Merasa Muak Dengan Penjajahan Israel, Pemuda Palestina Surati Donald Trump

0
364

PERCIKANIMAN.ID – – Sebuah surat datang dari Palestina untuk Presiden AS Donald Trump. Surat khusus itu ditulis oleh Issa Amro, aktivis HAM Palestina berusia 36 tahun dari kota Hebron, wilayah yang diokupasi Israel di Tepi Barat.

“Meski jarak kita terpaut ribuan kilometer dan kita tak pernah bertemu, nasib saya akan bergantung pada Anda,” kata Amro mengawali surat, seperti lansir aljazerah dan mengutip republika, Selasa (17/1/2017).

Ia mengingatkan bahwa dukungan diplomatik, ekonomi dan militer AS pada Israel membuat Zionis terus menjajah tanah Palestina. Aksi rasial dan rezim apartheid menjadi berkelanjutan.

Amro bercerita, sejak usia muda, setiap harinya ia harus berurusan dengan Israel. “Saya tidak menghabiskan waktu muda saya memikirkan karier atau berkeliling dunia, Israel menghambat masyarakat kami dalam dua hal itu,” kata Amro.

Israel juga menginginkan ia, keluarga dan rekan-rekannya pergi dari tanah mereka sendiri. Israel melakukan berbagai cara, seperi memblokir jalan ke permukiman Palestina. Mereka harus berjalan jauh dan menghadapi bahaya hanya untuk pulang lagi ke rumah.

Israel memblokir jalan ke pasar, sekolah hingga tempat-tempat publik. Israel juga sering menolak izin warga Palestina yang ingin bepergian ke jalan tertentu. Mereka tidak bebas pergi kemana pun. Jika pun ingin pergi, Israel tidak akan mengizinkannya.

Tak cukup pembatasan dari otoritas, para rakyat pemukim Israel menambah perih penderitaan di tanah sendiri. Para pemukim Yahudi sering menyerang mereka secara verbal. Mereka menghina bahkan mengancam nyawa.

“Saya dihentikan, digeledah dan dipukuli, kadang di rumah saya sendiri,” kata Amro. Lebih lanjut ia bercerita, tahun ini juga ia akan diadili di pengadilan militer karena sejumlah tuduhan semasa ia jadi aktivis HAM.

Ia terancam beberapa tahun penjara jika terbukti bersalah. Yang membuatnya takut adalah, ia akan kehilangan waktu berharganya dalam membela masyarakat Palestina saat ia hanya mendekam di penjara.

Ia juga takut apa yang dihadapinya akan membuat pejuang-pejuang muda Palestina takut membela negeri mereka sendiri. Ini adalah bentuk intimidasi sistematis Israel yang tidak pernah berakhir.

“Saya berharap cerita saya ini unik, tapi hampir 70 tahun, jutaan warga Palestina hidup di bawah kediktatoran brutal militer Israel itu,” kata Amro. Palestina bahkan tidak punya hak untuk protes meski damai.

Sebaliknya, Israel terus mencuri lahan Palestina dengan berbagai cara. Israel memenjarakan mereka yang menolak. Amro mengatakan padahal semua itu adalah pelanggaran berat di tanah Amerika.

Penduduk Palestina yang hanya 20 persen populasinya dari Israel menderita diskriminasi sistematis yang terus meluas. Hak-hak mereka dipreteli satu per satu. Di akhir suratnya, Amro membandingkan hidup Palestina dan AS.

“Di sana orang-orang hidup dalam komunitas beragam, banyak yang mengabdikan diri mereka bekerja untuk HAM dan kesetaraan, tapi kebijakan membuat mereka bebas,” kata Amro.

Amro mengaku terinspirasi setelah membaca kisah-kisah Nelson Mandela, Mahatma Gandhi dan Martin Luther King Jr. Cerita mereka membuat Amro ingin mengabdikan dirinya menggunakan metode non-kekerasan untuk memperjuangkan hak Palestina. Amro juga tidak lupa mencantumkan dukungan AS baru-baru ini pada Israel. Sebanyak 38 miliar dolar AS digelontorkan begitu saja untuk bantuan militer.

“AS menyeru kami melakukan protes damai, seperti yang selama ini kami lakukan. Tapi saat Israel melakukannya dengan kekerasan, AS tidak melakukan apa pun untuk kami,” kata Amro.

Ia menegaskan warga Palestina tidak menginginkan apa pun selain hidup bebas dan bermartabat. Agar bisa sekolah, bekerja dan melakukan apa pun tanpa larangan dan hambatan. Penduduk Palestina hanya ingin membesarkan anak mereka dan memberi masa depan yang sejahtera.

Amro memperingatkan jika Trump ingin membuat perkembangan untuk perdamaian wilayah. Maka AS harus memulainya dengan memperlakukan Palestina sama rata dengan Israel. AS harus mulai menekan Israel untuk menghormati hak warga Palestina.

“Itu adalah prinsip mendasar di negara besar Anda, semua orang sama rata. Kami juga menginginkannya sebagai fakta, bukan fiksi,” kata Amro mengakhiri suratnya. [ ]

 

Red: admin

Editor: iman

Ilustrasi foto: dailymail