Istri Tidak Nurut dan Sering Bertengkar, Apakah Boleh Bercerai ?

0
841

Assalamu’alaykum, Pak Aam. Saya seorang suami, beristrikan seorang wanita yang dikaruniai oleh Allah itu kecerdasan. Hingga beberapa kali mendapat kesempatan belajar di luar negeri. Istri juga mendapat kesempatan untuk bekerja di luar negeri yang tadinya saya menyetujui dengan syarta hanya satu tahun. Kali ini dia berangkat sama anak-anak. ternyata setelah setahun dia tidak ingin kembali kesini dengan alasan anak-anak betah dan disana mendapatkan pendidikan yang baik juga. Untuk perpanjangan ini saya tidak merestui tapi istri saya tetap disana dengan berbagai alasan, meskipun harus meninggalkan kewajiban sebagai seorang istri. Kami bertengkar sehingga mengancam pernikahan kami. Dengan keadaan seperti ini apakah saya harus bercerai atau diperbolehkan bercerai? Karen saya sebagai suami khawatir berdosa karena tidak bisa mengendalikan rumah tangga. Mohon nasihatnya ( F via fb )

 

 

Wa’alaykumsalm ww. Bapak ibu dan sahabat-sahabat yang dimuliakan Allah. Begini, menurut hemat saya ini kembali kepada kesepakatan Anda. Artinya, kalau istri Anda itu bisa punya kesempatan sekolah di luar negeri bahkan bisa bekereja disana, lalu istri membawa anak-anak untuk menyekolahkan disana tapi dengan perjanjian waktu.

 

Nah, sekarang istri Anda mengajukan perpanjangan, Anda tidak setuju dengan hal tersebut. Tetapi istri Anda punya pendapat lain. Dia disana lebih memerhatikan kelangsungan pendidikan anak-anak dan masa depannya. Bagaimana coba Anda musyawarahkan dengan hati dan pikiran jenih dan jangan emosi dulu.

 

 

Coba dipikirkan dari sisi kepentingan dan masa depan anak-anak. Artinya coba kesampingkan ego masing-masing sebagai suami atau istri tapi perhatikan anak-anak. Apakah Anda harus bercerai atau melanjutkan pernikahan itu lebih dikembalikan kepada musyawarah Anda dengan istri.

 

 

Pikirkan lagi apakah bercerai akan menyelesaikan masalah? Atau Anda bersabar dan mengalah sementara waktu. Ya tentu saja semua ada plus minusnya. Bercerai mungkin akan selesai masalah satu tapi bisa jadi muncul masalah baru, khususnya kondisi psikogis anak-anak.

 

 

Anda bersabar dan mengalah sementara waktu, memang bukan jaminan akan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Namun setidaknya Anda ada harapan untuk keadaan lebih baik. Sambil mencari solusi terbaiknya, apakah Anda menyusul misalnya.

 

 

Kalau bicara jaminan tentu tidak ada jaminan. Siapa yang bisa jamin? Namun setidaknya kalau Anda musyawarahkan, diskusi, komunikasi lagi dengan istri sambil bersabar dan bertahan menurut hemat saya lebih ada harapan, dari pada langsung memutuskan bercerai.

 

BACA JUGA: Suami Ditinggal Mati Istri, Bagaimana Hukumnya Kalau Bertekad Tidak Akan Menikah Lagi?

 

Menurut hemat saya, ada beberapa langkah yang bisa Anda coba sebagai solusinya untuk tetap mempertahankan rumah tangga Anda. Ingat, Anda mempunyai anak dan harus memperhatikan kondisi psikologisnya jika Anda bercarai. Saran saya begini,

 

 

Pertama, coba Anda berempati dengan posisi istri Anda. Istri Anda secara akademik mungkin sukses sehingga dia mendapatkan kesempatan studi di luar negeri bahkan dia bisa mendapatkan pekerjaan dan menyekolahkan anak-anak dengan baik disana. Coba Anda bisa tidak memberikan lagi kesempatan 1 tahun. Untuk memahami pemikiran istri Anda.

 

 

Atau yang kedua, coba pikirkan kira-kira agaimana kalau Anda menyusul. Posisinya jadi suami yang mendampingi istri. Sebab saya punya beberapa teman yang akhirnya suaminya bisa ikut kesana. Karena istrinya bekerja disana. Lalu suaminya resmi disana. Disana suaminya juga dapat pekerjaan. Tentu saja pekerjaannya tidak sebagus istrinya.

 

 

Nah coba bisa Anda pikirkan bisa gak menyusul kesana sebelum memutuskan dan memikirkan perceraian. Kira-kira bisa tidak kalau Anda yang menyusul kesana. Memungkinkan gak? Karena ada beberapa teman saya yang seperti itu. memang pekerjaannya tidak sebagus istrinya tetapi paling tidak mereka menjaga kebersamaan.

 

 

Jadi coba tidak berpikir pendek yang berujung pada perceraian. Ya itu memang bisa saja menjadi jalan terakhir setelah semua usaha dan upaya dicoba. Karena kata Nabi “Talak itu boleh, tetapi sangat dibenci oleh Allah SWT.” yang dimaksud dibenci oleh Allah apa? Yaitu berupaya dulu untuk tidak talak. Ketika rumah tangga tidak menumbuhkan mashlahat baru jalannya adalah perceraian.

 

Sebenarnya secara syariat dan psikologis rumah tangga atau hubungan suami istri Anda berdua tidak ideal lagi. Tinggal berjauhan, istri tidak bisa berbakti dan melayani suami. Komunikasi yang terhambat.

 

Kemudian disatu sisi, mohon maaf Anda juga tidak bisa memberi nafkah lahir maupun batin kepada istri. Pada Anda seorang suami dan memberi nafkah kepada istri dan anak-anak atau keluarga itu wajib.  Anda tinggal disini sementara istri diluar negeri belajar dan bekerja serta membiayai anak-anak Anda. Ini jelas kurang sehat dan tidak ideal.

 

Namun sekali lagi, sebelum memutuskan bercerai coba renungkan,pikirkan dan cari solusi lain. Jalin komunikasi dan musyawarah, diskusi dan tukar pendapat dengan istri secara lebih terbuka dengan hati dan pikiran yang jernih serta jauh dari emosi. Hindari saling menyalahkan dan merasa menang sendiri atau paling benar sendiri.

 

Jangan lupa libatkan Allah dalam menyelesaikan masalah rumah tangga Anda. Adukan semua masalah,banyak ibadah dan berdoa serta dekat diri kepada Allah. Minta petunjuk dari Allah jalan yang terbaik.

 

Kalau istri merasa keras hati, coba minta Allah yang melembutkan hatinya. Allah yang membolak balikkan hati maka bermohonlah kepada-Nya. Semoga Allah memberi petunjuk terbaik dan memberikan jalan terbaik bagi rumah tangga Anda. Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. [ ]

5

Editor: iman

Ilustrasi foto: pixabay

890

 

Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email:  [email protected]  atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .

 

Follow juga akun sosial media percikan iman di:

Instagram : @percikanimanonline

Fanspages : Percikan Iman Online

Youtube : Percikan Iman Online

Twitter: percikan_iman