Keutamaan Puasa Rajab, Begini Penjelasan Matan Haditsnya

0
513

Oleh: KH.Drs.Abdurrahman Rasna,MA*

 

PERCIKANIMAN.ID – – Setiap memasuki bulan Rajab banyak pesan yang beredar di media sosial (medsos) tentang keutamaan ibadah di bulan Rajab salah satunya soal puasa sunnah di bulan Rajab (Puasa Rajab). Benarkah demikian? Adakah hadits-hadits yang menganjurkan Puasa Rajab?.

 

 

Berikut ini penulis memcoba menjelaskannya.

 

Bulan Rajab adalah bulan yang mulia. Bulan ini termasuk salah satu di antara empat bulan haram yang Allah muliakan, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, al-Muharram, dan Rajab.

 

 

Allah ‘azza wajalla berfirman,

 

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

 

Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan di dalam kitab Allah pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Dari antaranya terdapat empat bulan Haram (bulan mulia). Demikian itu adalah ketentuan dalam agama yang lurus (Islam). Maka janganlah kalian berbuat zalim kepada diri kalian sendiri (yaitu berbuat kemaksiatan) dalam bulan-bulan Haram tersebut.” (QS. At-Taubah [9]: 36)

 

 

Memang banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan puasa Rajab, namun seluruh hadits tersebut derajat haditsnya dha’if, bahkan maudhu’, bahkan ada juga yang munkar.

 

Ada beberapa hadits yang dianggap memiliki kandungan hukum pembolehan puasa Rajab.

 

 

Namun pembolehan di sini dalam arti pembolehan secara umum, bukan pembolehan yang berangkat dari pemahaman bahwa puasa Rajab memiliki keutamaan khusus atau lebih utama dari puasa di bulan-bulan yang lain. Hadits ini pun jumlahnya juga tidak banyak.

 

Hadits Puasa Rajab yang Derajatnya Shahih

 

Sebagaimana hadits puasa Asyura, hadits puasa Rajab juga ada yang shahih.

 

Berikut ini beberapa hadits shahih yang menunjukkan bolehnya puasa Rajab dalam arti puasa umum sebagaimana puasa sunnah lainnya, bukan puasa khusus yang memiliki keutamaan disbanding puasa lainnya.

 

 

Dari Utsman bin Hakim al-Anshari radhiyallahu anhu, ia berkata, Aku pernah bertanya kepada Said bin Jubair tentang puasa Rajab, saat itu kami sedang berada di bulan Rajab. Lalu beliau menjawab, “Aku pernah mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

 

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ

 

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa hingga kami menyangka beliau tidak berbuka; dan beliau berbuka hingga kami menyangka beliau tidak berpuasa.”

 

Dalam riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan,

 

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ، وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ.

 

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa hingga kami menyangka beliau tidak berbuka; dan beliau berbuka hingga kami menyangka beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali di bulan Ramadhan. Dan aku juga tidak pernah melihat satu bulan yang beliau banyak berpuasa padanya kecuali Sya’ban.” (Shahih Muslim, 6/37, no. 1960. Sunan Abu Daud, 6/406, no. 2075)

 

Dalam hadits yang lain misalnya dari Usamah bin Zaid radhiyallahu anhuma, beliau berkata, aku berkata,

 

يا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

 

Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa dalan satu bulan seperti halnya puasamu di bulan Sya’ban?” Beliau menjawab: “Itulah bulan yang dilalaikan manusia yang terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan yang padanya amal perbuatan diangkat kepada Rabb semesta Alam. Dan aku senang seandainya amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.” (Sunan an-Nasa-i, 8/59, no. 2317. Musnad Ahmad, 44/228, no. 20758, hadits hasan)

 

Hadits di atas mengandung makna penyerupaan bulan Rajab dengan Ramadhan. Pada bulan tersebut orang-orang menyibukkan diri dengan ibadah layaknya saat Ramadhan, sehingga mengalihkan perhatian mereka dari bulan Sya’ban dengan amalan puasa.

 

 

Pengkhususan bulan Rajab tersebut dengan puasa mengandung makna adanya keutamaan puasa Rajab dan itulah yang menjadi kebiasaan mereka. (Mawahibul Jalil, 2/408)

 

 

Dari Abdullah sahaya Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Asma’ pernah mengutusku kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma untuk menyampaikan sebuah pesan. Beliau berkata,

 

بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَرِّمُ أَشْيَاءَ ثَلَاثَةً الْعَلَمَ فِي الثَّوْبِ وَمِيثَرَةَ الْأُرْجُوَانِ وَصَوْمَ رَجَبٍ كُلِّهِ

 

“Telah sampai kepada saya bahwasanya engkau telah mengharamkan tiga hal; pakaian yang terbuat dari campuran sutra, pelana sutra yang berwarna merah tua, dan berpuasa di bulan Rajab seluruhnya.”

