Ingin Membuatkan Akte Lahir Anak Angkat ? Perhatikan Dulu Yang Ini

0
390

PERCIKANIMAN.ID – – Mengadopsi atau mengangkat anak tentu perbuatan mulia dan dibolehkan dalam Islam. Namun sebaiknya Anda hak dan kewajiban anak angkat tersebut kepada orangtua angkatnya atau sebaliknya. Lalu bolehkah dibuatkan akta lahir atas nama orangtua angkatnya? Jika masuk dalam wilayah hukum maka sebaiknya Anda harus hati-hati dan cermat dalam bertindak. Perhatikan kisah berikut ini.

 

Keinginan yang begitu besar akan hadirnya seorang anak di tengah keluarga sering membuat pasangan suami istri salah langkah. Apalagi setelah ikhtiar berpuluh tahun, buah hati yang didamba tak kunjung hadir. Tengok saja kisah Tono dan Vira (bukan nama sebenarnya) berikut.

 

Menjelang tahun ketiga usia pernikahan, pasangan Tono dan Vira mulai gelisah. Pasalnya Vira sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Mereka pun mulai tanya sana-sini. Singkat cerita mulailah ia berkonsultasi dengan bidan di dekat rumahnya. Sejumlah anjuran sang bidan pun dilaksanakan dengan penuh ketekunan.

 

Namun, hampir menginjak satu tahun sejak pertama mereka datang ke bidan, rahim Vira tak juga berisi. Masih atas anjuran ibu bidan, mereka pun berkonsultasi kepada dokter kandungan. Tahun berganti. Ikhtiar pasangan ini belum juga membuahkan hasil. Dokter kandungan kemudian merujuk mereka kepada dokter kebidanan konsultan infertilitas.

 

Mereka pun dengan tekun mengikuti pemeriksaan demi pemeriksaan lanjutan. Sampai pada tahap anjuran pelaksanaan bayi tabung (IVF), hati mereka mulai kecut. Masalahnya, biayanya yang kelewat mahal. Untuk menjalani pemeriksaan demi pemeriksaan sebelumnya pun, mereka sudah merogoh saku cukup dalam.

 

Akhirnya, mereka berdua sepakat untuk menghentikan pengobatan secara medis. ”Sudahlah Vir. Toh kita sudah berusaha. Sekarang kita tinggal pasrah saja sama yang di atas,” ujar Tono berusaha menghibur istrinya.

 

Dua tahun mereka tidak melakukan ikhtiar medis, sampai akhirnya mereka sepakat untuk mengambil anak angkat. Maka, dari Pak Arie, teman sekantor Tono, mereka mendapat informasi tentang calon anak angkat itu.

 

”Saya kenal betul. Orangnya baik kok. Namanya Pak Edi. Anaknya lima. Sebagai buruh tani, keadaan ekonominya memang memprihatinkan. Waktu minggu lalu saya pulang kampung, Pak Edi dan istrinya bilang mau ’menitipkan’ bayinya pada orang yang mampu. Mereka bilang nggak bisa beli susu si bungsu yang baru berumur tiga minggu,” ujar Pak Arie saat Tono bercerita tentang niatnya mengambil anak angkat.

 

”Jangankan beli susu. Untuk beli beras saja kalang kabut. Itulah pula yang jadi penyebab ASI istrinya Pak Edi itu ’macet’, nggak keluar. Kurang gizi,” sambungnya pula.

 

Singkat cerita, Tono dan Vira mengambil si jabang bayi itu sebagai anak angkat mereka. Satu bulan jabang bayi itu berada dalam kehangatan kasih sayang Tono dan Vira.

 

”Pa, kita belum membuatkan akte kelahiran untuk Ela lho?” Vira mengingatkan suaminya.

”Iya nanti Papa urusin. Di akte itu, nama siapa ya yang dicantumkan? Nama kita atau nama Pak Edi dan istrinya?” tanya Tono.

 

”Ya jelas nama kita dong Pa! Kan kita yang mengurus dan membesarkan Ela. Trus, nama Ela juga sekalian aja diganti dengan Novi. Singkatan dari Tono dan Vira. Biar orang-orang yakin kalau Ela itu anak kandung kita,” pinta Vira bersemangat. Tono pun mengangguk-anggukkan kepalanya.

 

Sekilas, tak ada yang salah dengan petikan kisah di atas. Namun, bila kita perhatikan, tindakan Tono dan Vira untuk membuatkan akte kelahiran palsu jelas-jelas sebuah kesalahan besar. Terlebih lagi dengan diniatkan agar orang yakin bahwa bayi itu adalah anak kandung mereka.

 

Artinya, mereka tidak memiliki itikad untuk memberitahukan kepada anak angkatnya bahwa mereka bukanlah orang tua kandungnya. Hal seperti inilah yang lazim disebut dengan adopsi. Dalam Islam, pengadopsian seperti ini tidak diperkenankan karena memanipulasi garis keturunan (adopsi tertutup).

 

Hal ini akan mengakibatkan permasalahan yang sangat kompleks di kemudian hari dan juga menimbulkan perbuatan dosa tentunya. Bila anak adopsi tersebut perempuan, saat ia menikah, menurut hukum Islam pernikahannya menjadi tidak sah karena yang menjadi wali bukan ayah kandungnya.

 

Permasalahan lainnya adalah pernikahan saudara sesusu yang sangat mungkin muncul dengan metode adopsi ini. Selain jelas-jelas melanggar hukum Islam, pernikahan dengan saudara sesusu akan mempertinggi persentase anak terlahir dalam keadaan cacat karena struktur genetiknya mirip.

 

BACA JUGA: Status Anak Angkat Dalam Islam, Bagaimana Kedudukannya?

 

Selain adopsi tertutup seperi contoh di atas, ada pula yang dinamakan dengan adopsi terbuka. Yaitu dengan membuat akte adopsi melalui pengadilan negeri. Namun, sang anak tetap tidak diberitahu tentang siapa orang tua kandungnya.

 

Permasalahan yang muncul kemudian adalah saat anak mulai besar dan membaca akte tersebut. Tentunya sang anak akan sangat terpukul karena selama ini ia merasa telah dibohongi. Konflik pun pada akhirnya tak dapat dihindari.

 

Jalan yang terbaik adalah dengan mengangkat anak dan setelah anak mulai mengerti, orang tua angkatnya perlahan-lahan mulai memberitahu tentang siapa orang tua kandungnya sambil memberikan pengertian bahwa mereka semua menyayangi sang anak. Semoga bermanfaat. [ ]

 

Disadur dari buku Kehamilan Yang Didamba Ikhtiar Menggapai Dan Merawat Kehamilan karya dr. H. Hanny Ronosulistyo, Sp.OG(K)., M.M. dan Dr. Aam Amiruddin, M.Si.

5

Red: riska

Editor: iman

ilustrasi foto: pixabay

935