Motor Jaminan Hutang, Bolehkah Dimanfaatkan ?

0
1049

Assalamu’alaykum. Pak Aam, teman saya yang mau meminjam uang, jaminannya sebuah motor yang akan dititip di rumah saya. Bolehkah saya menerima dan memanfaatkan barang jaminan tersebut ? Misalnya untuk mengantar barang atau dipakai untuk ngojek? Mohon penjelasannya ( Nandar via fb )
 
 
Wa’alaykumsalam ww. Bapak ibu dan sahabat-sahabat yang dirahmati Allah. Terkait masalah hutang piutang ini secara khusus dijelaskan dalam Al Quran khususnya Surat Al-Baqarah ayat 282 terdapat keterangan yang sangat panjang mengenai cara utang-piutang.
 
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
 
 
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” ( QS. Al Baqarah: 282)
 
 
Ayat ini merupakan ayat terpanjang dalam Al-Qur’an. Intinya, ayat ini memerintahkan kalau kita melakukan utang-piutang, hendaklah tertulis; tulis secara rinci kapan utang itu akan dibayar, bagaimana cara pembayarannya, dan kalau tidak bisa membayar sesuai waktu yang dijadwalkan, apa konsekuensinya. Dalam proses penulisan utang-piutang ini, harus ada saksi yang dinilai jujur.
 
 
Tujuannya, kalau salah satu dari mereka (yang berutang-piutang) lupa, bisa saling mengingatkan. Kalau terjadi perselisihan, bisa merujuk pada perjanjian tertulis tersebut. Itu adalah ketentuan yang ideal, walaupun kita diperbolehkan melakukan transaksi utang-piutang tanpa ada bukti tertulis (bila satu sama lain saling percaya) dan yakin tidak akan jadi persoalan di kemudian hari.
 
 
Lalu pada ayat 283-nya disebutkan bahwa dalam utang-piutang  boleh menggunakan agunan sebagai jaminan atau sebagai bukti itikad baik orang yang berutang, bahwa dia benar-benar bertanggung jawab akan utangnya dan akan mengembalikan sesuai perjanjian.
 
 
Jika kamu dalam perjalanan dan tidak mendapatkan seorang penulis, hendaklah ada barang jaminan yang dipegang…” (Q.S. Al-Baqarah : 283)
 
 
Jadi, kalau ada orang yang mau meminjam sesuatu pada kita, lalu secara sukarela menawarkan jaminan (agunan) baik dalam bentuk benda ataupun surat berharga, silakan terima kalau kita menginginkannya. Tapi kalau tidak menginginkannya, karena percaya pada orang tersebut, diperbolehkan untuk menolak.
 
 
Mencermati ayat di atas, kita juga diperbolehkan menetapkan agunan (meminta jaminan) kepada orang yang akan berutang. Karena itu dalam perbankan Islam, ada persyaratan menyerahkan agunan/ jaminan bagi nasabah yang akan meminjam dana. Pada dasarnya, fungsi agunan adalah untuk menjaga kepastian bahwa yang berutang akan membayar sesuai perjanjian.
 
 
Bagimana kalau jaminan tersebut kita manfaatkan? Pada prinsipnya, barang  gadaian atau jaminan bukan untuk digunakan oleh pihak yang memberi utang atau yang menerima gadaian, tetapi hanya untuk jaminan atas pinjaman.
 
 
Jadi, memanfaatkan atau mengambil untung hasil dari barang yang digadaikan oleh pemberi utang tidak diperbolehkan. Sebab, barang atau jaminan tersebut menjadi milik pengutang. Misalnya, motor tersebut Anda gunakan untuk mengantar barang usaha atau buat ngojek dan Anda mendapat keuntungan dari penggunaan motor tersebut maka hukumnya tidak boleh.
 
 
Namun, kalau ada persetujuan dari pengutang bahwa barang gadaian/jaminan itu bisa dipergunakan, pemberi utang hukumnya mubah (boleh) menggunakan barang gadaian tersebut, dengan catatan seluruh biaya perawatan barang gadaian itu ditanggung oleh yang menggunakan barang.
 
 
 
Jadi, kalau Anda menerima motor sebagai agunan, dan penggadai itu rela motornya dimanfaatkan, Anda bertanggung jawab atas perawatannya (ganti olie, tune up, bahkan bayar pajaknya).
 
 
Hal ini merujuk pada kasus yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw. Beliau membolehkan pemanfaatan barang gadaian berupa binatang tunggangan (unta, kuda, dll.) untuk diperah susunya, ditunggangi, dll. dengan catatan orang yang memanfaatkannya wajib memberi makan, minum, serta merawat binatang tersebut. Silakan perhatikan keterangan berikut.
 
 
Nabi Saw. bersabda, “Apabila binatang tunggangan (unta, kuda,) tergadai, boleh dinaiki (ditunggangi) dan susunya boleh diminum, dan wajib atas orang yang menunggang dan meminum susunya memberi makan (merawatnya).” (HR. Bukhari)
 
 
Apabila agunan tersebut barang produktif, hasilnya harus diberikan kepada pemilik agunan, tidak boleh menjadi milik pemberi utang. Misalnya, kita memberikan pinjaman, si peminjam mengagunkan sebuah angkot, lalu kita operasikan sehingga menghasilkan keuntungan. Nah, kita harus menyerahkan hasilnya itu kepada pemilik angkot, tentunya setelah dipotong biaya operasional.
 

BACA JUGA: Terlilit Hutang, Apakah Berhak Menerima Zakat ?

 
Kesimpulannya, dalam berutang-piutang diperbolehkan adanya agunan sebagai jaminan. Agunan (barang gadaian) bukan untuk digunakan oleh pemberi pinjaman, tetapi sebagai jaminan atas pinjaman. Jadi, manfaat atau hasil dari barang yang digadaikan tetap menjadi milik penggadai.
 
 
Namun, kalau ada persetujuan dari pengutang bahwa agunan itu dapat dipergunakan oleh pemberi pinjaman, hukumnya menjadi mubah (boleh) menggunakan barang gadaian tersebut, dengan catatan seluruh biaya perawatannya ditanggung oleh yang menggunakan agunan (barang gadaian). Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishshawab. [ ]
5
Editor: iman
Ilustrasi foto: pixabay
780
Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email:  [email protected]  atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .
 

Follow juga akun sosial media percikan iman di:

Instagram : @percikanimanonline

Fanspages : Percikan Iman Online

Youtube : Percikan Iman Online

Twitter: percikan_iman