Khutbah Jumat : Anugerah Kemerdekaan Yang Harus Diapresiasi

0
1875
ilustrasi foto: istimewa

Oleh: KH.Drs.Abdurahman Rasna,MA*

Khutbah Pertama

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

اَلْحَمْدُ لِلّه اَلَّذِيْ جَعَلَ اَلْأَمْنَ مِنْ أَعْظَمِ النِّعَم الَّذِي لَا تَتِمُّ مَصَالِحُ الْخَلْقِ إلَّا بِهِ وَمَقَاصِدُ الإِسْلَامفي بلادنا الحرية،

اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له،

واشهد ان محمدا عبده ورسوله الذي لا نبي بعده.

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّم وبارك  عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِي هَدَانَا إِلَى نُورِ السلام في سبيل الله, وَعَلَى آلِهِ وَأَصحَابِهِ كَالنُّجُومِ فِي العَالَم الي يوم القيامة.

أَمَّا بَعْدُ :  فَيَا عِبَادَ اللهِ اتَّقُوا اللهَ حّقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مسلمون.

معاشر  المسلمين رحمكم الله

Atas segala karunia yang telah Allah berikan kepada kita, Puji dan syukur kita persembahkan kepada pemilik hak atas segala puji, Allah Rabbul ‘aalamiin.

Shalawat dan salam kita haturkan kepada Junjunan kita Nabi Besar Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, beserta keluarga, para sahabat dan semua pengikut setianya, serta mudah2an kita menjadi ummatnya yang setia mengikuti ajarannya hingga kita pantas mendapat syafaatnya. Aamiin.

Sebagai khatib Jum’at hari ini mengajak kita sekalian untuk meningkatkan ketaqwaan kita dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Kemarin kita memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, karena  bulan ini adalah bulan yang sangat bersejarah bagi Bangsa Indonesia, di mana bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dari para penjajah. Hal tersebut dilakukan mengingatkan kita untuk bermuhasabah dan berintrospeksi diri.

Dari Syadad bin Aus ra, dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ, وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

“Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang mengevaluasi dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya, sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Ta’ala.” (HR Tirmidzi)

ان الَّذِيۡنَ تَوَفّٰٮهُمُ الۡمَلٰٓٮِٕكَةُ ظَالِمِىۡۤ اَنۡفُسِهِمۡ قَالُوۡا فِيۡمَ كُنۡتُمۡ‌ؕ قَالُوۡا كُنَّا مُسۡتَضۡعَفِيۡنَ فِىۡ الۡاَرۡضِ‌ؕ قَالُوۡۤا اَلَمۡ تَكُنۡ اَرۡضُ اللّٰهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوۡا فِيۡهَا‌ؕ فَاُولٰٓٮِٕكَ مَاۡوٰٮهُمۡ جَهَـنَّمُ‌ؕ وَسَآءَتۡ مَصِيۡرًا

“Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzhalimi sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).” Mereka (para malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?” Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali”.

Ayat 97 dari surat Al-Nisa sebenarnya mengajarkan kepada kita bahwa setiap individu yang beriman memiliki tanggung jawab untuk merdeka, sehingga dapat menggunakan berbagai potensi seperti fisik, naluri, panca indera, emosi, dan intelektualitas yang telah dianugerahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai alat utama untuk menjalani kehidupan.

Ketika ada pengaruh luar yang membatasi dirinya, maka penting bagi individu tersebut untuk berjuang untuk membebaskan diri dari belenggu tersebut. Namun, jika ternyata mereka tidak mampu melawan kekuatan penjajah yang kuat, maka opsi terakhir yang harus diambil adalah berhijrah ke tempat lain, memberi peluang bagi mereka untuk mendapatkan kembali kemerdekaan dan daya serta energi baru dan terbarukan.

