Khutbah Jumat: Mengenal Istidraj, Ini 5 Cirinya Yang Harus Kita Ketahui

0
1076
Khutbah Jumat disarankan lebih fokus dan padat ( ilustrasi foto: pixabay)

Oleh: KH.Drs.Abdurrahman Rasna,MA*

 

Khutbah Pertama:

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ.

وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رحمكم الله،  أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى في كتابه الكريم :  أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم. وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala  , Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Hari ini, kita berkumpul di majelis Jumat ini untuk bersama-sama beribadah dan merenungi nikmat serta anugerah yang telah dikaruniakan kepada kita.

 

Puji dan syukur yang semestinya tiada henti kita jarutkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala   atas karunia nikmat yang tiada terhingga, hingga saat ini kita masih bisa melakukan shalat Jum’at berjamaah dalam keadaan sehat wal Afiat lahir dan batin. Sejenak, mari kita hentikan kesibukan kita untuk mengingat bahwa setiap napas yang kita hirup, setiap langkah yang kita ambil, dan setiap rezeki yang kita nikmati adalah rahmat-Nya yang tak terhingga. ‘Alhamdulillahirabbil alamin’. Hal ini kita lakukan dengan harapan mudah-mudahan  kita tidak terjerumus dalamperangkap  istidraj yang bisa membinasakan.

 

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda alam, Nabi Agung, yaitu Kanjeng Nabi Besar Muhammad Shalallahu alaihi wasallam beserta seluruh keluarga dan keturunannya juga kepada sekalian ummatnya hingga akhir zaman.

 

Selaku khatib kali ini, saya mengajak  kita sekalian  memaksimalkan taqwa kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala  , dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua yang dilarang.

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Prof TM Hasbi Ash+Shiddiqie dalam   Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur. Menjelaskan bahwa Istidraj adalah pemanjaan agar lebih terjerumus kepada kehinaan,

 

Seseorang yang sedang diuji dengan istidraj mengira bahwa berbagai kenikmatan yang dimiliki adalah kemuliaan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala  , padahal Allah sedang menghinakan perlahan-lahan dan bahkan membinasakan. Seseorang yang di-istidraji selalu berbuat maksiat dan tidak beribadah namun Allah Subhanahu Wa Ta’ala    berikan kemewahan dunia. Allah memberikan harta yang berlimpah padahal dia tidak pernah bersedekah. Allah karuniakan rezeki berlipat padahal jarang shalat, tidak senang pada nasihat ulama, dan terus berbuat maksiat.

 

Hidupnya memang banyak yang mengagumi, dia dihormati, padahal akhlaknya rusak, langkah dan perilakunya banyak yang mengikuti, ada juga yang meneladani dan mengidolakan, padahal bangga mengumbar dosa dan maksiat. Dia sangat jarang diuji dengan sakit padahal dosa-dosanya menggunung. Seperti Tidak pernah mendapatkan musibah padahal gaya hidupnya penuh jumawa, sering meremehkan sesama, dan angkuh.

 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala    berikan keluarga yang sehat dan cerdas padahal dia memberi nafkah  dari harta hasil yang haram. Kehidupannya seperti  bahagia penuh canda tawa padahal banyak orang yang dia zhalimi. Kariernya terus menanjak padahal banyak hak orang yang diinjak. Semakin tua semakin makmur padahal berkubang dosa sepanjang umur.

Dalam Al-Qur’an surat Al A’raf (7) ayat 182-183,  Allah Subhanahu Wa Ta’ala    mengingatkan:

 

وَالَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُوْنَ، وَاُمْلِيْ لَهُمْۗ اِنَّ كَيْدِيْ مَتِيْنٌ

 

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami biarkan mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.Dan Aku akan memberikan tenggang waktu kepada mereka. Sungguh, rencana-Ku sangat teguh”.

