PERCIKANIMAN.ID – – Kehidupan harmonis Ali dan Fatimah bukannya tanpa mengalami perselisihan. Suatu ketika, Ali pernah berbuat kasar kepada Fatimah. Fatimah kemudian mengancam Ali, “Demi Allah, aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah Saw!” Fatimah pun pergi kepada Nabi Saw. dan Ali mengikutinya.
Sesampainya di hadapan Rasul, Fatimah mengeluhkan tentang kekasaran Ali. Nabi Saw. pun menyabarkannya, “Wahai putriku, dengarkanlah, pasang telinga, dan pahami bahwa tidak ada kepandaian sedikit pun bagi wanita yang tidak membalas kasih sayang suaminya ketika dia tenang.”
Ali berkata, “Kalau begitu, aku akan menahan diri dari yang telah kulakukan.”
Fatimah pun berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berbuat apapun yang tidak kamu sukai.”
Disebutkan juga dalam riwayat lain bahwa pernah terjadi pertengkaran antara Ali dan Fatimah. Lalu Rasulullah Saw. datang dan Ali menyediakan tempat untuk Rasulullah Saw. berbaring. Kemudian Fatimah datang dan berbaring di samping Nabi Saw. Ali pun berbaring di sisi lainnya. Rasulullah Saw. mengambil tangan Ali dan meletakkannya di atas perut beliau, lalu beliau mengambil tangan Fatimah dan meletakkannya di atas perut beliau. Selanjutnya beliau mendamaikan keduanya sehingga rukun kembali, Setelah itu barulah beliau keluar. Ada orang yang melihat kejadian itu lalu berkata kepada Rasulullah Saw.,
“Tadi engkau masuk dalam keadaan demikian (murung), lalu engkau keluar dalam keadaan berbahagia di wajahmu.” Ia menjawab, “Apa yang menahanku dari kebahagiaan, jika aku dapat mendamaikan kedua orang yang paling aku cintai?”
Istri mana yang tidak mengharapkan belaian mesra dari seorang suami. Namun bagi Fatimah, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu kesempatan berdampingan dengan Allah Swt. untuk mencari kasih-Nya dalam ibadah-ibadah yang ia lakukan. Sepanjang kepergian Ali, hanya anak-anak yang masih kecil yang menjadi temannya.
Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya (Hassan, Hussein, Muhsin, Zainab, dan Umi Kalsum) diusahakannya sendiri. Untuk mendapatkan air, dia berjalan jauh dan menimba dari sumur yang 40 hasta dalamnya di tengah sinar matahari padang pasir yang terik. Kadangkala harus menahan lapar sepanjang hari. Bahkan ia sering juga berpuasa yang membuat tubuhnya kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.
Pernah suatu hari, ketika ia sedang asyik bekerja menggiling gandum, Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya. Fatimah yang amat keletihan ketika itu meceritakan problem rumah tangganya. Ia bercerita betapa dirinya telah bekerja keras, menyaring tepung, mengangkat air, memasak, serta melayani kebutuhan anak-anak. Ia berharap agar Rasulullah dapat menyampaikan kepada Ali agar Ali mencarikannya seorang pembantu.
Rasulullah Saw. merasa kasihan terhadap permasalahan rumah tangga anakanya itu. Namun beliau sangat tahu, sesungguhnya Allah memang menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk memudahkannya di akhirat. Mereka yang rela bersusah payah dengan ujian di dunia demi mengharapkan keridhaan-Nya adalah orang yang akan mendapat tempat di sisi-Nya.
Lalu dibujuknya Fatimah sambil memberi harapan dengan janji-janji Allah. Beliau mengajarkan zikir, tahmid, dan takbir yang apabila diamalkan, segala permasalahan dan beban hidup akan terasa ringan. Ketaatannya kepada Ali akan menyebabkan Allah Swt. mengangkat derajatnya. Sejak saat itu, Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarganya. Ia juga tidak meminta sesuatu yang dapat menyusahkan suaminya.
BACA JUGA: Ini Contoh Wanita Mulia Penghuni Surga
Dalam kondisi itu, kemiskinan tidak menghilangkan semangat Fatimah untuk selalu bersedekah. Ia tidak sanggup kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Ia tidak rela hidup senang di kala orang lain menderita. Bahkan ia tidak pernah membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberi sesuatu, meskipun dirinya sendiri sering kelaparan.
Jangan Segan Meminta Maaf
Pernah suatu hari Fatimah menyebabkan Ali kesal. Menyadari kesalahannya, Fatimah segera meminta maaf berulang kali. Fatimah terngiang nasihat Rasul, “Wahai Fatimah, kalaulah di kala itu engkau mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menshalatkan jenazahmu.” Ketika dilihatnya air muka suaminya tidak juga berubah, ia pun berlari-lari seperti anak kecil mengelilingi Ali dan meminta dimaafkan. Melihat aksi istrinya tersebut, Ali tersenyumlah dan lantas memaafkan istrinya itu.
Begitulah rumah tangga Fatimah dan Ali. Sungguh sebuah potret rumah tanggal sakinah, mawadah, warahmah yang patut ditiru. [ ]
Diolah dari berbagai sumber
5
Red: ahmad
Editor: iman
Ilustrasi foto: pixabay
848
Follow juga akun sosial media percikan iman di:
Instagram : @percikanimanonline
Fanspages : Percikan Iman Online
Youtube : Percikan Iman Online
Twitter: percikan_iman