Hukum Wanita I’tikaf Di Masjid, Ini yang Harus Diperhatikan

0
1175
Seorang muslimah berdoa di masjid ( ilustrasi foto: freepik)

PERCIKANIMAN.ID – – Assalamu’alaikum. Pak Ustadz mohon maaf mau bertanya, bagaimana hukum seorang wanita yang ingin I’tikaf ?  Menurut seorang teman boleh namun katanya lebih baik di rumah? Apakah sama pahalanya antara i’tikaf di masjid dengan di rumah? Kalau i’tikaf di masjid, apakah perlu izin kepada orangtua sementara saya di luar kota? Mohon penjelasannya. ( Maya via fb)

Wa’alaikumsalam ww. Bapak ibu dan sahabat-sahabat sekalian yang di rahamati Allah. Sebagai yang kita ketahui bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa dimana Allah akan melipatkan gandakan pahala bagi hamba-Nya yang melakukan amal shalih baik yang sunnah apalagi yang wajib.

Salah satu amalan sunnah yang sangat dianjurkan di bulan Ramadhan khususnya pada 10 hari terakhir Ramadhan adalah dengan melakukan I’tikaf. Lalu bagaimana hukumnya seorang wanita yang ingin I’tikaf mengingat amalan ini dilakukan di luar rumah atau di masjid selama waktu tertentu?

Pada hakikatnya seorang laki-laki dan wanita mempunya hak yang sama dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah ta’ala. Hal ini dapat kita simak dalam Al Quran sebagaimana firman Allah ta’ala,

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Alloh, Alloh telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab: 35)

Dengan demikian maka pada prinsipnya seorang wanita diperbolehkan untuk melakukan I’tikaf. Hal ini sebagaimana didasarkan pada sebuah hadits yang cukup panjang, dimana Aisyah menceritakan pengalamannya beri’tikaf bersama Rasul,

Nabi Shalallahu alaihi wasallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Aku mendirikan tenda untuk beliau. Kemudian beliau melaksanakan shalat Shubuh dan memasuki tenda tersebut. Hafshah meminta izin pada ‘Aisyah untuk mendirikan tenda, ‘Aisyah pun mengizinkannya. Ketika Zainab binti Jahsy melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf dalam tenda, ia meminta untuk didirikan tenda, lalu didirikanlah tenda yang lain. Ketika di Shubuh hari lagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat banyak tenda, lantas beliau bertanya, “Apa ini?” Beliau lantas diberitahu dan beliau bersabda, “Apakah kebaikan yang kalian inginkan dari ini?” Beliau meninggalkan i’tikaf pada bulan ini dan beliau mengganti dengan beri’tikaf pada sepuluh hari dari bulan Syawal.” (HR. Bukhari).

 

Kemudian dalam hadits yang lain yang masih sama dari ‘Aisyah ra, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Berdasar pada dua hadits ini maka para ulama bersepakat bahwa wanita boleh beri’tikaf di bulan Ramadhan. Namun ada beberapa ulama yang berbeda pendapat soal tempatnya. Ada ulama yang membolehkan seorang wanita beri’tikaf di masjid dengan meminta izin suaminya atau walinya dan harus didampingi makramnya atau saudara. Hal ini disebabkan bahwa ibadah shalat bagi wanita lebih utama dikerjakan di rumah.

 

Kemudian ada ulama seperti Imam Syafi’i yang memakruhkan secara mutlak i’tikaf bagi seorang wanita di masjid yang ada shalat jama’ah. Menurut beliau bahwa wanita dimakruhkan beri’tikaf kecuali di masjid atau mushola rumahnya. Alasannya, jika wanita i’tikaf di masjid umum, banyak nantinya yang melihat wanita tersebut.

 

Kesimpulannya seorang wanita boleh melakukan I’tikaf di masjid dengan izin walinya atau suaminya dan tetap menjaga adab-adab seorang wanita. Namun sekiranya akan timbul fitnah maka lebih baik dilakukan di mushola rumah saja.

Demikian juga dengan Anda, meskipun tidak tinggal serumah dengan orangtua, Anda tetap harus meminta izin kepada orangtua bahwa Anda akan melakukan I’tikaf selama waktu tertentu di masjid yang lebih baik diketahui orangtua Anda.

 

Hal ini juga berlaku bagi istri yang suaminya sedang di luar kota atau luar negeri misalnya. Tetap Anda harus meminta izin kepada suami Anda. Sekiranya suami Anda tidak mengizinkan maka Anda harus taat, meskipun tujuan Anda baik yakni untuk ibadah. Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishshawab. [ ]

5

Red: admin

Editor: iman

860

Sampaikan pertanyaan Anda melalui WA: 081281818177 atau alamat email: [email protected]  atau inbox melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .