Alasan Orang Berbohong, Ini Yang Harus Diwaspadai

0
949

PERCIKANIMAN.ID – – Tidak bisa dipungkiri, meskipun hanya sekali, kita pasti pernah berbohong. Ada saja situasi yang membuat kita “memilih” untuk berbohong, seperti takut kehilangan muka atau karena ingin menjaga perasaan orang lain.

Padahal, berbohong sudah jelas dipahami bukan perbuatan yang baik untuk dilakukan. Baik agama maupun etika sepakat menganggapnya buruk dan berbuah dosa. Namun, karena sudah terlalu sering dilakukan, berbohong seakan menjadi “jamak” alias biasa.

Apalagi, sifatnya yang tersembunyi, membuat bohong tidak mudah untuk dilacak. Seseorang bisa dengan bebas melakukan kebohongan tanpa merasa berdosa.

Alasan Orang Berbohong

Banyak sekali alasan yang membuat seseorang berbohong. Namun, hal ini bukan berarti bohong adalah sesuatu yang boleh untuk dilakukan. Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh NIMH (National Institute of Mental Health) Amerika, diketahui bahwa dalam seminggu, orang berbohong terhadap tiga puluh persen orang dalam komunitasnya.

Para mahasiswa bahkan menunjukkan angka tiga puluh delapan persen. Artinya, dari seratus orang yang diajak berinteraksi dalam seminggu, mereka telah membohongi tiga puluh delapan orang di antaranya.

Sebenarnya, mengapa berbohong begitu sering untuk dilakukan? Ada beberapa faktor yang dianggap mendorong seseorang untuk berbohong, seperti faktor kepribadian yang memang cenderung “senang” berbohong, faktor sosial atau situasi yang “mengkondisikannya” untuk berbohong, dan faktor mengambil manfaat dari berbohong, baik untuk dirinya dan orang lain yang dibohonginya.

Orang yang berbohong karena faktor kepribadian disebabkan karena dirinya memiliki keinginan yang kuat untuk diperhatikan. Dia kemudian mengarang cerita agar orang-orang tertarik untuk memperhatikannya.

Dalam dunia psikologi, seseorang yang suka mengarang cerita untuk memperoleh perhatian dianggap menderita mythomania, yaitu sebuah kecenderungan patologis atau ketidakberesan mental.

Seseorang yang senang berbohong biasanya memiliki kepribadian yang manipulatif, lebih memperhatikan penampilan diri (secara psikis maupun fisik), dan sociable atau mudah bergaul atau akrab dengan orang lain.

Faktor sosial atau situasi yang “mengkondisikannya” untuk berbohong biasanya terjadi saat menghadapi seseorang dengan “derajat” atau pangkat yang lebih tinggi. Ketika berhadapan dengan atasan atau mertua, tentu kita cenderung “membaik-baikkan” mereka dengan cara berbohong.

Faktor mengambil manfaat untuk diri sendiri, misalnya karena ingin menyelamatkan muka atau terhindar dari malu, memperoleh untung, menjaga nama baik dan harga diri, menjaga perasaanorang lain, atau menyelamatkan diri dari masalah.

Sedangkan, faktor mengambil manfaat untuk orang lain, misalnya untuk melindungi orang lain dari perasaan tidak nyaman, seperti sakit hati atau malu, untuk menyenangkan orang lain, atau melindungi orang lain dari hal-hal yang akan membahayakannya.[ ]

*Sumber: disarikan dari buku “ Ketika Dosa Tidak Dirasa ”  karya  Dr. H. Aam Amiruddin, M.Si

5

Red; admin

Editor: iman

840