Khutbah Jumat: Muroqobah dan Al Hayaa’

0
835
ilustrasi foto: kemenag.go.id

Oleh: KH.Drs.Aburrahman Rasna,MA*

 

Khutbah Pertama:

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَوْصَلَ الْمُقْبِلِيْنَ إلَيْهِ بِفَضْلِهِ إِلَى الْمَرَاتِبِ الْعَلِيَّةِ. وَبَلَّغَهُمْ بِبَرَكَةِ نَبِيِّهِ كُلَّ أُمْنِيَّةٍ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّداً ﷺ صَاحِبُ الْأَخْلَاقِ السَّنِيَّةِ. اَلَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهْ.

وَصَلَّى اللّٰهُ وَسَلَّمَ عَلَى حَبِيْبِناَوشفيعنا وقرة أعيننا  مُحَمَّدٍ الْعَبْدِ الصَّالِحِ الْقَائِمِ بِمَا اسْتَطَاعَ مِنْ حَقِّ الرُّبُوْبِيَّةِ. وَ على آلِهِ وَاصَحْابِهِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ ومن تبع هداه إلى يوم القيامة. أما بعد :

فَيَا عِبَادَ الِلّٰهِ. أُوْصِيْكم و نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ. فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ.أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ.

وقال تعالى : إِنَّ الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي آيَاتِنَا لَا يَخْفَوْنَ عَلَيْنَا ۗ أَفَمَنْ يُلْقَىٰ فِي النَّارِ خَيْرٌ أَمْ مَنْ يَأْتِي آمِنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ ۖ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ. (فصلت : 40)

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

Puji dan syukur sudah sepatutnya kita haturkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. atas limpahan karuniaNya yang tiada terhingga, hingga sampai saat ini kita masih mampu melakukan aktifat ibadah kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Dan dengan penuh kesadaran bahwa kedudukan kita adalah hamba yang lemah, yang memiliki keterbatasan  yang tidak dapat berjalan baik, tanpa nikmat dan rahmatnya.

Berikut shalawat dan salam senantiasa kita sanjungkan kan kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Sosok yang kita cinta tanpa pernah mengenal rupa dan yang kita rindukan tanpa pernah bertemu.

Mudah-mudahan sebab rasa cinta dan rindu itulah menjadi wasilah syafaatnya di hari kiamat. Aamiin.

Sebagai salah satu rukun khutbah, khatib berwasiat kepada diri pribadi dan jama’ah sekalian, marilah kita meneguhkan hati untuk  memantapkan dan mrmaksimalkan takwa kita krpada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

معاشر المسلمين رحمكم الله

Di antara tujuan syariat Islam selain membangun hubungan baik antara seorang hamba dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga bertujuan untuk melahirkan manusia yang bermuara pada baiknya perilaku dan akhlaknya.

Oleh sebab itu, parameter kebaikan agama seseorang dapat diukur dengan perilaku dan akhlaknya dalam kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi)

Kata akhlak atau khuluq secara bahasa berakar dari kata yang sama dengan kata Khaliq (pencipta) dan Makhluk (yang diciptakan).

Bahwa kesamaan akar kata tersebut mengisyaratkan adanya keselarasan dan keterpaduan antara perilaku makhluk (manusia) dan kehendak Khaliq (Allah).

Sementara Ibnu Manzur dalam lisanul ‘arab mengartikan Akhlak/khuluq dengan ad-diin (agama).

معاشر المسلمين رحمكم الله

Dengan memahami arti di atas, Akhlak seharusnya  dijadikan pondasi dalam membangun tegaknya agama ini. Islam ini akan rusak apabila akhlak umat Islam juga rusak.

Di antara kerusakan itu misalnya, Maraknya ghulul (korupsi) dikalangan Pejabat, praktik roswah yang membudaya, kemaksiatan di mana- mana, perselingkuhan yang marak terjadi, istri mengkhianati suaminya atau suami mengkhianati istrinya.

Di antara penyebab suburnya perilaku-perilaku rendah dan buruk di atas ialah hilangnya dua akhlak utama dalam diri seorang mukmin yang seharusnya mengakar dalam hati, dua akhlak tersebut yakni Muroqobah dan Al-Haya’ (Malu).

MUROQOBAH (مراقبة) merupakan kesadaran diri seorang muslim bahwa dia selalu dalam Pengawasan Allah subhanahu wa ta’ala, kesadaran yang didorong dengan keimanan bahwa Allah senantiasa mengawasi, melihat, dan mencatat segala macam perilaku baik dan buruk, kecil dan besarnya.