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Istidraj itu berasal dari إستدرج- يستدرج- إستدراجا (istadraja-yastadriju-istidrâjan) yang berakar kata dari درج (daraja) yang secara bahasa berarti tangga, meningkat, sedikit demi sedikit, tahap demi tahap, ataupun perlahan-lahan.

 

Sedangkan secara istilah, istidraj berarti kenikmatan materi yang diberikan kepada seseorang yang secara lahir semakin bertambah, tetapi kenikmatan yang bersifat batin semakin dikurangi atau dicabut, sementara ia tidak menyadarinya.

 

Secara lahiriah kemewahan duniawi Allah Subhanahu Wa Ta’ala  berikan; namun secara batiniah perintah ketakwaan (ittaqullah) ia abaikan.

Hal  tersebut diperkuat oleh sabda  Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yang berbunyi :

 

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِذَا رَأَيْتَ اللّٰهَ يُعْطِى الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ. ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللّٰهِ صلى الله عليه وسلم (فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

 

“Dari Uqbah ibn Amir dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, beliau bersabda: ‘Jika kamu melihat Allah memberikan kemewahan dunia kepada hamba-Nya yang suka melanggar perintah-Nya, maka itulah yang disebut istidraj.” Kemudian beliau membaca firman Allah surat al-An`am ayat 44: “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (HR. Ahmad).

 

Buya Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar jilid 3 menjelaskan bahwa istidraj menurut QS Al-An’am ayat 44 bermakna dikeluarkan dari garis lurus kebenaran tanpa disadari. Allah swt memperlakukan apa yang dia kehendaki, dibukakan segala pintu kesenangan hingga orang tersebut lupa diri.

 

Bila dianalogikan, ibaratnya tidak ingat bahwa sesudah panas, pasti ada hujan; sesudah lautan tenang, gelombang pasti datang. Mereka dibiarkan berbuat maksiat dengan hawa nafsunya hingga tersesat jauh. Lalu, siksaan Allah datang secara  tiba-tiba.

 

Allah melakukan pembiaran atas maksiat yang dia lakukan. Memberikan banyak kesenangan yang melalaikan hingga pada saatnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala   akan mencabut semua kesenangan sampai dia termangu dalam penyesalan yang terlambat. Hal ini juga pernah  terjadi pada zaman dahulu, istidraj menimpa pada diri Fir’aun dan Qarun.

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Fir’aun diberikan kekuasaan tetapi tetap jumawa. Akhirnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala   tenggelamkan ia karena kepongahannya. Ia menjadi manusia yang sombong dan menentang bahkan mengaku sebagai Tuhan. Akhirnya ia mati ditenggelamkan di dalam laut bersama pasukannya ketika mengejar Nabi Musa as.

 

Qarun adalah salah seorang yang hidup pada zaman Nabi Musa as. Awalnya ia adalah orang miskin yang tidak punya apa-apa. Kemudian Nabi Musa as menhajarkan kepadanya tentang cara mengelola emas. Dalam waktu singkat, ia pun menjadi kaya raya dengan mempunyai banyak aset khususnya emas dan harta melimpah. Akan tetapi, lambat laun ia mulai lupa kepada Allah.

 

Qarun dengan kelalaiannya pun dibinasakan dengan ditelan bumi bersama seluruh harta-bendanya. Makanya, kalau hari ini ada yang menemukan harta tertimbun dalam tanah, orang-orang sering menyebutnya sebagai harta karun, dengan dinisbatkan kepada harta Qarun yang ditelan bumi. Hal ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah jelaskan dalam surat Ali Imran (3) ayat 178 :

 

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

 

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan”.

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Istidraj bisa terjadi kepada siapa saja, baik orang awam maupun ahli ibadah. Orang mukmin akan merasa takut dengan istidraj, yakni kenikmatan semu yang sejatinya murka Allah Subhanahu Wa Ta’ala  . Namun sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman akan beranggapan bahwa kesenangan yang mereka peroleh merupakan sesuatu yang layak didapatkan.

