Oleh : Dr. Hadiyanto A. Rachim *
PERCIKANIMAN.ID – – Da’wah adalah sebuah proses perubahan social, baik perubahan dalam skala mikro mencakup individu, keluarga, dan kelompok, juga dalam skala makro mencakup komunitas, masyarakat, dan system, yang secara simbolik digambarkan dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 257
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya: “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS.Al-Baqarah: 257 )
Sementara bentuk proses perubahan social tersebut disebut sebagai Amar Ma’ruf Nahyi Munkar yang wajib dijalankan oleh seorang muslim sebagaimana terdapat dalam QS. Ali Imran 104: ِ
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Da’i dalam menjalankan proses perubahan social tersebut adalah subyek da’wah yang tentunya harus memiliki berbagai kekuatan sebagai modal dasar dalam melakukan proses perubahan itu sendiri, sekaligus dalam menghadapi permasalahan dalam bentuk tantangan, hambatan, dan gangguan dari luar, bahkan dari internal da’i itu sendiri, seperti yang dinyatakan M. Natsir (Fiqhudda’wah, 2008 : 293-301), dan ini adalah sebagai suatu keniscayaan ujian dan adalah sunnatullah dalam resiko perjuangan melakukan perubahan
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Artinya: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?”. (Q.S. Al-Ankabut : 2)
Maka pada posisi inilah peran da’i sebagai kekuatan perubahan social yang sangat penting dan strategis. Sehingga membutuhkan upaya-upaya khusus yang dapat membangkitkan energy potensial da’i menjadi energy yang ril sebagai bentuk resiliensi da’i menuju kemandirian dakwah ilallah. Resiliensi sendiri berasal dari bahasa latin “re-silere” yang memiliki makna bangkit kembali.
Resiliensi Da’i untuk Kemandirian Da’wah
Di dalam buku Fiqhudda’wah M. Natsir, sesungguhnya konsep resiliensi da’I dinarasikan sebagai Sumber Kekuatan, yaitu sumber kekuatan da’i di dalam menghadapi dan mengatasi berbagai cobaan dan ujian itu (Natsir, 2008 : 314).
Dalam penjelasan ini secara sistematik dengan menggunakan konsep psikologi sebagai ilmu alat menjadi penting pula menjelaskan bagaimana resiliensi da’i bisa dibangun sehingga pada gilirannya akan terbentuk kemandirian dalam berda’wah yang merdeka, yang hanya bersandarkan kepada keyakinan dan perjuangan. Setidaknya ada 7 aspek penting menjaga, merawat, dan membangkitkan resilensi da’i sebagai sumber kekuatan dalam melakukan perubahan sosial, yaitu :
- Regulasi Emosi
Regulasi emosi dapat diartikan sebagai suatu kemampuan seseorang dapat tetap tenang walaupun sedang berada di bawah tekanan. Individu yang memiliki resiliensi dapat memaksimal kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengontrol emosi, dan perilakunya. Keterampilan tersebut, yakni calming (tenang) dan focusing (fokus). Kemampuan tersebut dapat membantu individu dalam mengendalikan emosinya sehingga dapat memfokuskan dari hal-hal yang mengganggu.
- Impuls Kontrol
Impuls kontrol didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengendalikan keinginan dan tekanan yang muncul dari dalam dirinya. Tandanya ialah individu yang mempunyai kemampuan pengendalian impuls yang rendah, dapat mengalami perubahan emosi yang cepat, akhirnya pikirannya dikendalikan oleh perilakunya. Cara mencegah hal tersebut dapat dilakukan dengan menguji keyakinan diri sendiri atas kebermanfaatan terhadap pemecahan masalahnya.
Menurut M. Natsir, dengan mengutip Al-Quran SurahAl-Isra ayat 78-80, kemampuan meregulasi emosi dan control impuls sebagai kekuatan da’I terletak kepada sejauhmana da’I melakukan taqarrub kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, melalui ibadah Shalat, Shalat Malam, Dzikir, dan berdoa. Karena di situlah menurutnya sumber utama kekuatan da’i.
- Optimisme
Singkatnya, resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk dapat berhasil beradaptasi di situasi sulitnya. Optimisme dapat dikatakan sebagai salah satu cara untuk menciptakan resiliensi dan melihat bahwa masa depan lebih baik dari hari sekarang.
