Oleh: Sasa Esa Agustiana*
PERCIKANIMAN.ID – – Merasa tidak tenang dalam hidup ini, kira-kira apa penyebabnya? Manusia punya hati di dalam jasadnya, menjadi sensor segala perbuatannya,
“Sesungguhnya di dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila ia (segumpal daging) tersebut baik, baiklah seluruh jasadnya, dan apabila ia (segumpal daging) tersebut rusak (buruk), maka rusaklah (buruklah) seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati” (HR Ahmad)
Termasuk tipu daya setan untuk memalingkan hati manusia dari jalan Allah yang lurus,Allah Ta’ala berfirman,
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An’aam:112).
Syaithan berusaha menghiasi perbuatan-perbuatan bid’ah, dosa dan sesat tersebut sehingga terlihat indah dan baik di mata manusia, dengan mengesankan bahwa dengan mengerjakan amalan bid’ah tersebut hati menjadi tenang, Allah Ta’ala berfirman,
(8). أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا ۖ فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk (oleh syaithan) lalu ia menganggap perbuatannya itu baik, (sama dengan dengan orang yang tidak diperdaya syaithan?), maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS.Faathir:8).
Setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala wajib meyakini bahwa sumber ketenangan jiwa dan ketentraman hati yang hakiki adalah dengan shalat, berzikir kepada kepada Allah Ta’ala, membaca al-Qur’an, berdoa kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna nama-nama-Nya yang maha Indah, dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.Allah Ta’ala berfirman,
(28).الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS Ar-Ra’du:28).
Artinya: dengan berzikir kepada Allah Ta’ala segala kegalauan dan kegundahan dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan.Bahkan tidak ada sesuatupun yang lebih besar mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan bagi hati manusia melebihi berzikir kepada Allah Ta’ala.
Hendaknya seorang mukmin menyibukkan dirinya untuk meraih kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya dengan melakukan shalat secara benar dan khusyu’. Dengan demikian, ia merasa tenang ketika berhadapan dengan Rabb-nya.
Hatinya menjadi tenteram, lalu diikuti ketenangan dan ketenteraman tersebut oleh seluruh anggota tubuhnya yang taat pada perintahNya. Dari sini, ia akan merasakan kedamaian hati dan ketenangan jiwa yang luar biasa. Dia memuji Rabb dengan segala macam pujian di dalam shalat,dan di luar shalatnya.
Bahkan, ia berkata kepada Rabb hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan). Dia memohon kepada Rabb-nya segala kebutuhannya. Dan yang terpenting dari seluruh kebutuhannya adalah memohon untuk istiqamah (konsisten) di atas jalan yang lurus. Yang dengannya terwujudlah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dia pun berkata Tunjukilah kami jalan yang lurus. Dia mengagungkan Rabb-nya saat ruku’ dan sujud, dan memperbanyak doa di dalamsujudnya.
Subhanallah indah dan agungnya komunikasi yang ia lakukan dengan Rabb-nya. Sebuah komunikasi yang mampu menumbuhkan ketenteraman dan kedamaian jiwa, sekaligus menjauhkan dirinya dari segala macam kegelisahan, keresahan, dan kesempitan hati dan jiwanya. Maka, tidak perlu heran, jika shalat ini merupakan penghibur dan penghias hati Rasulullah saw, beliau bersabda:”…dan telah dijadikan penghibur (penghias) hatiku (kebahagiaanku) pada shalat”
Salah seorang ulama Ibnul Qayyim berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”. Maka ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?” Ulama ini menjawab, “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”
Inilah makna ucapan yang masyhur dari Ibnu Taimiyyah, “Sesungguhnya di dunia ini ada jannnah (surga), barangsiapa yang belum masuk ke dalam surga di dunia ini maka dia tidak akan masuk ke dalam surga di akhirat nanti” Makna “surga di dunia” dalam ucapan beliau ini adalah kecintaan (yang utuh) dan ma’rifah (pengetahuan yang sempurna) kepada Allah swt (dengan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan cara baik dan benar) serta selalu berzikir kepada-Nya setiap saat.
Dihiasi perasaan tenang dan damai (ketika mendekatkan diri) kepada-Nya, serta selalu mentauhidkan (mengesakan)-Nya dalam kecintaan, rasa takut, berharap, bertawakkal (berserah diri) dan bermuamalah, dengan menjadikan (kecintaan dan keridhaan) Allah swt, satu-satunya yang mengisi dan menguasai pikiran, tekad dan kehendak seorang hamba. Inilah kenikmatan di dunia, yang tiada bandingannya yang sekaligus merupakan qurratul ‘ain (penyejuk dan penyenang hati) bagi orang-orang yang mencintai dan mengenal Allah Ta’ala.
Demikian pula jalan keluar dan penyelesaian terbaik dari semua masalah yang dihadapi seorang manusia adalah dengan bertakwa kepada Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya,
”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3).
Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah, serta menjauhi semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah swt., “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).Artinya: Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya (tafsir Ibnu Katsir)
Adapun semua bentuk zikir, wirid maupun shalawat yang tidak bersumber dari petunjuk Rasulullah saw, meskipun banyak tersebar di masyarakat muslim, maka semua itu adalah amalan buruk dan tidak mungkin akan mendatangkan ketenangan yang hakiki bagi hati dan jiwa manusia, apalagi menjadi sumber penghilang kesusahan mereka. Karena semua perbuatan tersebut termasuk bid’ah, perbuatan yang diada-adakan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw, yang jelas-jelas telah diperingatkan keburukannya oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,
“Sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat, dan semua yang sesat (tempatnya) dalam neraka” (HR Muslim)
Hanya amalan ibadah yang bersumber dari petunjuk al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari noda dosa dan maksiat yang mengotorinya, yang dengan itulah hati dan jiwa manusia akan merasakan ketenangan dan ketentraman. Allah Ta’ala berfirman,
“Sungguh Allah telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur-an) dan Al Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Rasul) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali ‘Imraan:164).
Makna “mensucikan (jiwa) mereka” adalah membersihkan mereka dari keburukan akhlak, kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya (hidayah Allah Ta’ala (Tafsir Ibnu Katsir). Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu (Al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS Yuunus:57).
Oleh karena itu, Rasulullah saw, menyebutkan perumpaan petunjuk dari Allah swt yang beliau bawa seperti hujan turunkan dari langit, karena hujan yang turun akan menghidupkan dan menyegarkan tanah yang kering, sebagaimana petunjuk Allah swt akan menghidupkan dan menentramkan hati manusia,sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,
“Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allah wahyukan kepadaku adalah seperti air hujan (yang baik) yang Allah turunkan ke bumi…“(HR Bukhari)
Ketenangan yang palsu, semu, menyesatkan, kalau ada kita menggantungkan diri pada harta, tahta, wanita, atau menggunakan zikir-zikir/wirid-wirid bid’ah. Kalaupun ada yang merasakan tenang hanya karena hal tersebut di atas, maka dapat dipastikan bahwa itu adalah ketenangan batin yang palsu,menyiksa dan semu, karena berasal dari tipu daya syaithan dan tidak bersumber dari petunjuk Allah swt dan Rasul-Nya.
Termasuk perangkap syaithan dengan menghiasi amalan buruk agar telihat indah di mata manusia. Allah Ta’ala berfirman,
“Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk (syaithan) lalu ia menganggap perbuatannya itu baik, (sama dengan dengan orang yang tidak diperdaya syaithan), maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS Faathir:8).
Artinya: syaithan menghiasi perbuatan mereka yang buruk dan rusak, serta mengesankannya baik dalam pandangan mata mereka.Allah Ta’ala berfirman, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An’aam:112).
Padahal semua ini justru merupakan bukti nyata kuatnya kedudukan dan tipu daya syaithan bersarang dalam diri mereka. Karena bagaimana mungkin syaithan akan membiarkan manusia merasakan ketenangan iman dan tidak membisikkan was-was dalam hatinya?
Dalam sebuah hadits shahih, ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membisikkan (dalam) diriku dengan sesuatu (yang buruk dari godaan setan), yang sungguh jika aku jatuh dari langit (ke bumi) lebih aku sukai dari pada mengucapkan/melakukan keburukan tersebut. Sabdanya juga, “Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar, segala puji bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan menjadi was-was (bisikan dalam jiwa)” (HR Ahmad). Dalam riwayat lain yang semakna, “Itulah (tanda) kemurnian iman”(HR Muslim)
Penolakan dan kebencian orang tersebut terhadap keburukan yang dibisikkan oleh setan itulah tanda kemurnian iman dalam hatinya. karena syaithan ingin merusak iman orang tersebut dengan godaannya (Ibnul Qayyim).
Adapun hati yang rusak dan kosong dari keimanan karena jauh dari petunjuk Allah swt,,maka hati yang gelap ini terkesan “tenang” dan “aman” karena hati ini telah dikuasai oleh syaithan, dan tidak mungkin “pencuri akan mengganggu dan merampok di sarangnya sendiri”. Wallahu’alam. [ ]
*penulis adalah ibu rumah tangga, pegiat dakwah dan penulis buku
5
Red: admin
Editor: iman
930.