
PERCIKANIMAN.ID – – Umat Islam dianjurkan untuk saling tolong menolong dan memudahkan urusan orang lain. Namun tolong menolong itu dalam kebaikan dan ketakwaan, bukan tolong menolong dalam berbuat dosa dan kemunkaran. Dalam Al Quran, Allah Ta’ala berfirman,
(2)………….. وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ………..
“…….Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran……” (QS.Al-Maidah: 2)
Salah satu keutamaan jika kita menolong kesusahan atau kesulitan orang lain maka Allah Ta’ala akan melepaskan dirinya dari satu kesusahan pada hari kiamat kelak, serta akan memudahkannya urusan di dunia dan akhirat. Hal ini seperti terdapat dalam hadits dari Abu Hurairah ra, Nabi shalallahu alaihi wassalam, bersabda,
“Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”. (HR Muslim)
Menolong dan memudahkan urusan orang lain juga memiliki beberapa keuatamaan. Di antaranya mengacu kepada kisah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang tertuang dalam dalam hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani berikut:
“Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling dicintai Allah dan apakah perbuatan yang paling dicintai Allah? Rasulullah Saw menjawab:
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah manusia yang paling banyak bermanfaat dan berguna bagi manusia yang lain. Sedangkan perbuatan yang paling dicintai Allah adalah memberikan kegembiraan kepada orang lain atau menghapus kesusahan orang lain, atau melunasi utang orang yang tidak mampu untuk membayarnya, atau memberi makan kepada mereka yang sedang kelaparan dan jika seseorang itu berjalan untuk menolong orang yang sedang kesusahan itu lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjidku ini selama satu bulan.” (HR. Thabrani).
Namun tentu yang harus diingat adalah bahwa menolong juga harus sesuai kebutuhan dan mendidik. Tentu akan lebih baik jika pertolongan atau bantuan tersebut bersifat menumbuhkan jiwa berusaha dan bisa menjadi modal usaha sehingga ia mampu mandiri bahkan berdaya guna. Ibaratnya memberi kail atau pancing untuk usaha.
Lalu bagaimana sikap kita jika bantuan yang kita berikan justru menjadi ketergantungan baginya? Sebaiknya bagaimana, apakah bantuan tersebut dihentikan atau diteruskan? Bagaimana cara menyadarkannya dari sifat pemalas sehingga ia mau bekerja dan mandiri?
Untuk mendapatkan penjelasannya bapak ibu dan sahabat-sahabat sekalian bisa simak jawaban dari guru kita ustadz Aam Amiruddin dalam video berikut ini. Silakan simak:
Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishshawab. [ ]
5
Red: admin
Editor: iman
Video: tim official
923
Sampaikan pertanyaan Anda melalui WA: 081281818177 atau alamat email: [email protected] atau inbox melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .