Kisah Umar dan Istri Yang Cerewet: 5 Pelajaran Yang Dapat Dipetik

0
699

PERCIKANIMAN.ID – – Seorang pria berjalan cepat. Ia tampak tergesa-gesa. Pria itu tak saba r menuju kediaman Khalifah Umar bin Khatab. Ia benar-benar ingin mengadu pada Khalifah karena tak tahan lagi dengan kecerewetan istrinya. Namun, bak tersengat listrik, pria itu malah kaget ketika ia sampai di depan rumah Khalifah, ia sangat tertegun.

Dari dalam rumah sang Khalifah, pria itu mendengar istri Umar bin Khatab sedang mengomel dan marah-marah. Cerewetnya istri sang Khalifah bahkan melebihi istri yang akan diadukannya.

Namun, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut Khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya, dengan rasa malu pria itu pun mengurungkan niatnya, ia batal melaporkan istrinya yang cerewet itu pada Umar.

Dari kisah di atas, sebenarnya apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang begitu disegani kawan maupun lawan berdiam diri saat istrinya mengomel? Mengapa ia hanya mendengarkan? Padahal, di luar sana ia selalu tegas pada siapapun. Rupanya, ada beberapa hal yang Umar ingat disaat istrinya tengah mengeluh kepadanya.

Pertama, Umar ingat bahwa istri adalah benteng penjaganya dari api neraka. Kita tentu sudah mengetahui bahwa setiap manusia tentulah memiliki kelemahan, termasuk juga kaum adam. Kelemahan pria adalah dari pandangannya.

Setiap pandangan yang tak terjaga itu tiba, maka melesatlah panah-panah syetan. Panah-panah yang menancap itu akan membuat darah berdesir, bergolak dan membangunkan raksasa yang tengah tidur berupa syahwat.

Dan sang istrilah yang mampu menjadi ladang bagi sang suami. Istrilah yang halal baginya ketika desir gejolak keinginan itu menghampiri. Istri adalah penjaga seorang suami dari api neraka. Darinya pahala bisa disemai. Darinya syurga bisa diraih. Dan Umar ingat betul soal itu.

Kedua, Umar ingat bahwa istrinya adalah pemelihara rumahnya. Seorang suami berletih-letih mencari nafkah untuk istri dan anaknya. Sang suami pergi pagi dan terkadang pulang larut malam. Lalu, siapakah yang merawat dan memelihara rumahnya ketika sang suami mencari nafkah? Dialah istri yang begitu ikhlas menjaga rumah, mempercantik dan mengatur urusan rumah tangga.

Jikalau memang ada pembantu, tetap peran istri tak bisa tergantikan. Istrilah yang membantu suami mengatur keuangan keluarga. Istrilah yang mesti memutar otak jika maisyah suaminya pas-pasan. Istrilah yang menjadi penjaga harta suaminya. Dan Umar ingat akan hal itu.

Ketiga, Umar ingat bahwa istrinyalah yang menjaga penampilannya setiap hari. Sudah menjadi informasi bersama bahwa kaum pria rata-rata terkesan acuh terhadap penampilannya. Warna A yang memang gelap, sengaja dipakai dikulit yang legam. Begitulah rata-rata kaum pria.

Namun, hadirnya seorang istri dalam kehidupan suami menjadi warna tersendiri yang seakan menambal kekurangannya. Sang istrilah yang selalu sigap menyiapkan pakaian yang rapid an wangi setiap pagi. Dan sang istri jualah yang menisik pakaian suami jika ada yang sobek. Dan Umar ingat akan hal itu.

Keempat, Umar ingat bahwa istrinya adalah pengasuh anak-anaknya. Istri adalah madrasatul ‘ula. Sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ditangan seorang istri, sang buah hati dibina dan dijaga setiap hari ketika sang suami tengah mencari nafkah. Istrilah yang begitu sabar menyusui bayinya yang lapar ditengah malam. Sang istrilah yang terkadang lupa makan demi menyuapi putra-putrinya. Baik buruknya generasi penerus ini sungguh tak akan lepas dari sentuhan tangan seorang istri. Dan Umar paham benar akan hal itu.

Kelima, Umar ingat bahwa istrinya adalah penyedia hidangan baginya setiap hari. Disaat pulang kerja, sang istrilah yang dengan setia menyediakan santapan lezat bagi sang suami. Sang istri jualah yang selalu tekun belajar memasak makanan disukai suami dan berusaha untuk menghindari masakan yang tidak digemari suaminya.

Kemudian, sang istri jugalah yang kerap memutar otak perihal biaya makan sehari-hari. Barangkali, suami tak pernah tahu bagaimana perjuangan istrinya menawar barang di pasar, dan menghitung dengan jeli keperluan keluarga. Dan Umar begitu mengerti akan hal itu.

Dengan mengingat kelima hal itu, Umar menjadi luluh hatinya. Begitu besar perjuangan sang istri untuknya dan keluarga. Barangkali sang istri tengah capek, mungkin beban pekerjaan rumahnya yang tak kunjung berkurang membuatnya ingin sekali bercerita. Membuatnya ingin menyandarkan diri di bahu suaminya.

Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan sang istri untuk menutupi segala cela dan kekurangan pendamping hidupnya. Jika demikian, maka tak ada caci maki, kata-kata kasar dan sumpah serapah dari mulut suami.

Begitulah seharusnya suami memperlakukan istrinya. Selalu berusaha untuk mengerti kekasih hatinya. Dengarkan ucapannya dengan lembut, lalu nasihatilah dengan penuh cinta jika ada salah.

Karena sesungguhnya Allah Swt ciptakan dua telinga dan satu bibir bagi manusia itu agar manusia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Wallohu’alam bishawab. [ ]

 

5

Red: Eika dan  Sofia

Editor: Iman

850