Cara Menghadapi Suami Yang Pelit Dan Egois

0
957

Oleh: Sasa Esa Agustiana*

 

PERCIKANIMAN.ID – – Teh Sasa, saya seorang ukhti yang sudah menikah selama 10 tahun dan telah dikaruniai dua orang anak yang telah duduk di bangku SD dan TK. Saat ini, saya merasa tertekan karena suami saya orangnya pelit meski rajin shalat. Suami saya hanya akan memberi nafkah kalau diminta. Berapa jumlah penghasilan suami, saya tidak tahu karena dia tidak pernah terbuka pada saya dari awal menikah sampai sekarang. Dia punya rekening tabungan dan kartu kredit atas nama sendiri tanpa sepengetahuan saya. Keadaan tersebut membuat saya harus mengirit pengeluaran. Alhamdulillah saya mempunyai pekerjaan part-time (mengajar) untuk memenuhi kebutuhan pribadi karena suami saya tak acuh dan kurang memerhatikan kebutuhan saya sebagai istrinya. Ini tidak adil karena kalau belanja untuk kebutuhan pribadi, suami saya selalu membeli barang-barang mahal dan bermerek. Apa yang harus saya lakukan dengan kondisi seperti ini?

Demikian curhatan seorang ibu muda kepada saya tempo hari. Ya, perlu kita sadari bersama bahwa hidup berumah tangga ibarat dua sisi mata uang; ada sisi bahagia dan sisi duka. Mengenai hal ini, Allah Swt. berfirman,

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kami dikembalikan.” (QS. Al-Anbiyaa [21]: 35).

Di sini, yang menjadi sumber permasalahan adalah suamiyang telah berbuat dosa dengan tidak menafkahi istri dan anak. Rasulullah Saw. telah memberikan tuntunan dalam salah satu haditsnya, “Satu dinar engkau sedekahkan dalam perjuangan dijalan Allah dan satu dinar engkau pergunakan untuk memerdekakan budak dan satu dinar engkau sedekahkan kepada orang miskin dan satu dinar engkau belanjakan untuk keluargamu, yang terbesar pahalanya adalah yang engkau belanjakan untuk keluargamu” (HR. Muslim).

Suami pelit akan dijauhkan dari rahmat, kasih sayang, dan petunjuk Allah Swt. karena hatinya telah ternoda oleh sifat zalim terhadap diri dan orang lain (istri dan anak). Dalam Al-Qur’an, disebutkan bahwa ciri orang yang beriman dan bertakwa (selain menegakkan shalat) adalah menafkahkan sebagian rezekinya. Meski suami ukhti terlihat mengerjakan shalat, akan tetapi kekhusyukannya masih perlu dipertanyakan. Ia mungkin shaleh secara lahiriah, tapi hal tersebut hendaknya dibarengi dengan kesalehan hati dengan senantiasa bertaqarub kepada Allah Swt. yang sangat membenci orang pelit.

Menjadi tugas kita untuk mengajak suami kembali pada jalan Allah Swt. dan Rasul-Nya tanpa mengenal lelah. Orientasikan usaha ini pada proses (bukan hasil) dan jadikan sebagai bekal amal di akhirat. Allah Swt. berfirman,

Dan katakanlah: ‘Berjalanlah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan’” (QS. At-Taubah [9]: 105).

Untuk mencapai hal itu, kita dapat mengajak (dakwah) secara lisan, memberikan keteladanan melalui perbuatan, serta mendo’akan suami agar kembali ke jalan yang benar. Sebagaimana firman Allah,

Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [16]: 125)

Walaupun suami bersikap nusyuz (tidak melaksanakan kewajibannya sebagai suami dan ayah), pada tahap awal, saya menyarankan ukhti dan juga akhwat lain yang memiliki permasalahan serupa agar bersabar dan tetap bertahan dalam rumah tangga ini demi anak-anak. Target paling minimal adalah kebutuhan anak akan sosok seorang ayah masih dapat terpenuhi meski dari segi keteladanan masih harus diimbangi dan diisi oleh ibunya.

Mengenai nafkah keluarga, sebaiknya kita sebagai ibu rumah tangga mempunya penghasilan sendiri sehingga bisa memenuhi kebutuhan pribadi serta anak-anak. Namun demikian, kita harus tetap mengingatkan dan meminta jatah nafkah (uang) sehari-hari kepada suami. Kalau tidak diminta, suami dengan karakter seperti ini akan semakin terbiasa melalaikan kewajibannya. Meski ingat, dia akan berpura-pura lupa. Meski ada uang, dia akan mengaku tidak punya. Insya Allah, ini adalah ujian keshalehan menuju sakinah dan ketenangan hidup ukhti. Sebagaimana dalam firman Allah,

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taghaabuun [64]: 14)

Dari keterangan tersebut, tugas kita adalah mendampingi suami (dengan ketidakshalehannya) dengan tujuan semoga ia segera bertobat dan kembali pada jalan Allah Swt. Ia bisa disebut sebagai ‘musuh’ dalam tingkat keimanan yang berbeda sehingga kita tetap harus bersikap hati-hati dan waspada jangan sampai terbawa (menjadi tidak shaleh). Jangan mudah diperdaya dan diintimidasi oleh suami, sekaligus harus tetap memiliki jiwa pemaaf dan lapang dada untuk menutupi kesalahannya. Niakan semuanya karena Allah Swt. Insya Allah, ini akan menjadi jalan untuk mendapat ampunan-Nya.

BACA JUGA: Cara Menghadapi Istri Pemcemburu Berat

Dan orang-orang yang sabar karena mencari kerighoan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)” (QS. Ar-Rad [13]: 22).

Insya Allah, semua ujian tersebut akan membuat ukhti lebih dekat kepada Allah Swt. dengan selalu berzikir untuk mengingat-Nya. “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Rad [13]: 28).

Wallahu’alam bishawab. [ ]

5

*Penulis adalah ibu rumah tangga,penulis buku dan pegiat dakwah

Red: riska

Editor: iman

Ilustrasi foto: pixabay

890