Ingin Jadi Mutaqqin? Mulailah Kurangi Enam Kebiasaan Ini

0
982

PERCIKANIMAN.ID- Menjadi pribadi yang bertakwa kepada Allah Swt tentulah membutuhkan niat, kemauan dan ikhtiar yang kuat. Salah satunya ikhtiar yang dapat kita lakukan  adalah mulai meninggalkan perilaku dan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik.

Faktanya, di antara kita masih banyak hal-hal yang sia-sia yang sering kita lakukan.  Padahal,  kebiasaan ini seharusnya kita tinggalkan agar kita menjadi orang yang bertakwa atau muttaqin.

Apa sajakah perbuatan-perbuatan yang sia-sia tersebut? Berikut adalah enam perbuatan yang seharusnya dikurangi,  bahkan harus kita tinggalkan agar kita menjadi pribadi yang bertakwa.

1.Berkata yang tidak berfaedah

Sebuah hadits menyebutkan bahwa lebih baik diam daripada harus berkata sesuatu yang tidak berfaedah terlebih lagi berkata dusta atau bahkan fitnah. Saya tidak akan menyebutkan bahwa ibu-ibu lah yang kerap bergosip dengan tetangga sambil menawar beraneka ragam sayuran karena pada kenyataannya, bapak-bapak pun kerap melakukannya di tempat olahraga, pos ronda, atau semacamnya. Sebagian orang berpendapat bahwa tujuan bergosip lebih pada mendekatkan diri dan menambah keakraban dan bukan pada mencari fakta (benar atau salahnya) permasalahan yang diperbincangkan. Tetap saja, hal tersebut tidak bisa dijadikan pembenaran atas perilaku bergosip. Bukankah masih banyak cara untuk mendekatkan diri dengan tetangga? Salah satunya adalah dengan saling berkirim masakan antar tetangga. Ini justru dirasa lebih tepat sebagai usaha mendekatkan dan mengakrabkan diri dengan tetangga karena memang Rasul pun menyebutkannya dalam salah satu hadits.

2.Melamun

Kerasnya tekanan hidup manusia saat ini membuat sebagian orang memilih melamun untuk sejenak melepaskan diri dari berbagai persoalan yang tengah dihadapi. Seandainya aku kaya. Seandainya aku berparas menarik. Seandainya aku memiliki bentuk tubuh bak model-model di TV. Seandainya anak-anakku berprestasi. Seandainya pasangan hidupku mewarisi kekayaan yang tidak akan habis dimakan tujuh turunan. Seandainya dan seandainya. Demikianlah para pelamun lebih banyak menggunakan waktunya. Padahal, alih-alih melamun alangkah lebih baiknya waktu melamun tersebut dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang nyata yang berguna. Bukankah seorang dai kondang pernah berumpama bahwa lebih baik makan singkong tapi real atau nyata daripada makan roti tapi mimpi?

3.Tidur

Tidur adalah salah satu kebutuhan manusia yang tidak bisa tidak harus terpenuhi. Namun demikian, kebutuhan akan tidur kadang dijadikan alasan untuk bermalas-malasan. Pada hari minggu atau hari libur misalnya, kita berlindung di bawah alasan telah bekerja keras sepanjang minggu sehingga berhak memanjakan diri dengan tidur. Tidak! Tidur itu adalah kebutuhan yang wajid dipenuhi secukupnya saja dan bukan untuk memanjakan diri.

Mengenai tidur ini, banyak di antara kita yang salah menyikapinya saat shaum. Hanya karena ada sebuah keterangan yang menyatakan bahwa tidurnya orang yang shaum itu berpahala, maka ketika shaum lebih banyak waktu dihabiskan untuk tidur. Seharusnya logika tersebut dibalik, kalau saat tidur saja kita mendapatkan pahala, bayangkan betapa banyak pahala yang didapat ketika waktu tidur itu dimanfaakan untuk bertilawah, bershalawat, berzikir, serta shalat.

4.Rekreasi

Karena tujuannya adalah bersenang-senang, maka acara rekreasi keluarga sering disalahartikan. Tempat wisata yang dijadikan tujuan rekreasi kadang tidak difikirkan manfaat dan mudharatnya. Padahal, di tempat rekreasi, banyak sekali hal yang berpotensi melahirkan perbuatan dosa atau paling tidak masuk dalam katagori perbuatan sia-sia. Berwisata ke pantai (terlebih yang juga menjadi tujuan wisatawan mancanegara) misalnya, kita akan menemui banyak sekali pemandangan yang seharusnya tidak kita lihat. Tidak berlebihan kalau kemudian acara rekreasi yang dilakukan tidak lebih menjadi ajang menambah dosa. Naudzubillahi min dzalik.

Jadi, saat Anda merencanakan rekreasi keluarga bulan depan, sebaiknya pilihlah tempat wisata yang edukatif yang dapat menambah wawasan keilmuan seluruh anggota keluarga serta memupuk rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta.

5.Menonton TV

Kalau boleh jujur, apa yang bagus yang datang dari menonton siaran televise nasional kita? Hampir tidak ada! Siara televisi kita saat ini tidak ubahnya racun yang sedikit demi sedikit dapat membunuh karakter dan kepribadian bangsa. Ingat kasus teguran KPI pada sejumlah program yang hanya berpengaruh beberapa minggu (program tersebut tidak tayang) dan kemudian tayang kembali dengan nama yang sedikit diubah namun dengan konten yang itu-itu juga? Sepertinya, semboyan agar orangtua pandai memilihkan program yang sesuai untuk buah hati atau mendampingi buah hati manakalah menonton televisi adalalah usaha yang percuma. Toh semua tayangan yang ada hampir sama, entah itu menyajikan lelucon jorok, penyebarluasan aib, gaya hidup serta instan, kekerasan, serta pornografi terselubung. Jadi, tidak ada salahnya kita berhenti menonton televisi saat ini juga, bukan?

6.Memubazirkan harta/konsumerisme

Budaya konsumerisme sengaja dipropagandakan oleh kau kapitalis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Budaya konsumerisme pun dikemas dalam bentuk gaya hidup serta tren. Disebut kurang gaya atau kurang trendi orang-orang yang belum memiliki sejumlah barang konsumsi, baik pakaian, HP, atau kendaraan terbaru. Karenanya, kita pun berlomba-lomba untuk memilikinya dan tanpa sadar telah termakan propaganda konsumerisme. Dalam hal ini, umat Islam dilarang keras untuk memubazirkan harta (lihat caranya di Agar Anda Tidak Menyia-nyiakan Harta)atau membelanjakan harta pada barang-barang yang tidak terlalu diperlukan yang pada akhirnya hanya akan berakhir di gudang. Jika memiliki kelebihan harta, Islam mengajarkan kepada kita untuk membaginya kepada yang lebih membutuhkan dan hal itu akan lebih bermanfaat.  (Muslik)