Hubungan Antara Ibadah dan Rezeki serta Kewajiban Atas Harta

0
784

PERCIKANIMAN.ID – – Bekerja adalah sebuah keniscayaan yang harus dilakukan orang dewasa khususnya bagi para kaum bapak (suami) sebagai salah satu ikhtiar untuk memenuhi hajatnya. Bekerja dan rezeki adalah saling bekerkaitan, untuk menjemput atau meraih rezeki yang Allah anugerahkan orang harus berikhtiar dengan bekerja.  Namun dalam ajaran Islam ternyata hubungan rezeki bukan sebatas dengan bekerja saja, melainkan bersanding erat dengan ibadah. Mengapa demikian? Sebab dalam Islam rezeki tak selamanya berkaitan dengan banyak atau berlimpahnya harta, melainkan ada keberkahan dan halal haramnya dalam memperolehnya.

Untuk itu sesibuk apa pun aktivitas kita dalam menjemput rezeki dengan bekerja jangan lupa dan sempatkan untuk ibadah. Jangan khawatir dengan “istirahat” untuk ibadah rezeki kita akan beralahi kepada orang lain, sebab Allah Swt telaj menjamin rezeki semua makhluk-Nya. Sejumlah ayat Al-Quran dan hadits berikut ini melengkapi dan mempertegas hal itu. Ada kaitan antara iman, takwa, ibadah, shalat, dan rezeki. Jika rezeki seret, mari introspeksi, istighfar, dan segera menuju ampunan Allah Swt.

Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.” (QS Al-A’raf : 96).

Dan sekiranya ahli kitab beriman dan bertakwa, tentulah kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah kami masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan-nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka.” (QS Al-Ma-idah:65-66).

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS Ath-Thalaq:2-3)

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS Thaha: 132).

Mempunyai harapan (raja’) adalah kekuatan batin orang beriman. Dengan beriman, takwa, ibadah, terutama sholat, Allah Swt sesuai dengan janji-Nya, tidak akan menahan rezeki kita. Jika rezeki seret, pailit, omzet menurun, bisnis lesu, dan sejenisnya, mari introspeksi diri: apakah ibadah kita menurun, sedekah menurun, zakatnya gak dibayar? Jika merasa sudah semua, apakah ikhlas?

Lalu bagaimana jika sudah mendapatkan harta dengan bekerja?. Bagi sebagian orang bekerja adalah cara untuk memperoleh harta dan menggunakannya dalam memenuhi semua hajatnya. Untuk itu tidak sedikit orang yang menjadikan harta sebagai alat untuk memenuhi segala kebutuhan untuk sekedar mendapa atau memperoleh kebahagian. Namun sebagai seorang yang beriman ada kewajiban yang harus dipenuhi atas harta yang telah Allah ‘titipkan’ kepada kita. Berikut kewajiban yang harus ditunaikan atas harta yang kita dapatkan atau miliki:

 

  • Pertama adalah mengeluarkan zakatnya.

Kebenaran akan eksistensi kewajiban ini sebagaimana ditegaskan Allah Swt sebagai berikut :

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku “(QS. Al Baqarah: 43)

Sebagai muslim harus mengerti dan meyakini bahwasanya zakat adalah termasuk kewajiban yang paling penting bagi kaum muslimin karena manjadi rukun Islam. Tetapi dalam kenyataannya masih banyak yang belum menunaikannya secara konsekuen dan disiplin. Sekiranya harta belum masuk waktu (haul) maupun jumlahnya (nisab) untuk berzakat maka masih ada kewajiban yang harus ditunaikan yakni infaq atau sedekah. Jika zakat ada takarannya maka tidak demikian dengan infaq atau sedekah.

  • Kedua, memberikan nafkah kepada istri, anak, maupun orang tua.

Lewat perantara orang tua, kita lahir ke dunia ini. Karena jerih payah dan jasa-jasa beliau berdua, agama mewajibkan anak-anak berbakti kepada dua orang tua yang populer dengan sebutan birr al-walidain. Manifestasi dari perintah ini bisa bermacam-macam seperti menghormati, menyayangi dan mencukupi kebutuhan hidup (nafkah) bila memerlukan. Anak yang belum dewasa menjadi tanggungan orang tuanya karena belum mampu menghidupi dirinya sendiri.

  • Ketiga, mencukupi kebutuhan pokok kaum dhuafa.

Keberadaan kaum dhuafa, fakir dan miskin adalah sunatullah sehingga dengan keberadaannya menjadikan kita berkesempatan untuk beramal. Kaum dhuafa tersebut kebutuhannya harus terpenuhi berupa sandang pangan dan papan (SPP) supaya dapat hidup secara manusiawi. Menurut para ulama, hal itu hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang kaya (al-aghnya) yang mempunyai kekayaan melebihi jumlah yang mencukupi untuk hidup selama satu tahun beserta seluruh anggota keluarga dan kerabat yang wajib dinafkahi.

Sedekah dan menyantuni kaum dhuafa, fakir dan miskin adalah ibadah social yang yang ditunaikan baik secara kemanusiaan maupun dalam ikatan persaudaraan muslim.

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujarat: 10)

Dianjurkan pula memperbanyak sedekah sunnah dengan mengutamakan kerabat, tetangga dan pihak-pihak yang lebih membutuhkan. Karena sikap dermawan sangat dianjurkan dalam Al-Quran sebagaimana termaktub dalam ayat ini :

Dan siapa yang terpelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)

Dan sebaliknya, kebakhilan merupakan perilaku yang dicela. Perhatikan ayat yang melarang akan perilaku itu :

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dan karunia-Nya menyangka hahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. “(QS. Ali Imran: 180)

Demikian pentingnya kita bekerja, beribadah dan kaitannya dengan kewajiban dalam menunaikan kewajibannya atas harta. Ingat, bahwa dalam harta kita ada hak orang lain yang harus dipenuhi. Allah Swt sengaja ‘menitipkan’ orang lain tersebut untuk kita tunaikan. Bekerja dalam rangka menjemput rezeki Allah adalah bagian dari ibadah, menunaikan kewajiban atas harta kita adalah bagian dari ibdah pula. [ Berbagai sumber]

 

Red: ahmad

Editor: iman

Ilustrasi foto: pixabay