Bolehkah Berwakaf Atas Nama Guru? Begini Penjelasannya

0
1261

PERCIKANIMAN.ID – – Wakaf termasuk amal ibadah yang dianjurkan dalam ajaran Islam. Amaliah ini bisa berupa harta benda baik uang tunai atau harta lainnya tanah dan sebagainya. Amaliah wakaf sendiri telah disyari’atkan Islam semenjak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, dan kemudian dilanjutkan oleh para sahabatnya serta para pengikutnya yang setia. Sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata

 

 

أَصَابَ عُمَرُ بِخَيْبَرَ أَرْضًا فَأَتَى النَّبِيَّ فَقَالَ أَصَبْتُ أَرْضًا لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ مِنْهُ فَكَيْفَ تَأْمُرُنِي بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا , فَتَصَدَّقَ عُمَرُ , أَنَّهُ لَا يُبَاعُ أَصْلُهَا وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ , فِي الْفُقَرَاءِ وَالْقُرْبَى وَالرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالضَّيْفِ وَابْنِ السَّبِيلِ , لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ أَوْ يُطْعِمَ صَدِيقًا غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ فِيهِ

 

 

“Umar Radhiyallahu ‘anhu telah memperoleh bagian tanah di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata,”Aku telah mendapatkan bagian tanah, yang saya tidak memperoleh harta selain ini yang aku nilai paling berharga bagiku. Maka bagaimana engkau, wahai Nabi? Engkau memerintahkan aku dengan sebidang tanah ini?” Lalu Beliau menjawab,”Jika engkau menghendaki, engkau wakafkan tanah itu (engkau tahan tanahnya) dan engkau shadaqahkan hasilnya,” lalu Umar menyedekahkan hasilnya. Sesungguhnya tanah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwaris, tetapi diinfakkan hasilnya untuk fuqara, kerabat, untuk memerdekakan budak, untuk kepentingan di jalan Allah, untuk menjamu tamu dan untuk ibnu sabil. Orang yang mengurusinya, tidak mengapa apabila dia makan sebagian hasilnya menurut yang makruf, atau memberi makan temannya tanpa ingin menimbunnya.” [HR Bukhari no. 2565, Muslim 3085].

 

 

Dalam sebuah keterangan Imam Nawawi berkata : Hadits ini menunjukkan asal disyari’atkan wakaf. Dan inilah pendapat jumhurul ulama’, serta menunjukkan kesepakatan kaum muslimin, bahwa mewakafkan masjid dan sumber mata air adalah sah. [Lihat Syarah Muslim, 11/86].

 

 

Dalil dari hadits yang lain, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu berkata: لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ الْمَدِينَةَ أَمَرَ بِبِنَاءِ الْمَسْجِدِ وَقَالَ يَا بَنِي النَّجَّارِ ثَامِنُونِي بِحَائِطِكُمْ هَذَا ؟ قَالُوا : لَا ,وَاللَّهِ لَا نَطْلُبُ ثَمَنَهُ إِلَّا إِلَى اللَّهِ

 

Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di Madinah, Beliau menyuruh agar membangun masjid. Lalu Beliau berkata,”Wahai, Bani Najjar! Juallah kebunmu ini kepadaku!” Lalu Bani Najjar berkata,”Tidak kujual. Demi Allah, tidaklah kami jual tanah ini, kecuali untuk Allah. [HR Bukhari].

 

 

Berdasarkan hadits di atas, jelaslah bahwa Bani Najjar mewakafkan tanah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sala untuk dibangun masjid, dan wakaf termasuk amal jariyah (yang mengalir terus pahalanya).

 

 

Berikutnya keutamaan berwakaf ini seperti disampaikan Syaikh Abdullah Ali Bassam berkata: Wakaf adalah shadaqah yang paling mulia. Allah menganjurkannya dan menjanjikan pahala yang sangat besar bagi pewakaf, karena shadaqah berupa wakaf tetap terus mengalir menuju kepada kebaikan dan maslahat.

 

 

Adapun keutamaannya, (meliputi): Berbuat baik kepada yang diberi wakaf, berbuat baik kepada orang yang membutuhkan bantuan. Misalnya kepada fakir miskin, anak yatim, janda, orang yang yang tak memiliki usaha dan perkerjaan, atau untuk orang yang berjihad fi sabilillah, untuk pengajar dan penuntut ilmu, pembantu atau untuk pelayanan kemaslahatan umum.

 

 

Kebaikan yang besar bagi yang berwakaf, karena dia menyedekahkan harta yang tetap utuh barangnya, tetapi terus mengalir pahalanya, sekalipun sudah putus usahanya, karena dia telah keluar dari kehidupan dunia menuju kampung akhirat.

 

 

Lalu bolehkah berwakaf atas nama guru yang telah mendidik kita? Apa saja syarat dalam berwakaf? Bolehkan berwakaf langsung kepada seseorang tanpa melalui Lembaga? Apakah wakaf perlu dituliskan atau diikrarkan ?

 

Untuk mendapatkan penjelasannya bapak ibu dan sahabat-sahabat sekalian bisa simak jawaban dari guru kita ustadz Aam Amiruddin dalam video berikut ini. Silakan simak:

 

 

Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishshawab. [ ]

5

Red: admin

Editor: iman

Video: tim official

936

Sampaikan pertanyaan Anda melalui WA: 081281818177 atau alamat email: [email protected]  atau inbox melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .