PERCIKANIMAN.ID – – Seperti komputer, jiwa atau spiritualitas manusia juga terkadang ‘nge-hang’. Suatu ketika kita berada dalam sebuah situasi yang sangat membosankan, stagnan, dan monoton. Dalam keadaan seperti ini, jika tak lahir semangat baru untuk berbuat yang lebih baik, kemunduran akan terjadi. Karena stagnan itu sendiri merupakan sebuah ketertinggalan.
Komputer membutuhkan format ulang program untuk mengembalikan kualitas kinerjanya, sedangkan manusia membutuhkan recharge semangat, motivasi, serta inovasi, sehingga ia memiliki kekuatan yang baru untuk menjalani problematika hidup.
Berbicara mengenai motivasi adalah berbicara kebutuhan. Jika berbicara kebutuhan, kita akan dihadapkan pada aneka ragam kebutuhan manusia. Tentunya pembahasan mengenai kebutuhan teramat luas, namun jika mengutip pendapat Abraham H. Maslow, paling tidak kita bisa mengelompokkan kebutuhan manusia ke dalam empat kategori. Menurutnya piramid kebutuhan dasar manusia meliputi:
- Physiological Needs (seperti makan, munum, dan tempat tinggal)
- Safety Needs (perlindungan dari bahaya)
- Love/Social Needs (seperti menjadi anggota sebuah komunitas dan berteman)
- Esteem/Ego (seperti penghargaan, penghormatan, reputasi, pengakuan, serta pengertian/pengetahuan)
- Self Actualization (seperti pengembangan diri, kreativitas, dan kepuasan kerja)
Berangkat dari kebutuhan dasar manusia ini, motivasi manusia untuk mengubah atau meraih keinginannya bergantung pada level kebutuhan mana dia berada. Motivator seorang buruh bangunan adalah materi (dalam hal ini uang sebagai kebutuhan makan, minum, serta tempat tinggal) untuk tetap memacunya bekerja dengan baik. Hal ini tentu berbeda dengan seorang seniman, yang motivasi berkaryanya untuk mendapatkan pengakuan atas karyanya.
Motivasi pun berfluktuasi. Sebuah kalimat bijak menyatakan, “Lebih sulit mempertahankan (semangat atau motivasi) daripada membangun dan memulainya.” Menurut Prof. Dr. Hj. Zakiah Darajat, hal ini disebabkan oleh penetapan tujuan yang tidak jelas.
Kalau kita ingin membuat sebuah buku, tetapkanlah berapa lembar yang harus Anda tulis dalam sehari. Kalau Anda ingin mengkhatamkan Al Quran selama sebulan, tetapkanlah berapa lembar yang harus Anda baca dalam sehari, dan kalau Anda ingin memperbanyak teman, tentukan pula berapa orang yang Anda hubungi untuk bersilaturahmi dalam sehari.
Bila format ulang yang kita bicarakan di atas dihubungkan dengan konsepsi taubat, diperlukan empat elemen penting sebagai penentu sukses dan tidaknya usaha kita. Keempat elemen tersebut adalah:
- Sesal dan tekad yang kuat untuk berhenti melakukan perbuatan dosa.
- Janji untuk tidak mengulangi dosa di masa yang akan datang.
- Mengimbagi dosa yang telah diperbuat dengan berbuat kebajikan.
- Begabung dalam suatu komunitas yang mendukung.
Memahami konsep taubat yang disebutkan di atas, sedikit banyak akan membantu mewujudkan transformasi diri menjadi lebih baik.
Sebuah fenomena tahunan yang terus berulang namun belum membawa perubahan banyak pada perbaikan jiwa dan spiritualitas kita adalah fenomena Ramadhan.
BACA JUGA: Cara Membuka Pintu-Pintu Kebaikan
Tentu Anda akan menganggap remeh pembahasan ini karena sudah terlalu banyak media; televisi, artikel koran, maupun buku yang membahasnya panjang lebar. Namun coba Anda intip hati Anda, sudahkah Ramadhan mengubah semangat Anda ke arah yang lebih baik?.
Kalau saat Ramadhan semangat perubahan tersebut begitu menggebunya sehingga menarik kita untuk melakukan berbagai amaliah Ramadhan, itu tidak terlalu mencengangkan. Begitu pula tidak mencengankan jika kita melihat artis-artis ibu kota yang diekspos infotaintment sedang getol-getolnya beribadah; pakaian menutup aurat, menyumbang panti asuhan, sampai berangkat umrah. Namun ada satu pertanyaan, apa kabar jiwa dan spiritualitas kita pasca Ramadhan masihkah sama?. Selamat merenung. [ ]
Disarikan dari buku “KETIKA DOSA TAK DIRASA” karya Dr.Aam Amiruddin,M.Si.
5
Red: admin
Editor: iman
Ilustrasi foto: pixabay
860
Follow juga akun sosial media percikan iman di:
Instagram : @percikanimanonline
Fanspages : Percikan Iman Online
Youtube : Percikan Iman Online
Twitter: percikan_iman