PERCIKANIMAN.ID – – Mencintai dunia secara berlebihan dapat memicu kesengsaraan serta kesibukan yang tiada berujung. Mencintai dunia kerap membuat seseorang menjadi lupa akan kodratnya sebagai seorang hamba. Padahal dunia ini adalah permainan dan sendau gurau belaka. Dalam Al Quran ditegaskan,
(64).وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” ( QS.Al Ankabut: 64)
Maka ketika mengetahui bahwa dunia hanya permainan dan sendau gurau yang melenakan, sepantasnya tidak larut didalamnya. Jangan sampai justru diperbudak dunia dengan melalaikan kehidupan akhirat.
Nabi Muhammad SAW pernah berpesan sebagaimana yang ditegaskan dalam hadis riwayat Ahmad berbunyi: “Ya-bni Adam! Tafarrag li-ibadati amla’ shadraka ghinan wa asudda faqraka, wa in-lam taf’al mala’tu yadayka syuglan wa lam asudda faqraka.”
Artinya: “Wahai anak Adam, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepadaKu maka niscaya akan Aku penuhi dadamu dengan kecukupan serta Aku tutup kefakiranmu. Jika engkau tak melakukannya, maka akan kupenuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan tak akan Aku tutup kefakiranmu,”.
Kesibukan dan rutinitas kadang membuat manusia terlupa untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibnu Qayyim dalam kitab Mawarid al-Aman al-Muntaqa min Ighatsat al- Lahafan menjabarkan mengenai ciri-ciri orang yang ‘diperbudak’ dunia.
Ciri-cirinya antara lain tak lepas dari kesedihan yang membelenggu terus-menerus, keletihan berkelanjutan, dan kerugian yang tidak akan berujung. Penderitaan ini setidaknya bakal menemani pencinta dunia secara berlebihan akibat rusaknya iman yang bermuara pada rusaknya akal.
Dalam contoh sehari-hari, berapa banyak makanan dan minuman yang berserak dibuang akibat kemubaziran seseorang setiap harinya. Tak jarang makanan dan minuman itu dibeli bukan atas dasar kebutuhan fisik, melainkan karena nafsu untuk memenuhi gaya hidup duniawi. Hal ini berujung pada kerugian sebagaimana yang diterangkan Ibnu Qayyim.
Makanan, atribut, gaya hidup, serta kekayaan yang melekat merupakan khayalan sesaat yang menggiurkan tentang dunia. Kesemuanya seakan ingin berlomba memberitahu manusia bahwa akhirat tidaklah penting untuk dicintai juga. Padahal, semua kembali ke diri kita masing-masing bagaimana menyikapi dunia. [ ]
5
Redaksi: admin
Editor: iman
834