Hal ini bagi seorang da’i telah diingatkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam QS Thaha : 46, ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan ketenangan sebagai rasa membangkitkan optimism kepada da’wahnya Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. :
قَالَ لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ
Artinya: Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”. (QS.Thaha: 46)
- Analisis Kausalitas (sebab-akibat)
Sebuah kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi penyebab masalah yang dialaminya secara akurat. Hal ini digunakan individu untuk mencari jawaban penjelasan dari suatu fenomena.
Hal tersebut dapat diwujudkan dengan memiliki gaya berpikir explanatory, yakni cara individu dalam menjelaskan hal baik dan buruk yang ada. Individu harus mengubah pandangan bahwa permasalahan yang terjadi bukan sepenuhnya berasal dari dalam dirinya dan permasalahan yang ada statis atau tidak dapat diubah.
Begitu pun sebaliknya, tidak menyalahkan orang lain, tetapi sudut pandangnya diubah menjadi tidak terlalu terfokus dengan faktor yang ada di luar kendali, memegang kendali pada pemecahan masalah, serta mengarahkan hidupnya untuk bangkit.
Inilah yang disebut M. Natsir sebagai ilmu alat lainnya yang dibutuhkan oleh setiap da’i. berfikir rasional, dan logis serta mengikuti berbagai perkembangan informasi perubahan masyarakat dan memperkaya literasi dalam melihat suatu persoalan sehingga menghasilkan pemikiran yang obyektif.
- Empati
Empati mencerminkan suatu kemampuan seseorang peka terhadap kondisi emosional orang lain. Seseorang yang tidak peka terhadap tanda nonverbal tersebut (empati yang rendah) cenderung akan melakukan pengulangan pola yang dilakukan oleh individu lain yang tidak resilien, yakni menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain.
Terhadap hal ini Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam adalah teladan dalam berempati dan sangat peduli kepada umat.
Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”(Q.S. At-Taubah : 128)
- Efikasi Diri (Self Efficacy)
Efikasi diri berkaitan erat dengan pandangan yang dimiliki seseorang mengenai kemampuan yang dimilikinya. Self efficacy menggambarkan keyakinan manusia, yakni seseorang mampu memecahkan masalah yang ada dalam hidupnya dengan penuh keyakinan terhadap kemampuannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam hal ini, bagi seorang da’I, ketika menghadapi berbagai penolakan, hambatan, dan tantangan maka sebagaimana Allah firmankan dalam Q.S. At-Taubah ayat 129
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
Artinya: “Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”. (Q.S. At-Taubah: 129)
- Reaching Out
Hal ini didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam menemukan serta membentuk suatu hubungan dengan orang lain, yakni dalam meminta bantuan, berbagi keluh kesah atas perasaan yang sedang dialaminya guna saling membantu dalam penyelesaian masalah baik personal maupun interpersonal.
Banyak ayat-ayat dan hadits yang berkaitan dengan pentingnya membangun kekuatan da’wah secara bersama dalam kelompok ataupun organasasi yang kuat, diantaranya di dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 104, sekaligus menjadi dasar dan disimpan dalam kop resmi Dewan Da’wah sejak didirikannya, yaitu :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Juga pendekatan secara keorganisasian dalam mengatasi permasalahan da’wah dijelaskan dalam Q.S. As-Shaff ayat 4 :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” ( QS.As-Shaff:4)
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dalam konteks ini telah menekankan pula pentingya kolaborasi sesama da’I untuk saling membantu dan mendukung serta saling menguatkan :
“Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” [Shahih Muslim No.4684]
Semoga dengan tema Resiliensi Da’i dapat semakin menguatkan jati diri da’i untuk menjadi kekuatan yang dapat merubah masyarakat ke jalan yang diridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan melahirkan pribadi da’i yang mandiri yang pada gilirannya bertujuan ke arah kemandirian da’wah itu sendiri. Wallahu’alam. [ ]
*penulis adalah dosen Unpad dan pegiat dakwah.
** materi tulisan disampaikan dalam orasi ilmiah dalam acara Wisuda Mahasiswa Akademi Da’wah (ADI) Dewan Da’wah Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2023/9 Shafar 1445 H di Kota Bandung
5
Red: admin
Editor: iman
906