Kisah Marbot: Bahagia Jika Para Jamaah Dapat Ibadah Dengan Nyaman dan Khusyuk

0
579

Kisah Ali Hartono Marbot As Sa’adah

 

PERCIKANIMAN.ID – – Menjadi seorang marbot pada awalnya tak pernah terpikirkan oleh Ali Hartono (42). Jika pada awalnya ia sering aktif di masjid itu, maka seiring perjalanan waktu rupanya hatinya tertarik untuk memelihara masjid itu. Walaupun secara ukuran duniawi disebut minim bahkan tak memberi apapun untuk dirinya, tapi demi pahala ia pun rela melakukannya

 

Bagi Ali, bulan Ramadhan ini jelas kesibukannya semakin meningkat jika hari-hari di luar Ramadan ia hanya mengurusi masjid pada setiap hari Senin dan Jumat saja apalagi akan melaksanakan Shalat Jumat, kini dilakukan setiap hari karena ada kegiatan Shalat Tarawih. Ali biasanya mempersiapkan karpet atau sajadah-sajadah yang akan digunakan untuk Shalat itu. Memang hal itu menuntut perhatiannya  dan tetap dengan senang hati Ali melakukannya.

 

“Di sinilah indahnya menjadi marbot walaupun pekerjaan itu seperti terlihat mudah tetapi pekerjaan itu membutuhkan perhatian yang lebih. Hingga untuk melakukan pekerjaan itu saya selalu dengan senang hati melakukannya karena selain akan mendapat pahala juga memberikan aktivitas yang menyenangkan,” jelas Ali membuka obrolan dengan penulis bada Ashar pada kesempatan tersebut.

 

Dulu, kata Ali, banyak yang aktif di masjid As Saadah yang terletak di Jalan Terusan Pasirkoja Gg Pasantren RT 03/10 Kelurahan Jamika Kecamtan Bojongloa Kaler, Kota Bandung tetapi untuk yang peduli serta mau memelihara masjid itu ternyata hanya beberapa orang hingga akhirnya karena aktivitasnya dan juga setelah berkeluarga satu persatu tak pernah ada lagi di masjid.

 

Ali kadang prihatin jika melihat masjid yang seharusnya bersih saat digunakan Shalat, ini malah terlihat kotor. Dari sanalah Ali tertarik untuk selalu membersihkan masjid demi kekhusyukan Shalat.

 

“Bukannya saya membanggakan apa yang saya kerjakan selama ini, tapi kadang profesi marbot dianggap sepele namun sebenarnya apa yang dilakukan itu sebenarnya bagian dari memakmurkan masjid juga. Bagaimana masjid akan terawat baik jika tak ada marbot yang mengurusnya,” tambah Ali.

 

Uniknya, Ali menjadi marbot tak sepenuhnya tinggal di masjid melainkan ia tetap tinggal di rumah warisan orangtuanya bersama isteri, anak dan juga keluarga dari adik-adiknya. Di luar profesinya sebagai marbot, Ali pun memiliki profesi sebagai penjual mainan dan alat-alat tulis keliling dan biasanya setiap hari Minggu ia pun berjualan di kawasan Tegallega, Kota Bandung. Bukannya ia menyepelekan profesi marbot itu tetapi karena kebutuhan hidup semakin hari semakin besar tentu saja ia pun butuh sumber pendapatan lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

 

“Alhamdulillah rezeki bagi keluarga saya selalu saja mengalir dan sedikit-sedikit bisa memenuhi kebutuhan harian dan bukan berjualan saja namun terkadang saya dan isteri dapat juga order untuk melipat dan mengelem kotak untuk sebuah produk  makanan. Tentu saja hal itu harus disyukuri bukankah kalau bersyukur maka nikmat yang ada akan bertambah untuk kita,” terangnya pada kesempatan tersebut.

 

Ayah empat anak ini menyadari jika memang kepengurusan di masjid tempat ia menjadi marbot selama ini secara kepengurusan memang ada tetap keaktifannya belum terasa denyutnya dan lebih terfokus kepada sosok seorang sesepuh di tempat itu sehingga secara pengelolaan masjid pun belum mampu dioptimalkan.