 

فَقَالَ لِي عَبْدُ اللَّهِ أَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ رَجَبٍ فَكَيْفَ بِمَنْ يَصُومُ الْأَبَدَ وَأَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ الْعَلَمِ فِي الثَّوْبِ   فَإِنِّي سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا يَلْبَسُ الْحَرِيرَ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ فَخِفْتُ أَنْ يَكُونَ الْعَلَمُ مِنْهُ وَأَمَّا مِيثَرَةُ الْأُرْجُوَانِ فَهَذِهِ مِيثَرَةُ عَبْدِ اللَّهِ فَإِذَا هِيَ أُرْجُوَانٌ

 

Abdullah bin ‘Umar berkata kepadaku; ‘Mengenai berpuasa di bulan Rajab yang telah kamu singgung tadi, maka bagaimana dengan orang yang berpuasa selama-lamanya? Adapun mengenai campuran sutera pada pakaian, maka sebenarnya aku pernah mendengar Umar bin Khaththab berkata; ‘Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: ‘Sesungguhnya orang yang memakai kain sutra, niscaya ia tidak akan mendapat bagian di akhirat kelak.’ Oleh karena itu, saya khawatir kalau-kalau sutera pada kain itu termasuk bagian darinya. Sedangkan mengenai pelana sutra yang berwarna merah tua, maka ketahuilah bahwasanya itu adalah kasur ‘Abdullah yang ternyata berwarna merah tua.

 

 

فَرَجَعْتُ إِلَى أَسْمَاءَ فَخَبَّرْتُهَا فَقَالَتْ هَذِهِ جُبَّةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْرَجَتْ إِلَيَّ جُبَّةَ طَيَالِسَةٍ كِسْرَوَانِيَّةٍ لَهَا لِبْنَةُ دِيبَاجٍ وَفَرْجَيْهَا مَكْفُوفَيْنِ بِالدِّيبَاجِ فَقَالَتْ هَذِهِ كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتَّى قُبِضَتْ فَلَمَّا قُبِضَتْ قَبَضْتُهَا وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْبَسُهَا فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضَى يُسْتَشْفَى بِهَا

 

 

Lalu sayapun kembali kepada Asma’ binti Abu Bakar, untuk memberitahukan kepadanya tentang informasi yang telah saya peroleh. Tak lama kemudian ia memperlihatkan kepada saya sebuah jubah kekaisaran yang berwarna hijau dan berkerah sutera, sedangkan kedua sisinya dijahit dengan sutera seraya berkata; ‘Hai Abdullah, ini adalah jubah Rasulullah.’ Setelah itu, ia meneruskan ucapannya; ‘Jubah ini dahulu ada pada Aisyah hingga ia meninggal dunia. Setelah ia meninggal dunia, maka aku pun mengambilnya. Dan dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering mengenakannya. Lalu kami pun mencuci dan membersihkannya untuk orang sakit agar ia lekas sembuh dengan mengenakannya.” (Shahih Muslim, 10/411, no. 3855. Musnad Ahmad, 1/180, no. 176)

 

 

Kemudian hadits dari Zaid bin Aslam dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa Rajab. Beliau bersabda,

 

وَأَيْنَ هُمْ مِنْ صِيَامِ شَعْبَان؟

 

Di mana mereka dari puasa Sya’ban?” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 2/513, Musnad Ibnu Rahawaih, 3/954)

 

 

Dalam lafadz yang lain, “Diceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sebuah kaum yang melaksanakan puasa Rajab. Lalu beliau bersabda,

 

فَأَيْنَ هُمْ مِنْ شَعْبَان؟

 

Lalu di mana mereka dari puasa Sya’ban?”

 

Lalu Zaid berkata, “Puasa yang paling banyak dilaksanakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah puasa Sya’ban.” (Mushannaf Abdur Razaq, 4/292, no. 7858)

 

 

Demikian penjelasannya dan sudah tentu ada kekurangan mohon maaf. Namun jika dapat menambah wawasan, semoga memberi manfaat untuk kita semua. Wallahu’alam bishshawab. [ ]

 

*penulis adalah anggota Komisi Dakwah MUI Pusat dan anggota bidang Dakwah PB Matlaul Anwar

 

5

Red: admin

Editor: iman

903