PERCIKANIMAN.iD – – Setiap orang pastinya ingin hidup bahagia dan sebaliknya ia tak ingin hidupnya ada kesedihan atau kesengsaraan, meski hanya sekejap mata. Kebahagian itu ingin dirasakan setiap orang atau manusia sejak bangun tidur hingga tidur kembali, bahkan saat tidur pun orang ingin tetap bahagia, yakni dengan mimpi yang indah-indah.
Ukuran kebahagian atau kesengsaran setiap orang tentu berbeda-beda. Ada orang yang bahagia punya uang satu juta, karena sebelumnya ia tak memiliki. Namun ada orang merasa sengsara punya uang satu juta, sebab ia memiliki hutang puluhan juta. dan sebagainya.
Namun sebagai muslim yang beriman kepada Allah Ta’ala dimana ada hidup setelah kematian di dunia ini maka ada ukuran bahagia dan sengsara. Bahagia bukan sekedar banyaknya harta atau sengsara karena tak memiliki apa-apa. Ukuran atau cirinya apa saja sih? Yuk, simak nasihat ulama ini.
Al-Imam Ibnul Qoyyim al-jauziyah rahimahullah bertutur:
“Diantara tanda kebahagiaan seorang hamba :
- Semakin bertambah ilmunya, bertambah pula tawadhu’ dan kasih sayangnya.
- Semakin bertambah amalannya, bertambah pula rasa takut dan khawatirnya.
- Semakin bertambah usianya, ambisinya semakin berkurang
- Semakin bertambah hartanya, bertambah pula kedermawanan dan kemurahannya.
- Semakin naik kedudukan dan statusnya, semakin tawadhu, semakin dekat dengan manusia, dan berusaha memenuhi hajat mereka.
Sebaliknya,
“Diantara tanda kesengsaraan seorang hamba :
- Semakin bertambah ilmunya, bertambah pula kesombongan dan keangkuhannya.
- Semakin bertambah amalannya, bertambah pula rasa bangga pada dirinya, dan merendahkan orang lain, serta menyangka dirinya sudah baik.
- Semakin bertambah usianya, ambisinya pun meningkat.
- Semakin bertambah hartanya, meningkat pula sifat bakhil (pelit) enggan untuk menginfakkannya.
- Semakin naik kedudukan dan statusnya, sifat sombong dan angkuh pun meningkat.
Semua itu merupakan ujian dan cobaan dari Allah, yang dengannya Allah menguji hamba-hambaNya. Ada diantara hambaNya yang beruntung, dan ada pula yang celaka.
Demikian pula dengan berbagai kemuliaan, baik bentuknya kekuasaan, pangkat/jabatan dan harta, itupun ujian dan cobaan dariNya. Allah menyebutkan tentang Nabi Sulaiman-alaihis salam-, ketika terpesona dengan singgasana Bilqis:
“Ini termasuk karunia Rabbku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur(akan nikmat-Nya)“.[QS. An Naml:40].
Maka semua nikmat merupakan cobaan dan ujian dari Allah, dengan itu akan nampak syukurnya orang-orang yang bersyukur, dan kufurnya orang-orang yang kufur nikmat. Sebagaimana halnya musibah, itupun cobaan dariNya. Allah menguji dengan nikmat dan musibah. Allah Ta’ala berfirman :
“Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Rabbku telah memuliakanku”. Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Rabbku menghinakanku”. Sekali-kali tidak demikian!.” (QS.Al Fajr :15-17)
Yaitu, tidak setiap orang yang Aku luaskan rezekinya, Aku muliakan dan memberinya nikmat, itu adalah bentuk pemuliaanKu kepadanya. Dan tidak setiap orang yang Aku sempitkan rezekinya, dan Aku berikan padanya musibah, itu adalah bentuk hinaan dariKu. Sekali-kali tidak demikian…
Semoga kita semua diberikan kebahagian yang hakiki dan dijauhkan dari kesengsaraan di dunia terlebih sengsara di akhirat. Aamiin. [ ]
5
Red: admin
Editor: iman
904