 

Karenanya tak mengherankan jika untuk memenuhi kebutuhan alat kebersihan atau kebutuhan lain kadang harus menunggu lama dan kadanghal itu membuat pekerjaannya menjadi tertunda. Masih menurut Ali, bukan saja yang dilakukannya memelihara masjid saja, kadang pekerjaan lain seperti menembok masjid, mengecat masjid, membetulkan bagian masjid yang rusak serta terkadang membuang barangkal dilakukannya pula dan dari pdekerjaan itulah makanya sering ada uang lebih yang diberikan kepadanya dari pengurus masjid.

 

“Terus terang walaupun tidak begitu besar bayaran yang saya terima tetapi jika ada pekerjaan semacam itu maka saya bisa mendapatkan penghasilan tambahan,” ungkap suami dari Henny Handayani (37).

 

Bagi Ali, memang secara ideal tentunya pengelolaan masjid yang ada seharusnya digarap dengan baik sehingga segala sesuatunya dapat dilakukan dengan baik. Memang kata Ali, selalu saja terjadi persaoalan klasik yang ada di masjid-masjid di mana terjadi saling tarik menarik kepentingan dalam berbagai hal.

 

Namun Ali tak mau terjebak oleh hal itu. Yang terpenting baginya adalah bagaimana ia bisa menjadi marbot yang baik di masjid itu bisa mendapatkan pahala dari apa yang dikerjakannya selama ini. Hingga ia pun menjelaskan jika ia pun sangat sibuk jika ada acara Tablig Akbar di masjid itu yang biasanya dilakukan setahun dua kali saat Maulid Nabi dan juga Nuzulul Quran. Karena kebetulan di masjid itu memiliki sound sistem sendiri dan juga kadang menambahnya dengan cara meminjam dari pihak lain, maka ia yang bertanggung jawab untuk hal itu.

 

“Ya kalau dikatakan saya kerjanya rangkap memang benar tetapi tak apa-apa asalkan hal tersebut memberikan sesuatu yang berarti bagi kegiatan yang dilakukan di masjid selama ini,” tegas pria yang berpenampilan sederhana ini.

 

Kecintaan Ali kepada masjid itu tak perlu diragukan lagi walaupun secara imbalan yang diterima kecil alias minim. Ali sepertinya sangat terikat sekali dengan masjid yang satu ini. Lelaki ini selalu menjadikan masjid tersebut sebagai lahan untuk mendapatkan pahala dan kebahagiaan ukhrowi yang nanti diterimanya.

 

Bukan itu saja, di saat banyak orang yang datang ke masjid Shalat berjamaah pun Ali sangat bahagia karena paling tidak apa yang dilakukannya dapat memberikan manfaat pula pada orang lain, setidaknya menyediakan kenyamanan bagi orang yang Shalat di masjid adalah keberkahan juga bagi dirinya.

 

“Ya barokah mengurus masjid itu kan untuk saya juga. Doakan saja saya istiqomah menjadi marbot di masjid ini,” pinta Ali.

 

Bagi Ali belum terbayangkan nasibnya di masa mendatang sebagai marbot masjid, tetapi Ali sangat yakin Allah selalu mendengarkan doa-doannya, bahkan selama ini Ali bersyukur dengan rezeki yang diberikan oleh Allah selama ini. Kendatipun mungkin tidak secara ideal seperti harapannya tetapi dengan rasa syukur ternyata semua itu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk membiayai sekolah anak-anaknya.

 

“Menjadi marbot itu sungguh sebuah kebanggaan tersendiri yang selalu tersimpan di dalam hati. Walaupun mungkin saya tak mendapat penghargaan khusus dari manusia, biarlah Allah yang memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada saya,” pungkasnya menutup obrolan menjelang senja. [ ]

 

5

Rep: deffy

Editor: iman

Foto: deffy

980

 

 

 

Follow juga akun sosial media percikan iman di:

Instagram : @percikanimanonline

Fanspages : Percikan Iman Online

Youtube : Percikan Iman Online