;
…maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat (Q.S. An- Nisaa :3).

Ayat di atas menerangan dengan jelas bahwa Allah telah menetapkan seorang laki-laki itu tidak boleh menikah dengan lebih dari empat orang istri. Jadi Islam membatasi kalau tidak beristri satu, boleh dua, tiga, atau empat saja.

Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum laki-laki yang gemar perempuan agar tidak berbuat sesuka hatinya. Disamping itu, dengan pembatasan empat orang istri, diharapkan jangan sampai ada lelaki lain yang tidak menemukan istri atau ada pula wanita yang tidak menemukan suami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang istri saja, maka akan banyak wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat, mungkin saja terjadi banyak lelaki yang tidak memperoleh istri.

2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi istrinya.

Misalnya, menikah dengan kakak, adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan ibu saudara baik dari pihak ayah maupun ibu. Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota keluarga.

Rasulullah bersabda, yang maksudnya; “Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Seorang sahabat benama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam, memberitahu kepada Rasulullah bahwa dia mempunyai istri yang kakak beradik. Maka Rasulullah menyuruhnya memilih salah saeorang di antara mereka dan menceraikan yang satunya lagi. Jadi telah disepakati tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik ini didalam Islam.

3. Disyaratkan pula berlaku adil,

Sebagaimana yang difirmankan Allah swt:
Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (diantara istri-istri kamu), maka (kawinlah dengannya) seorang saja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman.” (Q.S. An-Nisaa : 3)

Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang istri, cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua saja, Dan kalau dua itu pun masih khawatir tidak bisa berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja. Para mufassirin berpendapat bahwa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah berarti hanya adil terhadap para istri saja, tetapi mengandung arti berlaku adil secara mutlak.

Bersikap adil dalam hal-hal menunjukan dan membagi cinta dan kasih sayang terhadap istri-istri, adalah satu tanggung jawab yang sangat besar. Meski demikian, ia termasuk perkara yang masih berada dalam kemampuan manusia.

Keadilan yang dijadikan syarat diperbolehkannya poligami berdasarkan ayat 3 surah An-Nisaa. Kemudian pada ayat 129 surah itu pula menyatakan bahwa keadilan itu tidak mungkin dapat dipenuhi atau dilakukan.

Sebenarnya, yang dimaksudkan oleh kedua ayat di atas ialah keadilan yang dikehendaki itu bukanlah keadilan yang menyempitkan dada kamu sehingga kamu merasakan keberatan yang berlebihan terhadap poligami yang dihalalkan oleh Allah. Hanya saja yang dikehendaki ialah jangan sampai kamu cenderung sepenuh-penuhnya kepada salah seorang saja di antara para istri kamu itu, lalu kamu tinggalkan yang lain seperti terkatung-katung.

Selain itu, Orang yang boleh beristri dua ialah yang percaya benar akan dirinya dapat berlaku adil, yang sedikitpun tidak akan ada keraguannya. Jika dia ragu, cukuplah seorang saja. Adil yang dimaksudkan di sini ialah ‘kecondongan hati’. Dan tentu ini amat sulit untuk dilakukan, sehingga poligami adalah suatu hal yang sukar untuk dicapai. Jelasnya, poligami itu diperbolehkan secara darurat bagi orang yang benar-benar percaya dapat berbuat adil.

Bahkan, jangan sampai si suami membiarkan salah seorang istrinya terkatung-katung, ibarat digantung tak bertali. Hendaklah disingkirkan sikap condong kepada salah seorang istri yang menyebabkan seorang yang lain lagi merasa kecewa. Adapun condong yang dimaafkan hanyalah condong yang tidak dapat dilepaskan oleh setiap individu darinya, yaitu condong hati kepada salah seorang diantara mereka namun tidak sampai membawa kepada tindakan mengurangkan hak yang lain.

Afif Ab. Fattah Tabbarah dalam bukunya Ruhuddinil Islami mengatakan; Makna adil di dalam ayat tersebut adalah persamaan: yang dikehendaki ialah persamaan dalam hal pergaulan yang bersifat lahir seperti memberi nafkah, tempat tinggal, tempat tidur, dan layanan yang baik, juga dalam hal menunaikan tanggungjawab sebagai suami-istri.”

 

HALAMAN SELANJUTNYA…>>