Bolehkah Keluarga Menutupi Status Anak Angkat? Begini Penjelasannya

0
1453

PERCIKANIMAN.ID – – Mengambil anak angkat atau mengadopsi anak adalah fenomena biasa yang masih ada  dalam masyarakat khususnya di Indonesia. Pertimbangannya ada berbagai latar belakang yang membuat pasangan suami istri mengambil anak angkat, misalnya karena tidak memiliki keturunan, atau karena ingin menolong orang lain khususnya saudara, ataupun karena sebab-sebab yang lain.

 

 

Dalam sejarahnya kebiasan mengambil anak angkat atau mengadopsi anak adalah tradisi yang sudah ada sejak jaman Jahiliyah. Kisah paling terkenal misalnya ketika Fir’aun mengadopsi Musa menjadi anak angkatnya, dimana dalam kisah akhirnya Musa kemudian Allah Ta’ala jadikan sebagai Nabi dan Rasul-Nya yang kemudian berlawanan dengan ayah angkatnya sendiri yakni Fir’aun.

 

 

Kemudian tradisi mengangkat anak atau adopsi anak ini juga dibenarkan di awal kedatangan Islam. Bahkan dalam kisahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melakukannya, ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadopsi Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu sebelum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus Allah Ta’ala sebagai Nabi, kemudian Allah Ta’ala menurunkan larangan tentang perbuatan tersebut dalam firman-Nya,

 

{وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ}

 

Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)” (QS al-Ahzaab: 4).

 

Dalam penjelasannya Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini bahwa, “Sesungguhnya ayat ini turun (untuk menjelaskan) keadaan Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebelum diangkat sebagai Nabi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkatnya sebagai anak, sampai-sampai dia dipanggil “Zaid bin Muhammad” (Zaid putranya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka Allah Ta’ala ingin memutuskan pengangkatan anak ini dan penisbatannya (kepada selain ayah kandungnya) dalam ayat ini, sebagaimana juga firman-Nya di pertengahan surah al-Ahzaab,

 

{مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا}

 

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS al-Ahzaab: 40)”.

 

Namun dalam syariat Islam maka status anak angkat berbeda dengan anak kandung dalam semua ketentuan dan hukumnya.Meski dalam hal kemanusiaan dan kasih sayang anak angkat boleh disamakan dengan anak kandung.

 

Lalu bolehkah keluarga menutupi status anak angkat? Sampai usia berapa ia boleh tahu bahwa dia hanyalah anak angkat? Siapa yang menjadi wali nikah jika ana perempuan? Apakah anak angkat harus diceritakan sejarahnya?

 

 

Untuk mendapatkan penjelasannya bapak ibu dan sahabat-sahabat sekalian bisa simak jawaban dari guru kita ustadz Aam Amiruddin dalam video berikut ini. Silakan simak:

 

 

 

Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishshawab. [ ]

 

5

Red: admin

Editor: iman

Video: tim official

830

Sampaikan pertanyaan Anda melalui WA: 081281818177 atau alamat email: [email protected]  atau inbox melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .