MUI Minta Israel Diseret ke Pengadilan Internasional Atas Kejahatan pada Palestina

0
738
Sejumlah pemuda di wilayah Syeikh Jarrah Palestina menghadang tentara Israel ( foto: ap )

PERCIKANIMAN.ID — Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masyarakat dunia memperkuat aliansi demi mendorong agar Israel diberi sanksi internasional atas berbagai tindakan kekerasan serta kolonialisme terhadap bangsa Palestina.

 

 

“Masyarakat sipil di negara manapun perlu memperkuat aliansi mendorong agar Israel diberi sanksi internasional,” ujar Ketua MUI Bidang Kerja Sama Luar Negeri dan Hubungan Internasional MUI Sudarnoto Abdul Hakim dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, seperti dikutip dari republika.co.id, Jumat (21/1/2022).

 

 

Sudarnoto mengatakan, terorisme adalah musuh nyata setiap orang dan negara manapun. Karena itu perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Palestina terhadap kezaliman teroris rezim Israel dan zionis adalah langkah berani dan terhormat.

 

 

“Mereka adalah pahlawan. Karena itu, negara-negara manapun harus juga bertekad melawan dan memerangi terorisme,” kata dia.

 

 

Di satu sisi, MUI mendesak Amerika yang memelopori ‘lawan terorisme’ haruslah berada di garda depan menghentikan tindakan kolonialisme Israel. Amerika juga seharusnya memelopori perubahan konstruktif PBB agar lembaga dunia ini benar-benar berdaya menghentikan genosida di Palestina.

 

 

“Seret Israel ke pengadilan internasional atas semua kejahatan dan pelanggaran berat HAM yang telah berjalan bertahun-tahun,” kata dia.

 

 

Untuk itu, MUI meminta dan mendukung sepenuhnya upaya Pemerintah Indonesia membela rakyat dan bangsa Palestina sesuai amanah Pembukaan Undang-Undang Dasar. Menurutnya, ketegasan pemerintah dibutuhkan sehingga tidak ada pejabat tinggi negara, aktor dunia usaha, tokoh publik, dan warga Indonesia yang melakukan hubungan dan menerima ajakan membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

 

 

“Jangan khianati amanah Pembukaan Undang-Undang Dasar, dukung dan bantu terus perjuangan rakyat dan bangsa Palestina,” kata dia.

 

Sebelumnya, Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia mengutuk aksi brutal tentara Israel yang menghancurkan rumah dan mengusir warga sipil Palestina di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur.

 

 

“Untuk kesekian kalinya, kekuatan pendudukan Israel dan pasukannya melakukan aksi rasialis dan brutal terhadap rumah warga sipil Palestina yang sudah ditempati sejak lama serta menahan pemiliknya,” ujar Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad.

 

 

Ia mengatakan inti dari operasi pembersihan etnis yang dilakukan oleh pasukan pendudukan dan polisinya terhadap warga Palestina adalah mengosongkan kota Yerusalem dari warga aslinya. Menurutnya, aksi-aksi keji dan ilegal yang dilakukan Israel dengan dalih yang mengada-ada akan merusak iklim perdamaian.”Ini kejahatan perang yang tidak bisa dibiarkan terus berlanjut,” kata dia.

 

 

Israel telah banyak dikritik karena pembongkaran sebuah rumah warga Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur. Salah satunya kelompok Palestina dan organisasi hak asasi internasional yang menyebut penghancuran rumah keluarga Salhiya, yang menyebabkan 18 orang kehilangan tempat tinggal termasuk anak-anak sebagai kejahatan perang.

 

 

Dilansir dari Middle East Eye, Rabu (19/1/2022), pembongkaran rumah warga palestina dilakukan oleh operasi keamanan besar-besaran Israel. Mereka menggerebek rumah Mahmoud Salhiya dengan kekerasan sebelum menangkapnya bersama sejumlah kerabat dan pendukungnya.

 

 

Ini mengikuti perintah pengusiran oleh pemerintah kota Yerusalem Israel yang berpendapat bahwa Salhiya tidak memiliki hak atas tanah itu.

 

 

“Kami memiliki rumah itu dan tinggal di dalamnya selama beberapa generasi sejak mereka diusir oleh milisi Zionis dari Ein Karem pada tahun 1948 selama Nakba Palestina atau bencana ketika sekitar 750 ribu orang Palestina dipindahkan dengan kejam untuk mendirikan negara Israel,” kata Mahmoud Salhiya.

 

Sementara itu, Human Rights Watch (HRW) menyebut pengusiran Salhiya dan penghancuran rumah mereka sebagai kejahatan perang.

 

 

“Orang-orang Salhiya diusir dari rumah mereka di Ein Karem selama Nakba pada tahun 1948 dan dilarang di bawah hukum Israel untuk mengklaimnya kembali. Tindakan kejam ini mengubah Salhiya menjadi pengungsi dua kali. Seperti inilah penganiayaan,” kata Direktur HRW Israel dan Palestina Omar Shakir. [ ]

5

Red: admin

Editor: iman

935