7 Tanda Kebaikan Di Dunia, Doa Yang Setiap Hari Kita Panjatkan

0
988

PERCIKANIMAN.ID – – Setiap hari kita memanjatkan doa untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Doa itu ada dalam Al Quran,

Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aahkirati hasanah wa qinaa ‘adzaaban­nar

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 201)

Pertanyaannya, saat kita memohon Rabbanaa aatina fiddunya hasanah (Ya Allah beri kebahagiaan dunia), apakah yang dimaksud kebahagiaan dunia itu? Atau dengan kata lain apakah indikator kebahagiaan dunia itu? Paling tidak, ada tujuh tanda kebahagiaan dunia, yaitu:

  1. Hati yang selalu syukur

Apabila kita selalu mensyukuri apa yang Allah Swt. berikan, konsekuensinya kita akan selalu menerima dengan lapang dada ujian apa pun yang menimpa diri kita, sepahit dan sehebat apa pun ujian tersebut.

Oleh sebab itu, hati yang syukur menjadi kriteria kebahagiaan dunia karena dengannya kita akan selalu syukur kalau ditimpa kebaikan dan akan sabar kalau ditimpa kesulitan. Bukankah sikap seperti ini yang akan membuat kita bahagia?

Abu Yahya Shuhaib bin Sinan r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh menakjubkan sikap seorang Mukmin itu, segala keadaan dianggapnya baik dan hal ini tidak akan terjadi kecuali bagi seorang Mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan ia bersyukur maka itu lebih baik baginya, dan apabila ditimpa penderitaan ia bersabar maka itu lebih baik baginya.” (H.R. Muslim)

Keterangan ini menggambarkan bahwa kalau hati kita selalu syukur, musibah yang menyakitkan pun akan menjadi kebaikan, apalagi kalau kita diberi hal menyenangkan.

  1. Jodoh yang saleh

Sungguh bahagia kalau kita punya jodoh saleh, yang bisa menjadi penyejuk saat kita lelah menghadapi tantangan-tantangan hidup, menjadi penggembira saat kita sedih, dan menjadi pelindung saat kita menghadapi kesulitan. Jadi, mempunyai jodoh yang saleh bisa dipastikan menjadi dambaan setiap orang.

Rasulullah Saw. bersabda, “Hendaklah kalian berusaha agar memiliki hati yang selalu bersyukur, mempunyai lidah yang selalu berzikir, dan memiliki jodoh saleh yang bisa saling membantu untuk urusan akhirat.” (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah).

Oleh sebab itu, jodoh yang saleh merupakan indikator kebahagiaan dunia.

  1. Anak yang saleh

Di antara indikator kebahagiaan dan kesuksesan dunia adalah kita memiliki putra-putri yang saleh, yang bisa menjadi penyejuk orang tuanya. Anak merupakan titipan Allah Swt. yang harus dirawat, dididik dengan serius dan penuh tanggung jawab. Allah Swt. mengingatkan agar kita bisa melahirkan generasi yang memiliki kekuatan materi, intelektual, dan spiritual, serta harus merasa takut kalau kita meninggalkan generasi yang lemah, baik lemah secara material, intelektual, ataupun spiritual.

Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka dan khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berbicara dengan tutur kata yang benar.” (Q.S. An-Nisā’ [4]: 9)

Selain sebagai titipan, anak pun merupakan batu ujian bagi kehidupan kita, “Sesungguhnya, hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu, dan di sisi Allah ada pahala besar.” (Q.S. At-Tagābun [64]: 15).

Kalau kita sudah bersungguh-sungguh mendidiknya, tapi ternyata anak tersebut tidak menjadi saleh sesuai harapan, itu berarti kita sedang diuji Allah Swt. dengan anak, seperti halnya Nabi Nuh a.s. yang telah bekerja keras mendidik anaknya yang bernama Kan’an, tapi dia malah memusuhi ayahnya dan menentang ajaran-ajaran yang disampaikan ayahnya. Oleh sebab itu, bersyukurlah kalau kita memiliki anak yang saleh karena anak saleh merupakan tanda kebahagiaan dunia.

  1. Lingkungan pergaulan yang saleh

Manusia itu makhluk sosial, artinya dia tidak bisa hidup sendirian tanpa teman. Persahabatan atau pertemanan akan banyak mempengaruhi cara berpikir, bersikap, dan berbuat, sehingga ada keterangan yang menyebutkan Al Mushahabatu tasriqu thabii’ah, artinya persahabatan itu suka mencuri tabiat. Maksudnya, dalam berinteraksi dengan teman sangat mungkin ada perilaku atau cara berpikir mereka yang diadopsi oleh kita, dan bisa pula sebaliknya, cara berpikir dan berbuat kita diadopsi oleh orang lain.

Syukur-syukur kalau kita selalu mengadopsi cara berpikir dan berbuat yang positif. Yang dikhawatirkan kalau yang kita adopsi dari mereka justru hal-hal negatif. Begitu pentingnya peranan sahabat atau lingkungan, sampai-sampai Nabi Ibrahim a.s. pernah berdoa, Rabbi hablii hukman wa alhiqnii bishshalihin, artinya

“Ya Tuhanku,berikan ilmu kepadaku dan masukkan aku ke golongan orang-orang saleh.” (Q.S. Asy-Syu‘arā’ [26]: 83).

Tentu saja doa ini bisa kita baca untuk meminta kepada Allah agar diberi teman atau lingkungan pergaulan yang baik. Beruntunglah kalau kita memiliki lingkungan pergaulan yang baik karena itu merupakan indikator kebaikan dunia.

