Istri Diminta Bekerja Di Luar Rumah Oleh Suami, Bagaimana Hukumnya?

0
708

Assalamu’alaykum Wr.Wb

Pak Aam, suami saya meminta membantu mencari nafkah kekluarga, sehingga saya harus berjauhan dengan suami. Bagaimana hukumnya?  Terima kasih (Dini by email)

 

Wa’alaykumsalam Wr.Wb

Perlu dipahami khususnya kaum laki-laki dan juga wanita bahwa yang berkewajiban mencari nafkah dalam keluarga adalah suami. Kewajian pokoh seorang istri adalah mengatur rumah tangga berikut mengasuh anak-anak. Namun baik suami maupun istri akan dimintai pertanggung jawaban dalam memimpin di rumah.

Di antara hak terbesar wanita yang menjadi kewajiban suaminya adalah nafkah. Nafkah, secara bahasa adalah, harta atau semacamnya yang diinfaqkan (dibelanjakan) oleh seseorang. Adapun secara istilah, nafkah adalah, apa yang diwajibkan atas suami untuk isterinya dan anak-anaknya, yang berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan, dan semacamnya. Nafkah bagi istri oleh seorang suami ini hukumnya wajib berdasarkan Al Qur`an :

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf”  (QS.Al Baqarah: 233)

Para mufasirin (ahli tafsir) sepakat bahwa yang dimaksud dengan “ayah” adalah seorang “suami” bagi istrinya dan “ayah” bagi anak-anaknya. Dengan demikian seorang harus menafkahi keluarganya yang layak sesuai dengan kemampuannya. Maksud sesuai dengan kemampuannya adalah tentu tidak bisa disamakan antara suami atau ayah A dengan penghasil X dengan suami B dengan penghasilan Y. Besar atau kecil itu relative, yang pokok adalah kewajiban suami menafkahi istri dan keluarga.

Mengenai bolehkah seorang istri bekerja membantu suami? Tentu itu dibolehkan, dengan catatan sekedar suami meminta bantuan untuk menambah penghasilan keluarga dan tidak begitu mengganggu kewajiban mengurus anak dan tanggung jawab istri lainnya. Yang tidak boleh itu bahkan bisa jatuh haram, jika Anda menjadi pencari nafkah utama dan suami leha-leha tidak bekerja. Dosa hukumnya ketika suami mengekploitasi istrinya.

Kemudian rumah tangga yang berjauhan itu tidak baik, kedepannya kurang sehat. Semisal kalau pulang satu minggu sekali itu masih wajar, namun kalau sampai berbulan-bulan bahkan tahunan itu tidak dianjurkan. Kondisi ini lambat laun akan mengganggu keharmonisan keluarga. Meski kebutuhan ekonomi terpenuhi namun ada sesuatu yang akan hilang yakni kerukunan dan keharmonisan keluarga karena salah satu sebabnya adalah komunikasi suami istri yang terganggu, berkurang bahkan jarang.

Meski secara umum seorang istri boleh keluar rumah baik untuk belajar atau pun bekerja namun tetap harus memenuhi syarat dan adab sebelum dan selama berada diluar rumah. Terkait dengan istri atau wanita yang keluar rumah untuk bekerja tentu harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Meski pun tidak ada dalil yang qath’i tentang haramnya wanita keluar rumah, namun para ulama tetap menempatkan beberapa syarat atas kebolehan wanita keluar rumah baik untuk belajar apalagi bekerja. Sebab memang ada peraturannya, tidak asal keluar rumah begitu saja, sebagaimana para wanita di dunia barat yang tidak punya nilai etika. Beberap syarat yang harus dipenuhi antara lain:

  1. Mengenakan pakaian yang menutup aurat

Menutup aurat adalah syarat mutlak yang wajib dipenuhi sebelum seorang wanita keluar rumah. Allah SWT telah berfirman dengan tegas di dalam Al-Quran:

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang-oarang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka“(QS Al-Ahzaab: 27)

Jika Anda bekerja dimana tempat tersebut ada laki-laki yang bukan muhrimnya maka menutup aurat ini menjadi syarat mutlak. Selain itu Anda tidak boleh bercampur apalagi sampai berdekatan yang dapat menimbulkan fitnah. Hal ini harus dihindari dan dijauhi.

  1. Tidak tabarruj atau memamerkan perhiasan atau kecantikan

Wanita yang keluar rumah dan menutup auratnya, juga tetap harus menjaga dandanannya. Dia dilarang memamerkan perhiasan dan kecantikannya, terutama di hadapan para laki-laki yang bukan muhrimnya:

Janganlah memamerkan perhiasan seperti orang jahiliyah yang pertama” (QS Al-Ahzaab: 33)

  1. Tidak melunakkan, memerdukan atau mendesahkan suara

Selain itu para wanita yang keluar rumah juga diharamkan bertingkah laku yang akan menimbulkan syahwat para laki-laki. Seperti mengeluarkan suara yang terkesan menggoda, atau memerdukannya atau bahkan mendesah-desahkan suaranya.

Janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melunakkan dan memerdukan suara atau sikap yang sejenis) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik” (QS Al-Ahzaab 32).

  1. Menundukkan dan menjaga pandangan

Wanita yang keluar rumah juga diwajibkan untuk menjaga pandangannya. Bukan hanya laki-laki saja yang haram jelalatan matanya, tetapi wanita juga haram lirak-lirik. Hal itu ditegaskan Allah Swt dalam firman-Nya:

Katakanlah pada orang-orang laki-laki beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya ……..”(QS. An Nuur: 30-31)

  1. Aman dari fitnah

Kebolehan wanita keluar rumah akan batal dengan sendirinya manakala ada fitnah, atau keadaan yang tidak aman. Hal ini sudah merupakan ijma` ulama. Syarat ini didapat dari hadits Nabi SAW tentang kabar beliau bahwa suatu ketika akan ada wanita yan berjalan dari Hirah ke Baitullah sendirian tidak takut apa pun kecuali takut kepada Allah Swt.

Sekiranya kepergian istri atau wanita keluar rumah baik untuk bekerja berpotensi akan menimbulkan fitnah yang lebih besar maka hal itu tidak dibenarkan. Mencegah timbulnya fitnah tentu lebih utama dari pada melakukan pekerjaan itu sendiri.

  1. Memperoleh izin dari orangtua atau suaminya

Pada dasarnya memang wanita harus mendapatkan izin suami jika ia telah berumah tangga atau izin dari orangtua jika masih gadis agar bisa keluar rumah. Hal ini sebenarnya sangat manusiawi sekali, tidak merupakan beban dan paksaan atau menjadi halangan.

Izin dari suami harus dipahami sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian serta wujud dari tanggung-jawab seorang yang idealnya menjadi pelindung bagi dirinya baik kehormatannya maupun keselamatannya. Semakin harmonis sebuah rumah tangga, maka semakin wajar bila urusan izin keluar rumah ini lebih diperhatikan.

Ini adalah yang paling sering luput dari perhatian para muslimah. Sebab sekali mereka ikut terjun dalam dunia aktifitas rutinitas, maka seolah-olah izin dari pihak orang tua maupun suami menjadi hal yang terlupakan. Padahal izin adalah hal yang perlu didapatkan dan tidak bisa disepelekan begitu saja. Namun tidak harus juga diterapkan secara kaku yang mengesankan bahwa Islam mengekang kebebasan wanita. Wallahu a’lam bishshawab. [ ]

 

Editor: iman

Ilustrasi foto: cupumanik

Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email [email protected]  atau melalui i Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .