Oleh: KH.Drs.Abdurrahman Rasna, MA*
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلهِ, الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْإنْسَانَ وَعَلَّمَهُ الْبَيَان, الَّذِيْ جَعَلَ الْعِلْمَ سَبَبَ لِصِحَّةِ الْإِسْلَامِ وَالْإِيْمَانِ, أَشْهَدُ أَنْ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْحَلِيْمُ الْمَنَّا ن, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ أَظْهَرَ ألدِّيْنَ الْحَقِّ عَلَى السَّا ئِرِ الْعَدْيَان, اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ الْعَدْنَان, وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُمْ بِإِحْسَا نٍ إِلَى يَوْمِ يُحْشَرُ الْإِنْسَان, أمَّا بَعْدُ, فَيَآأَيُّهَا الْإِخْوَان, رَحِمَكُمُ الله, أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْن, قَالَ اللهُ تَعَلَى: أَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ, بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَا تِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْأً وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَ بْصَارَوَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (النحل:78).
Maasiral Muslimin Jamaah Jumah Rahimakumullah
Pada kesempatan khutbah ini, mari kita memantapkan kembali kualitas ibadah kita kepada Allah Swt. Dengan secara sungguh-sungguh kita melaksanakan segala apa yang diperintahkan oleh Allah berupa al-ma’murat (hal yang diperintahkan) al-wajibat (hal-hal yang memang harus kita lakukan) maupun al-mandubat (hal-hal yang dianjurkan) yang sebaiknya kita lakukan.
Meninggalkan segala hal yang dilarang, al-manhiyat. Apakah al-manhiyat ini al-muharramat (hal-hal yang harus kita tinggalkan) maupun hal-hal yang sebaiknya kita tinggalkan, dalam bahasa hukum disebut al-makruhat, hal-hal yang dimakruhkan. Maa yaqtadhi iqtidho’an tarkihi ghaira jazimin, sesuatu yang sebaiknya kita hindari dan tinggalkan.
Inilah sesungguhnya yang menjadi inti ketakwaan kita kepada Allah. Menjadi modal dan kapital kita untuk bisa mendapatkan kebahagiaan dalam hidup di dunia ini, maupun dalam kehidupan di akhirat nanti.
Maasiral Muslimin Rahimakumullah
Salah satu keunggulan manusia dipilih oleh Allah menjadi khalifatullah fi al-ardh, karena manusia mempunyai kompetensi, punya kemampuan, ilmu. Karena ilmu itulah kemudian Allah memilih Adam dan seluruh anak keturunan Adam ini, manusia, diberikan mandat dan ditugasi Allah sebagai khalifatullah fi al-ardh. Sebagai mandataris Allah, sebagai petugas Allah, yang diberikan otoritas dan kewenangan untuk melakukan al-istikhlaf wa al-isti’mar, melakukan pengelolaan pemanfaatan terhadap seluruh alam semesta ini.
Bukan malaikat, karena malaikat tidak punya kompetensi ini. Meskipun malaikat, wa nahnu nusabbihu wa nuqaddisu laka, meskipun malaikat mempunyai tingkat ketaatan yang luar biasa. Dan itu tentu saja malaikat mempunyai ketaatan yang penuh, tidak mungkin berbuat maksiat karena Allah menciptakan malaikat dari dimensi yang tunggal tanpa diberikan dimensi syahwat.
Manusia ini dipilih, karena manusia diberikan oleh Allah ilmu pengetahuan ini. Ketika kita masuk dan berada di lingkungan pesantren, Maka sesungguhnya kalian berada dalam tempat yang memperkuat terhadap fungsi khalifatullah fi al-ardh itu secara utuh.
Konsep yang dikembangkan di tengah-tengah pesantren sejatinya adalah konsep sebagai berikut :
Pertama, membangun manusia seutuhnya.
بسطة فى العلم والجسم
( Basthotan fi al-‘ilm wa al-jism). Sebagai prasyarat untuk menjadi seorang pemenang, seorang juara, seorang yang mampu melaksanakan tugas
خليفة الله فى الارض
(khalifatullah fi al-ardh) di antaranya adalah harus memiliki kemampuan basthotan fi al-‘ilm wa al-jism yang kuat. Intelektualitasnya harus kuat, wa al-jism secara fisik dan karakternya juga harus kuat.
Yang kedua , harus mempunyai
ذو قلب سليم
(dzu qalbin salim). Punya hati yang sehat, punya jiwa yang betul-betul disinari oleh nilai-nilai agama, oleh karakter yang hebat, dan itu hanya berada di tengah-tengah pondok pesantren.
Pendidikan kita saat ini pada umumnya hanya mengajarkan orang untuk pintar. Kalau pintar, barangkali tidak terlalu sulit, karena hanya memberikan sesuatu yang berkaitan dengan kognitif, kemampuan ilmu, kemampuan yang bersifat empirik. Semuanya ada standar dan dasarnya, mudah untuk diberikan. Guru mengajarkan sesuatu, gampang. Karena kurikulum, kisi-kisinya, sudah ada.
Tetapi untuk membentuk qalbun salim ini tidak bisa diajarkan. Qalbun salim itu harus melalui proses tarbiyah, melalui pendidikan. Pendidikan itu adalah contoh. Pendidikan itu adalah pembiasaan. Lalu menumbuhkan apa yang disebut karakter yang kuat.
صفة راسخة فى القلب التى تصدر ان الافعال بلا روية ولا فكر
(Shifatun rasikhoh fi al-qalbi allati tashduru anna al-af’al bi la rawiyyatin wa la fikrin).
Ada jiwa dan karakter yang kita bentuk di tempat (pesantren) ini, Yang tidak bisa dilakukan semua orang. Pendidikan kita tidak bisa melakukan semua itu dan Pesantren bisa melakukannya Karena di Pesantren para santri dilatih dalam semua halnya. Semua menjadi pelajaran. Ketika anda harus bersusah-susah antri makan. Maka antri itu sesungguhnya bagian dari mendidik anda untuk bagaimana bisa punya sikap disiplin. Antri mandi juga demikian.
Bagaimana anda punya karakter untuk berkawan dengan baik. Bersosialisasi dengan baik. Itu semua hanya bisa dilakukan dengan proses yang bersifat مباشر(mubasyir), ‘
yang mengalami’. Yang Tidak bisa diajarkan dengan satu teori dan definisi , tetapi santeri langsung mengalami, mubasyir. Seperti model ibadah puasa, mubasyir. Kita langsung merasakan dahaga, dan lapar.
Pesantren ini mubasyir direct. Anda diajarkan secara langsung, tidak hanya dibangun secara kognitif tetapi anda dibangun karakternya untuk menjadi orang yang kuat, قوي امين (qawiyyun amiin). Yang punya kemampuan secara ilmu, kemampuan secara fisik, dan kemampuan secara karakter. Serta Integritas yang kuat. Sehingga ketika anda berilmu, jadi ‘apa’ pun, anda dalam kekuatan yang dibimbing oleh karakter dan akhlak ini.
Oleh karena itu, maasyiral muslimin rahimakumullah
Islam tidak pernah membedakan. Dikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Yang dalam konsep Imam al-Ghazali, menuntut ilmu itu ada yang fardhu ‘ain dan ada yang fardhu kifayah. Karena Allah menugaskan kita ini secara integral,
خليفة الله فى الاض
(khalifatullah fi al-ardh). Dalam Mengelola ini, kita tidak hanya butuh mampu memahami agama, dalam arti ilmu yang bersifat qawliyyah. Tetapi, ilmu yang bersifat kauniyyah yang bersumber dari alam semesta ini juga harus kita pahami dengan baik, orang menyebutnya ‘ilmu umum’. Tidak ada sesungguhnya pemisahan itu (antara ilmu agama dan ilmu umum).
Semua orang harus memiliki kemampuan dasar yang dimiliki, tetapi potensi yang harus dikembangkan sebagai profesi itu berdasarkan bakat dan potensi tertinggi pada orang itu. Silahkan diantara jamaah ada yang menjadi dokter, dokter itu fardhu kifayah. Tapi sebagai seorang dokter, wajib mengerti cara shalat itu seperti apa, rukun dan syarat shalat kayak apa, yang membatalkan shalat itu apa, ini yang disebut (ilmu) fardhu ‘ain.
Ada yang menjadi ahli teknologi. Ahli teknologi pun wajib mengetahui. Siapa pun kita, ada ilmu fardhu ‘ain. Lalu ada (ilmu) fardhu kifayah. Fardhu kifayah itu adalah kecerdasan yang bisa berbeda antara satu dengan yang lain. Itulah yang menjadi skill, jadi kemampuan yang berbeda-beda dalam kehidupan ini.
Oleh karena itu, berbahagialah kita ketika Allah menunjukkan orang tua kita dan lalu kalian berada di tengah-tengah pesantren. Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk menjadi orang baik, itu cirinya senang ngaji (mau mengaji), mau berada di tempat yang baik. Nabi Muhammad Saw. bersabda;
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Man yuridillah, iradah Allah. Ketika Allah menghendaki seseorang untuk jadi orang baik maka orang itu akan diarahkan berada di tempat yang benar. Termasuk berada di tempat yang belajar ilmu agama ini atau pesantten. Oleh karena itu, kesempatan dan peluang yang sangat luar biasa dan sangat agung ini, bagi yang baru menginjakkan kaki di tengah-tengah pesantren ini, harus memahami bahwa ada tugas yang besar dengan tantangan yang besar.
Dalam diri kita harus di bangun secara utuh, kita harus pintar dan benar, harus berkarakter, berakhlak, harus kuat, dalam segala hal yang terkait dengan hal-hal yang menjadi kebutuhan dalam hidup ini. Leadership kita, jiwa kepemimpinan kita harus kuat. Karena dididik bukan untuk menjadi tukang.
Kalau anda bisa mengajar, jangan jadi tukang mulang (mengajar). Tapi bagaimana mengembangkan ilmunya itu menjadi sesuatu yang luas. Dan meluaskan apa yang kita punya itu, kata kuncinya adalah kemampuan di dalam leadership, kemampuan di dalam memahami kehidupan ini secara luas dalam konsep kepemimpinan dan manajemen yang baik.
Ma’syiral muslimin Rahimakumullaah
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan ma’unah dan taufiq-Nya. Istiqamah kita berada di tempat yang sangat mulia ini (pesantren). Allah memberikan keberkahan dan kemanfaatan, aamin ya rabba al-‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأٓيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم انَّهُ تَعَالى جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَؤُوْفٌ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
Khutbah ke 2 diserahkan kepada khatib masing-masing. [ ]
*penulis adalah anggota Bidang Dakwah PB Matla’ul Anwar (PB MA) dan Komisi Dakwah MUI Pusat
5
Red: admin
Editor: iman
890