Momen Hari Raya Idul Fitri, Hindari Riya dan Kepo

0
433

PERCIKANIMAN.ID – –  Apa yang paling Anda nantikan ketika Lebaran tiba? Memakai baju baru, menikmati aneka hidangan istimewa, atau mengenang masa lalu dalam acara kumpul keluarga besar?

 

 

Ketika masih kecil, kita mungkin senang mengenakan baju baru dan menikmati beragam kue Lebaran. Menginjak dewasa, kesenangan tersebut berganti menjadi kebutuhan untuk menceritakan–atau dalam bahasa yang lebih lugas, pamer–keberhasilan.

 

 

Ya, silaturahmi Lebaran kerap dijadikan ajang pamer keberhasilan, baik berkaitan dengan kuliah, karier, percintaan, keharmonisan rumah tangga, keturunan, kekayaan, dan lain sebagainya. Ada yang melakukannya tanpa sengaja, dan tidak sedikit yang memang melakukannya dengan sengaja.

 

 

Mungkin awalnya sekadar bertegur sapa dengan teman lama yang sudah sekian tahun tidak bersua. Kemudian, obrolan pun berlanjut pada pertanyan,

 

 

 

“Kerja di mana? Sudahkah menikah? Sudah punya anak berapa?”

 

 

 

Dan, pamer keberhasilan pun dimulai.

 

 

Ketika bertutur tentang serunya kuliah di universitas favorit, cerita tersebut seolah berkata, “Di kampung ini, hanya aku satu-satunya yang bisa kuliah di universitas ternama.” Ketika bertutur tentang pekerjaan di kota, cerita tersebut seolah berkata,

 

 

 

“Lihatlah aku. Aku sudah berhasil menaklukkan kejamnya Ibu Kota.”

 

 

 

Ketika bertutur tentang kecantikan istri yang baru dinikahi beberapa bulan yang lalu, cerita tersebut seolah berkata,

 

 

 

“Tidak semua pria bisa menaklukkan hati wanita secantik dia.

 

 

 

” Ketika bertutur tentang lucunya tingkah polah si kecil yang berumur tiga tahun, cerita tersebut seolah berkata, “Akulah ayah yang paling bisa mendidik dan membesarkan anak.”

 

 

Tidak berhenti di situ, kadang kita juga bertanya sesuatu yang pada gilirannya hanya bermaksud untuk lebih “menggosokkan” keberhasilan kita di muka lawan bicara. Kepada yang belum bekerja, kita bertanya, “Sudah kerja belum?” dengan nada yang seolah berkata,

 

 

 

“Salahmu sendiri dulu tidak masuk universitas favorit. Sekarang baru terasa, bukan, susahnya mencari kerja bagi lulusan universitas abal-abal?”

 

 

 

Kepada teman yang belum menikah, kita bertanya, “Kapan menikah?” dengan nada yang seolah berkata, “Jangan terlalu pilih-pilih, deh, wahai bujang lapuk.”

 

 

 

Kepada yang belum dikaruniai keturunan, kita bertanya, “Kapan nih mau punya momongannya?” dengan nada yang seolah berkata, “Kurang menguasai teknik, nih.

 

 

 

Atau, jangan-jangan salah satu dari kalian memang mandul.” Kepada yang belum berhasil membeli mobil untuk pulang kampung, kita bertanya, “Mudiknya pake motor?” dengan nada yang seolah berkata, “Nabung, dong. Masa kerja udah lama, tapi belum bisa beli mobil juga.”

 

 

Sekali lagi, aksi pamer tersebut mungkin tanpa sengaja kita lakukan. Namun, terlepas dari sengaja atau tidaknya kita memamerkan keberhasilan tersebut, hal itu nyatanya telah membuat minder dan menciutnya nyali lawan bicara.

 

 

 

Kalau yang diajak bicara dikaruniai hati yang bersih, tentu hal tersebut akan menjadi motivasi baginya untuk berkarya dengan lebih giat lagi. Namun, kalau yang menjadi lawan bicara “agak” kotor hati, maka hanya akan melahirkan iri dan dengki.

 

 

Jadi, satu hal yang tidak kalah penting untuk dipersiapkan ketika silaturahmi Lebaran adalah kebersihan hati. Buang jauh-jauh keinginan untuk pamer, apalagi riya. Alangkah ruginya jika di hari yang fitri kita habiskan untuk menumpuk penyakit hati.

 

 

Ingat, shaum yang kita lakukan selama sebulan penuh bertujuan untuk membebaskan kita dari penyakit hati. Kalau kemudian satu hari setelah selesai Ramadhan penyakit hati itu kambuh lagi, lantas apa arti shaum kita selama ini?. Wallahu’alam bishshawab. [ ]

5

Red: Muslik

Editor: Iman

Ilustrasi foto: pixabay

970

Follow juga akun sosial media percikan iman di:

Instagram : @percikanimanonline

Fanspages : Percikan Iman Online

Youtube : Percikan Iman Online