  1. Harta yang halal

Manusia tidak bisa lepas dari kehidupan yang bersifat material karena Allah Swt. telah menetapkan fitrah kepada manusia untuk mencintai harta sebagaimana firman-Nya,

Telah ditanamkan pada manusia rasa indah dan cinta terhadap wanita, anak-anak, harta yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan lahan pertanian. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Q.S. Āli ‘Imrān [3]: 14)

Yang menjadi persoalan, bagaimana cara mendapatkannya? Tidak sedikit orang yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta dengan asumsi bahwa harta yang banyak akan menjadi kebahagiaan dunia.

Padahal, kebahagiaan sesungguhnya bukan diukur dari berapa banyaknya harta yang kita punya tapi seberapa halal kita mendapatkannya. Sesungguhnya, maraknya korupsi dan manipulasi dipacu oleh suatu asumsi bahwa kesuksesan dunia diukur dari banyaknya harta dan bukan dari aspek kehalalannya.

Selama sebagian bangsa kita masih memiliki asumsi seperti ini, praktik korupsi, kolusi, dan manipulasi akan tetap marak. Jadi, untuk menghapus praktik-praktik haram itu harus diubah dulu paradigma berpikir tentang harta, bahwa kemuliaan seseorang bukan diukur dari banyaknya harta tapi ditentukan oleh seberapa halal mendapatkannya. Jadi, kriteria kebahagiaan dunia adalah harta yang halal bukan harta yang banyak, syukur-syukur harta kita itu halal dan banyak.

  1. Ilmu yang bermanfaat

Semua manusia, pada awal kelahirannya tidak punya ilmu. Allah memberikan pada manusia sejumlah perangkat untuk mendapatkan ilmu, di antaranya pendengaran, penglihatan, dan akal, sebagaimana firman-Nya,

Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa pun. Allah memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Naĥl [16]: 78).

Yang dimaksud agar kamu bersyukur adalah agar kita menggunakan mata, telinga, dan akal untuk mendapatkan ilmu.

Ilmu merupakan keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Hal ini terungkap dalam kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah [2] ayat 31-32, yaitu ketika Allah menunjukkan kemampuan Nabi Adam a.s. dalam memahami fenomena alam di hadapan para malaikat.

Oleh sebab itu, apabila kita memiliki ilmu, apa pun ilmu tersebut, apakah ilmu kauniyyah (ilmu tentang alam semesta dengan segala fenomenanya) ataupun ilmu diniyyah (ilmu yang berkaitan dengan keagamaan), selama ilmu itu bermanfaat bagi kehidupan, berarti kita telah mendapatkan kebaikan dunia. Rasulullah Saw. dalam suatu riwayat yang sahih menyebutkan bahwa ada tiga amalan yang akan terus mengalir pahalanya walaupun kita sudah wafat.

Yaitu ilmu yang bermanfaat, anak saleh yang selalu mendoakan orang tuannya, dan shadaqah jariah. Oleh sebab itu, sungguh beruntung kalau ilmu yang kita miliki itu bermanfaat untuk kehidupan sehingga bisa menjadi amalan yang mengalir pahalanya walau kita sudah meninggal.

  1. Umur yang berkah

Sesungguhnya manusia itu makhluk yang terikat waktu. Sifat waktu itu dinamis, berjalan terus. Keadaan manusia pun berubah sesuai dengan perjalanan waktu. Contoh sederhana, bulan lalu kita masih mahasiswa, sekarang sudah bergelar sarjana, atau bisa juga malah drop out.

Tahun lalu bergelar ayah, sekarang menjadi kakek. Jadi, sadar atau tidak, perjalanan waktu akan mengubah kita.

Persoalannya, ke arah mana perubahan itu terjadi? Ada tiga kemungkinan. Siapa yang kualitas amal saleh hari ini sama dengan kemarin, itulah orang yang tertipu waktu. Siapa yang kualitas hari ini lebih buruk dibandingkan dengan hari kemarin, itulah orang yang terpuruk. Dan siapa yang kondisi hari ini lebih baik dari hari kemarin, itulah orang yang mendapat rahmat.

Ciri orang yang mendapat kebahagiaan dunia adalah orang yang selalu berusaha agar hari ini lebih baik dari kemarin. Selalu berusaha mengisi umurnya dengan hal-hal yang bermanfaat. Itulah yang disebut umur yang berkah. Makin bertambah umurnya, makin meningkat pula amaliah salehnya. Sehingga ketika Allah Swt. memanggilnya, dia berada di klimaks kesalehan.

Mencermati analisis di atas, bisa disimpulkan bahwa ketika kita memohon, “Ya Allah berikan kepada kami kabahagiaan dunia,” itu berarti kita minta minimal tujuh kebaikan, yaitu hati yang syukur; jodoh yang saleh; anak yang jadi penyejuk hati; lingkungan pergaulan yang baik; harta yang halal; ilmu yang bermanfaat; serta umur yang barakah”.

Lalu, apa yang dimaksud, “Ya Allah berikan kepada kami kebahagiaan akhirat dan jauhkan kami dari azab neraka?” Kebahagiaan akhirat adalah ridho Allah dan surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-Mā’idah [5] ayat 119.

“…Merekamemperoleh surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada-Nya. Itulah kemenangan agung.”

Mudah-mudahan Allah Swt. memasukkan kita ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Aamiin. Wallahu’alam bishshawab. [ ]

Sumber: dikutip dari buku “DOA ORANG-ORANG SUKSES “ karya Dr. Aam Amiruddin, M.Si

5

Red: admin
Editor: iman

907