Assalamu’alaykum. Pak Ustadz insya Allah sebentar lagi anak kami akan lahir. Saya ingin bertanya seputar akikah. Apakah ketika diperintahkan memotong rambut saat akikah kita harus memotong sebagian rambut anak atau seluruhnya (digunduli)? Karena saya mendengar ada yang berpendapat bahwa anak tidak perlu dicukur secara keseluruhan rambutnya tapi sebagiannya saja alias tidak digunduli. Saya juga ingin bertanya maksud jiwa yang tergadai dalam hadits yang menerangkan tentang hukum akikah. Maksud tergadai di sini seperti apa ?. Mohon penjelasannya Ustadz? ( Fandy via email)
Wa’alaykumsalam Wr.Wb. Iya pak Fandy, bapak ibu, mojang bujang dan sahabat-sahabat sekalian yang dirahmati Allah. Melaksanakan akikah adalah salah satu tuntunan dalam Islam ketika anak kita baru lahir atau ketika mempunyai anak. Hadits yang Anda tanyakan dan berkenaan dengan prosesi akikah ini adalah sebagai berikut, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda,
“Tiaptiap anak tergadai (tergantung) dengan akikahnya yang disembelih untuknya pada hari ke-7, di hari itu ia dicukur rambutnya dan diberi nama”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Pada hari ketuju setelah anak lahir, Islam menganjurkan orangtua untuk melaksanakan syariat akikah. Dalam syariat akikah ini, terdapat prosesi khusus yang sebaiknya dilakukan pada hari yang sama, yaitu menyembelih dua kambing untuk bayi laki-laki dan satu ekor kambing atau domba untuk anak perempuan.
Kemudian orangtua mencukur rambut bayi, lalu ada yang disebut dengan istilah tahnik atau mengunyah korma dan sedikit dari kunyahan itu ditempelkan pada langit-langit mulut bayi, dan bayi diberi nama.
Khusus mengenai mencukur rambut bayi, Rasul menganjurkan agar rambut tersebut dihabiskan dari kepala bayi atau digunduli dan tidak seperti tahallul dalam haji yang boleh hanya sebagian saja.
Kemudian, rambut tersebut ditimbang untuk dihargai perak atau emas lalu disedekahkan. Kalau hanya mencukur sebagian bayi, tentu tidak selaras dengan isyarat dari Rasulullah dan kita akan kesulitan mengetahui jumlah sedekah yang akan dikelurkan.
Mengenai penentuan hukum akikah sendiri ada terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian mengatakan wajib, sebagian yang lain mengatakan wajib-sunnah atau sunnah muakkadah atau sunnah yang dianjurkan, dan dan ada pula yang mengatakannya sebagai sunnah.
Nah, perbedaan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh makna kata tergadai dalam hadits yang menjadi rujukan akikah. Bagi yang berpandangan bahwa kata tergadai tersebut maknanya sebagaimana tergadainya barang yang harus ditebus, maka akikah menjadi wajib hukumnya.
Sementara, Imam Ahmad menyatakan bahwa maksud tergadai di sini adalah syafaat. Maksudnya, anak yang belum sempat diakikahi (pada hari ketujuh setelah dilahirkan), maka di akhirat kelak akan kehilangan kesempatan untuk memberi syafaat pada orang tuanya. Dari pandangan ini, lahirlah kesimpulan hukum akikah wajib-sunnah. Namun, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berpandangan bahwa tidak terdapat dalil yang spesifik yang mengisyaratkan hukum akikah. Karenanya, dia berpandangan bahwa hukum akikah adalah sunnah.
BACA JUGA: Hukum Membawa Anak Ke Masjid
Terlepas dari perbedaan makna kata tergadai tersebut, saya cenderung berpandangan bahwa akikah bukan syarat untuk menebus anak dari Allah Swt. Penempatan kata tergadai merupakan kata pinjaman yang maknanya semata untuk memberi motivasi para orangtua agar dapat menjamin masa depan anak, terutama menyangkut agama dan akhlaknya.
Kata tergadai ini sekaligus menyadarkan kita selaku orangtua bahwa anak bukanlah milik orangtua sepenuhnya yang bisa dieksploitasi seenaknya. Seandainya akikah tidak sempat dilaksanakan, tidak berarti itu menjadi hutang yang harus segera dibayar atau ditebus di kemudian hari nanti saat sadar atau mampu seperti halnya hutang gadai pada pegadaian. Demikian penjelasannya semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. [ ]
5
Editor: iman
Ilustrasi foto: duniaislam
932
Sampaikan pertanyaan Anda melalui alamat email: [email protected] atau melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/