Melalui ayat ini, Al-Quran menjelaskan bahwa kemerdekaan bukanlah hak yang hanya dimiliki oleh suatu bangsa, tetapi merupakan hak setiap ciptaan Tuhan. Setiap jiwa yang hidup berhak untuk terbebas dari penindasan oleh makhluk dan bangsa lain. Ini adalah fitrah dasar manusia yang telah ditetapkan oleh Allah.

Oleh karena itu, penjajahan atas sesama manusia di muka bumi, terutama terhadap kelompok besar manusia yang disebut sebagai bangsa, harus dihapuskan karena bertentangan dengan hak asasi manusia.

Dengan demikian, pesan ini memperkuat urgensi pembebasan individu dari penindasan, serta menggaris bawahi pentingnya mendorong kemerdekaan sebagai suatu nilai yang mencerminkan fitrah kemanusiaan.

Dalam surat Arrum ayat 30 dijelaskan :

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ.

 “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Dalam Al-Rum 30, Al-Quran menjelaskan bahwa setiap manusia yang lahir ke dunia ini adalah makhluk yang merdeka, diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan fitrah yang bersih dan suci, yaitu fitrah tauhid (mengesakan Allah).

Ayat ini menunjukkan bahwa kemerdekaan sejati terjadi ketika manusia hanya mengikatkan dirinya kepada sesuatu yang memberikan manfaat bagi dirinya sendiri. Dia, tiada lain adalah Allah, Zat Yang Maha Esa.

Manusia yang benar-benar merdeka adalah mereka yang berhasil memutuskan belenggu yang membatasi mereka, baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri, dan kemudian tunduk kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala  sebagai Pencipta, Pengurus, dan Tuhannya. Manusia merdeka hanya bersujud dan patuh kepada Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Adil, mereka berserah diri kepada-Nya, dan berusaha untuk mencapai kemuliaan di sisi-Nya.

Penyerahan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala tercermin dalam pemanfaatan seluruh potensi jiwa dan raga, membuat mereka rajin dalam beribadah, gemar pada amal saleh, jujur dan benar dalam perilaku, adil dan bijaksana dalam tindakan, serta memiliki rasa hormat dantoleransi terhadap orang lain. Jiwa yang benar-benar merdeka adalah jiwa yang takwa kepada Allah.

Manusia yang merdeka adalah mereka yang mampu memanfaatkan semua potensi fisik dan spiritual untuk tunduk dan patuh kepada nilai-nilai yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Dari segi fisik, mereka mampu menggerakkan tubuh sesuai dengan kehendak Pencipta, seperti merukuk dan bersujud dalam ibadah, serta mengembangkan potensi dirinya  untuk melakukan tindakan yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Semua aspek tersebut menggambarkan esensi kemerdekaan yang sejati, yaitu memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri secara positif, menjalankan ibadah, berbuat baik, dan hidup dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Dengan memahami konsep ini, manusia dapat mencapai kemerdekaan sejati yang mengarah pada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.

معاشر المسلمين رحمكم الله

Dari sudut pandang intelektual (fikriyah), kemerdekaan manusia terlihat sebagai kemampuan untuk menjaga keaktifan berpikir dan mengatasi kebekuan pemikiran (jumūd). Ini melibatkan meninggalkan fanatisme (taqlĩd), meningkatkan kapasitas menjadi pengikut yang rasional (muttabi’), dan menghadapi hambatan yang menghalangi ekspresipemikiran, bahkan di hadapan penguasa.

Lebih dari itu, kemerdekaan  juga mencakup memberi kesempatan kepada orang lain untuk meningkatkan daya intelektualitas mereka.

Dalam perspektif ekonomi (iqtishãdiyah), kemerdekaan manusia berarti memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalasan dalam berusaha, berinovasi, dan menciptakan kesejahteraan bagi diri sendiri dan keluarga. Ini juga membuka peluang bagi orang lain untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, memberdayaan masyarakat, dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi.

Dalam segi sosial (ijtimã’iyyah), kemerdekaan manusia mencakup kemampuan untuk berarti terlibat dalam interaksi sosial, membentuk hubungan yang penuh kasih sayang, menghormati, serta bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan dan keyakinan.