 

Biasanya, istidraj diberikan kepada orang-orang yang hati dan nalarnya sudah mati dan tidak jalan. Mereka adalah orang yang tidak merasa bersedih atas ketaatan yang ditinggalkan dan tidak menyesal atas kemaksiatan yang terus dilakukan. Termasuk kemaksiatan menejemen dan mempermainkan hukum.

 

Secara psikologis, orang yang tertimpa istidraj, perilakunya sangat terlena dengan semua yang ia punya, sehingga lupa bahwa semuanya hanyalah titipan sementara.

 

Dia lupa bersyukur atas nikmat yang diberikan, begitu juga dia gemar melakukan kemaksiatan tanpa merasa berdosa.

 

Dan menganggap nikmat yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala   berikan merupakan sebuah anugerah dan kebaikan untuknya. Ketika hal ini terjadi, maka nantinya  akan berakibat mendapatkan siksa dari arah yang tidak disangka-sangka. Oleh  karena itu, kita mesti meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala   sambil terus  mengasah keimanan agar terus meningkat sehingga menyadari hakikat nikmat dan siksaan.

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Cara termudah untuk membedakan kesenangan yang datangnya dari kemurahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala   dengan istidraj adalah melalui  ketakwaan seseorang. Jika orang tersebut taat dalam beribadah, bisa jadi nikmat yang diterimanya adalah kemurahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala  . Begitupun sebaliknya, apabila orang yang hartanya melimpah  tersebut , dia alai dalam ibadah bisa jadi itu merupakan istidraj.

 

Bagi siapa saja yang saat ini sedang diliputi kebahagiaan, sedang merasakan rezeki yang lancar, kenaikan jabatan atau pun kebahagiaan lainnya, kiranya perlu mawas diri dan waspada karena bisa jadi saat ini dia sedang teridentifikasi mengalami istidraj.

 

Bagaimana cara mengenalinya?

Berikut ini adalah ciri-ciri istidraj yakni :

1) Nikmat dunia yang semakin bertambah, namun keimanannya semakin menurun,

2) Mendapat kemudahan hidup meski terus menerus bermaksiat,

3) Rezeki selalu bertambah, meski terus lalai dalam ibadah,

4) Semakin kaya, namun semakin menjadi kikir, dan

5) Jarang sakit, namun kerap berlaku sombong.

 

Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam al-Hikam, menyebutkan bahwa :

 

خِفْ مِنْ وُجُوْدِ إِحْسَانِهِ إِلَيْكَ وَدَوَامِ إِسَاءَتِكَ مَعَهُ أَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ اسْتِدْرَاجاً سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ

 

“Takutlah pada perlakuan baik Allah kepadamu di tengah durhakamu yang terus-menerus terhadap-Nya. Karena, itu bisa jadi sebuah istidraj, seperti firman-Nya, ‘Kami meng-istidraj-kan mereka dari jalan yang mereka tak ketahui’.”

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa ketika seseorang mendapatkan kenikmatan, baik nikmat materi maupun immateriali, hendaklah ia bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh zat pemberi nikmat, dan bukannya lupa kepada-Nya. Dan segera bersyukur kepada-Nya, baik secara lisan, perbuatan maupun keyakinan dalam hati. Realisasi syukur itu bisa berupa semakin rajin beribadah, bersedekah maupun perilaku-perilaku yang bermanfaat bagi orang lain.

 

Begitu bahayanya istidraj, sampai-sampai Umar bin Khattab pernah berdoa :

 

 “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu menjadi mustadraj (orang yang ditarik dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan).”

 

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

Khutbah Kedua:

 

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ.

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ،

وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ.

اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَاصَحْابِهِ الْمُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ إلى يوم القيامة.

أَمَّا بَعْد :

فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى عنه وحذر.  وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.  والحمد لله رب العالمين.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله واصحابه.

سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين.

والحمد لله رب العالمين.

 

*penulis adalah anggota Komisi Dakwah MUI Pusat dan anggota Bidang Dakwah PB MA serta dosen di Banten

5

Red: admin

Editor: iman

908