 

وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ رَّقِيبٗا…

 

“… Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu” (QS. Al-Ahzab: 52)

 

Pada diri manusia kerap kali tersimpan keinginan jahat saat mereka sendiri tanpa diketahui orang lain. Maka manusia adalah pengawas bagi dirinya sendiri.

 

Potensi melakukan kejahatan dapat diatasi dengan dua hal, yakni merasa diawasi Allah karena takut murka-Nya bisa pula karena takut kekuasaan negara.

 

Kita ingat tentang kisah sosok pemuda penggembala ternak yang diuji kejujurannya oleh Umar Bin Khotob. Saat itu umar ingin membeli satu ekor domba yang di gembalakan pemuda itu.

 

Dengan tegas pemuda itu menolak “Saya tidak mau melakukan itu tuan, karena semuanya bisa kelihatan. Meski juragan tidak tahu tetapi Allah akan mengerti dan mengetahui segala apa yang saya lakukan,” begitulah jawaban yang menyenangkan hati Amirul mukminin.

Kesadaran akan pengawasan Allah baik dalam keadaan tertutup maupun terbuka yang dilandasi keimanan akan memantulkan kebiasaan baik dalam diri manusia.

 

……….. اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ ۖ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

 

……….. Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.  (QS. Fushshilat : 40)

 

معاشر المسلمين رحمكم الله

 

ALHAYAA’ (الحياء) atau malu merupakan perasaan yang menimbulkan keengganan akan melakukan perbuatan tercela dan dosa. Rasa malu ini timbul saat perbuatan bertentangan dengan kehendak Allah. Sifat Malu ini juga memiliki keistimewaan dalam Islam. Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Bersabda yang artinya :

 

Anas Bin Malik radiyallahu’anhu bahwasannya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda :

 

إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ.

 

Artinya: “Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.” Allah Subhanahu Wa Ta’ala sangat mencintai orang yang memiliki sifat malu dalam dirinya“. (H.R Malik)

 

Sifat malu adalah pantulan iman, semakin tinggi iman seseorang maka semakin tebal rasa malunya. Rasa malu berfungsi mengontrol dan mengendalikan diri kita, dari segala sikap dan perbuatan yang terlarang.

 

Bahkan sabda Nabi Shalallahu alaihi wasallam. mengatakan, “seandainya malu itu berwujud manusia dia akan tampil sebagai seorang yang sholih” (H.R Thabrani)

 

Sifat malu itu harus kita tumbuh suburkan dalam hati agar perbuatan kita senantiasa dihiasi dengan kebaikan. Baik malu kepada Allah, Malu kepada diri sendiri maupun malu kepada orang lain. Tanpa adanya rasa malu manusia pasti akan dikuasai oleh hawa nafsunya.

 

Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Uqbah bin ‘Amr Nabi Muhammad s Shalallahu alaihi wasallam. bersabda :

 

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُولَى إِذا لَم تَستَحْيِ فاصْنَعْ مَا شِئْتَ

 

Sesungguhnya termasuk perkara yang didapati oleh manusia dari perkataan nubuwwah (kenabian) yang pertama adalah jika engkau tidak mempunyai sifat malu maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari).

 

Penegasan Rasulullah saw. di atas mengingatkan bahwa seseorang yang kehilangan sifat malu maka akan kehilangan kontrol dalam mengendalikan segala perbuatan dan tingkah lakunya. Dia akan menjadi manusia yang hilang kendali, bebas melakukan apa saja tanpa memandang baik dan buruk, manfaat dan mudhorotnya.

 

Bahkan bisa rela melakukan apa saja hanya untuk memuaskan nafsunya tanpa ada rasa rikuh dan malu sedikitpun.

 

Oleh sebab itu marilah kita menjaga diri dan keluarga kita dengan menanamkan dua akhlak di atas yakni selalu merasa diawasi Allah dan malu akan perbuatan tercela dan dosa yang dibenci Allah Subhanahu wa ta’ala.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وتقبل الله منا ومنكم تلاوته أنه هو السميع العليم. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ

 

 

Khutbah Kedua:

 

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الذي لا نبي بعده، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وعلى اله وأصحابه والتابعين وتابعيهم بإحسان إلى يوم القيامة. وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًكثيرا.

أَمَّا بَعْدُ؛

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.  اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ

 

 

*penulis adalah anggota Komisi Dakwah MUI Pusat dan anggota Bidang Dakwah PB MA serta dosen di Banten

 

5

Red: admin

Editor: admin

896