Dari perspektif politik (siyãsah), kemerdekaan manusia berarti mampu mengatasi hambatan dalam hal kepemimpinan.

Sebagai pemimpin, seseorang harus melihat kepemimpinan sebagai amanah dari masyarakat dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, serta memiliki kemauan untuk dipimpin dan menghormati pemimpin yang menghambakan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, memegang teguh kebenaran, dan menerapkan keadilan. Hal ini pasti melibatkan persiapandiri untuk menjadi pemimpin yang mengayomi rakyatnya, dan mendatangkan kebahagiaan  bagi dirinya dan masyarakat yang dipimpinnya.

Kemerdekaan dalam semua perspektif ini menggambarkan esensi kemerdekaan yang holistik, di mana manusia mampu mengatasi hambatan dan batasan dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu intelektual, ekonomi, sosial, maupun politik.

Dengan demikian, kemerdekaan yang sejati adalah tentang kebebasan untuk berkembang dan berkontribusi dalam masyarakat dan dunia, sesuai dengan tuntutan nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip-prinsip yang dianugerahkan oleh Allah.

Peringatan hari kemerdekaan haruslah memiliki substansi yang lebih berarti daripada sekadar keramaian yang hampa makna. Sikap euforia yang kadang menyertai perayaan semacam itu sebaiknya digantikan dengan semangat etos yang mencakup fikroh(pemikiran), himmah (semangat), dan ghiroh (semangat juang) untuk menciptakan individu-individu yang unggul danbertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah mencapai usia 78 tahun seharusnya menjadi cermin dari tekad dan ketekunan bangsa ini dalam menjaga kedaulatan hidupnya. Kedaulatan tersebut menjadi pondasi utama yang harus dijaga dengan sepenuh hati, untuk memastikan tanah air tetap terjaga, rakyat sejahtera, intelektualitas bangsa berkembang, dan keadilan menjadi hak semua warga.

Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-78. Semoga Allah memberikan berkah atas negeri dan bangsa yang kita cintai.

Jika suatu bangsa ingin sukses, maka sudah seharusnya kita mengintrospeksi diri bagaimana perjuangan nenek moyang kita dahulu bersama-sama para ulama terdahulu beserta para santrinya dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Perlu diketahui bahwa para pahlawan tidak hanya raga yang mereka korbankan, akan tetapi jiwa, tenaga, fikiran, semua mereka kerahkan demi merdekanya bangsa kita.

معاشر  المسلمين رحمكم الله

Negara kita sudah aman sentosa, sudah sangat jauh lebih baik dari pada kondisi 78 tahun yang lalu, maka sudah seharusnyalah kita berterima kasih atas jasa-jasa para pahlawan kita terdahulu. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللّهَ. (رواه أحمد والترمذي

Artinya: “Barangsiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Ahmad & Tirmidzi)

Sebagai wujud terima kasih kita kepada para pejuang terdahulu,kita akan merawatnya, menjaga persatuan bangsa kita. Allah Swt berfirman:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ

Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah berupa jama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali ‘Imron; 103)

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu saling berbantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar.” ( QS.Al Anfal: 46 )

Terkait ayat ini, al-Imam Abu Hayyan dalam Tafsir al-Bahr al-Muhith menjelaskan, perpecahan dapat mengakibatkan kehancuran yang membuat para penjajah mudah menguasai sebuah negara.

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. bersabda:

اَلجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ

Artinya: “Persatuan adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab.” (HR. Al-Qadha’i).

معاشر  المسلمين رحمكم الله

Terjaganya persatuan bangsa kita, amannya negara, maka kita juga akan semakin mudah melakukan da’wah .

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُم فِى القُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِفَهْمِهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

 

Khutbah Kedua:

 

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ اللّهُمَّ وَارْضَ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر

*Penulis adalah anggota Komisi Dakwah MUI Pusat dan anggota Bidang Dakwah PB MA serta dosen di Banten

5

Red: admin

Editor: iman

845