Anggota DPR Sarankan Kenaikan Biaya Haji Maksimal 15 Persen

0
607
Kaum muslimin sedang melaksanakan ibadah haji ( ilustrasi foto: pixabay)

PERCIKANIMAN.ID – – Wacana kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji tahun ini yang diusulkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) sekitar Rp 69,2 juta/jemaah, mendapatkan reaksi dari sejumlah pihak. Karena, kenaikannya cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 39 juta.

Cendikiawan muslim Jawa Barat yang juga Anggota DPR RI, Sodik Mudjahid pun angkat bicara. Sodik menilai, sebaiknya biaya haji ini harus rasional. Yakni sesuai dengan kebutuhan pasar.

“Intinya soal biaya haji ini harus rasional. Bukan mahal atau murah, bukan naik atau tidak,” ujar Sodik, seperti dilansir dari ihram.co.id, Jumat (10/2/2023).

Idealnya, kata Sodik, kenaikan biaya haji itu memang tidak terlalu besar. Yakni, bisa di sekitar 10-15 persen dari biaya haji tahun sebelumnya.

“Tapi intinya kita kembalikan sesuai dengan kebutuhan pasar dan rasional,” katanya.

Menurutnya, selain rasional dan sesuai dengan kebutuhan pasar, biaya haji juga harus mengedepankan istithaah (kemampuan). Lalu Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai lembaga yang mengelola keuangan jemaah juga harus bekerja maksimal.

“Misalnya dana haji jamaah itu atau diinvestasikan ke hal-hal yang positif, menguntungkan, dan aman. Sehingga saat mensubsidi jemaah yang akan berangkat sesuai dengan yang diharapkan,” katanya.

Sodik mengakui, memang ada aturan BPKH dalam mengelola dana haji jemaah. Selama ini BPKH menginvestasikan dana jemaah dalam bentuk sukuk (obligasi). Menurutnya, investasi sukuk sudah cukup bagus, karena dinilai cukup aman.

“Di samping itu pemerintah juga harus melakukan efisiensi, misalnya dengan mengurangi rapat-rapat dan yang lainnya, sehingga tidak terlalu menghabiskan anggaran,” kata Sodik.

Sebelumnya Ketua Umum Ikatan Persatuan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan Putro mengatakan bahwa banyak dari calon jamaah haji mengaku belum siap dengan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang hampir 100 persen itu sehingga memilih menundanya.

“Ya itu pasti ada, di beberapa daerah, provinsi, bukan mundur mereka menunda keberangkatan karena kalau dalam waktu 2 bulan ini mereka harus melunasi, mereka tidak sanggup,” kata Ismed Sabtu (4/2/2023).

Ismed menuturkan, haji bukan semata-mata soal kesiapan fisik semata tetapi juga banyak faktor yang mengikutinya seperti pembiayaan jamaah yang berangkat, yang akan pulang dan juga keluarga yang ditinggalkan.

“Kan itu harus disiapkan, kemudian menyangkut kesehatan mereka, dari sisi medis dan mental mereka pada saat selama di tanah suci,” ujar Ismed.

Dia menuturkan, sejak Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan kenaikan BPIH menjadi Rp 69 juta, banyak perdebatan muncul di ruang publik.

Banyak pihak terhentak dan tersadarkan bahwa ada masalah serius terkait dengan pembiayaan haji ini, baik itu menyangkut besaran biaya atau terkait efisiensinya yang menimbulkan banyak kekhawatiran bahwa dampak dari kenaikan yang tinggi itu akan membuat banyak jamaah yang mungkin mestinya berangkat tahun 2023 harus menunda karena kesulitan melunasi atau menambah biaya BPIH.

Ismed setuju bahwa kenaikan ongkos haji ini adalah hal yang tidak bisa dihindari. Kendati demikian menurutnya, kenaikan ini harus didasari pada hitungan yang rasional dan berbasis pada efisiensi yang sudah diupayakan, misalnya menyangkut tiket pesawat, hotel, katering, dan masa melaksanakan ibadah haji yang mencapai 40 hari yang seharusnya dapat dikurangi menjadi 30 hari.

“Saya kira pertama harus disadari kenaikan itu memang sulit dihindari tetapi harus berbasiskan pada hitungan yang rasional dan berbasiskan pada efisiensi yang bisa dilakukan,” ujarnya.

Tentu saja lanjutnya, Kemenag, BPKH dan DPR akan duduk bersama untuk menemukan angka yang pas, agar para jamaah haji ini tetap bisa berangkat haji meskipun tetap harus menambah dana tambahan karena ada kenaikan.

“Kenaikan itu asal proporsional para jamaah akan memakluminya, asalkan tidak mungkin sebesar sekarang (mencapai) 100 persen,” ujarnya.

“Saya sendiri berhitung angka rasionalnya ini kisaran Rp 50-55 juta. Jadi mudah-mudahan menjadi angka yang kompromi, kalaupun ada penambahan jamaah tidak lagi terbebani tapi bisa mengambil dari dana kemaslahatan atau bagi hasil yng dikelola BPKH. Itu harapannya,” kata Ismed.

Tapi sekali lagi, dia mengingatkan agar Menteri Agama dapat menyampaikannya ke publik tentang kenaikan tiba-tiba ini. bahwa kalau tidak ada kenaikan itu akan berdampak pada jamaah yang masih masuk dalam daftar antrean.

Karena kalau tidak ada kenaikan itu akan terbebani pada dana yang tersimpan di BPKH. “Kan nanti dia akan menjadi skema ponzi, jamaah belakangan akan menalangi jamaah yang sekarang,” tuturnya.

“Jadi saya kira harus kita lihat secara husnudzon bahwa apa yang disampaikan Menteri Agama ini bagian dari untuk membuka wacana pembahasan yang lebih komprehensif terkait penyelenggaraan haji kedepan. Makanya kita berharap kalaupun ada kenaikan haji kenaikan yang proporsional. Saya kira Menteri Agama, DPR tidak akan memaksakan harus Rp 69 juta, saya yakin akan ditemukan angka yang menjadi titik kompromi antara beban yang harus ditanggung BPKH melalui dana kemaslahatan, antara masa penyetoran para jamaah, dan perhitungan terkait efisiensi,” tuturnya. [ ]

5

Red: admin

Editor: iman

947