Mewaspadai Makanan dan Jajanan Berbahaya Bagi Anak-anak

0
454

Oleh: Eddy Fadlyana, Dr.dr., Sp.A(K), M.Kes*

 

PERCIKANIMAN.ID – – Kecukupan gizi anak masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia. Bagaimana tidak, berdasarkan hasil survey tahun lalu ditemukan bahwa 27,5 % balita mengalami gangguan gizi sedang sampai berat. Kini dengan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat yang turun akibat kenaikan harga BBM yang berimbas pada naiknya harga sembako juga tidak bakalan jauh dari hasil survey tersebut. Asupan gizi anak sekolah di beberapa wilayah Indonesia sangat memprihatinkan, padahal setiap harinya dibutuhkan asupan gizi yang mencukupi supaya anak-anak tersebut memiliki pertumbuhan kesehatan dan perkembangan intelektual yang baik sehingga dapat menjadi generasi bangsa yang unggul kelak di kemudian hari.

 

Situasi ini diperparah dengan pilihan jajanan di sekolah yang ternyata sangat berisiko menggangu kesehatan, baik yang berakibat jangka pendek atau pun jangka panjang. Belum lama ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan fakta baru, sekitar 60 % jajanan anak sekolah (seperti minuman ringan, es cendol, dan kue ringan lainnya) tidak layak konsumsi karena mengandung zat pewarna tekstil serta 50 % di antaranya mengandung unsur kuman/mikroba. Biasanya, anak yang gemar jajan sembarangan di sekolah adalah mereka yang tidak mau atau tidak selera makan di rumah. Tidak terjaminnya kandungan gizi dalam jajanan yang mereka konsumsi akan membuat mereka kerap terserang diare, anorexia nervosa, dan defisiensi zat besi pada anak perempuan.

 

Untuk mengurangi kebiasaan anak sekolah makan jajanan yang tidak sehat dan tidak aman, perlu dilakukan usaha promosi keamanan pangan baik kepada pihak sekolah (kepala sekolah, guru, murid), masyarakat (orang tua murid), serta pedagang. Salah satu bentuk solusi yang dapat diambil antara lain adalah Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS). Program ini membutuhkan koordinasi yang baik antara pihak sekolah, departemen agama, persatuan wali murid di bawah pengawasan Pusat Kesehatan Masyarakat setempat. Kolaborasi pihak-pihak tersebut diwujudkan dengan menyajikan makanan ringan pada waktu istirahat sekolah atau makan siang yang bisa diatur porsi dan nilai gizinya. Selain untuk menghindarkan anak dari jajan sembarangan, program ini juga bertujuan agar anak diperkenalkan pada berbagai jenis bahan makanan yang mungkin tidak disukai ketika disajikan di rumah. Dengan demikian, anak dapat mengenal lebih banyak aneka bahan pangan yang mungkin belum ia kenal sebelumnya. Bila upaya tersebut belum dapat terealisasi, maka alternartif lainnya adalah orangtua harus lebih aktif menyiapkan bekal makanan bagi anak.

 

Pada umumnya, anak memilih jajanan atau makanan yang disenangi tanpa memikirkan kandungan gizi di dalamnya. Anak juga lebih mudah terpengaruh lingkungan disekitarnya (misal teman-temannya atau iklan televisi dan radio) dalam menentukan pilihan jajanan. Hal ini akan bertambah parah jika orangtua tidak memberikan arahan jenis makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi anak. Di sinilah diperlukan pengetahuan nutrisi bagi anak.

 

Di sekolah, anak harus diberi pendidikan nutrisi secara spesifik, baik berupa pengetahuan, praktek, serta sikap mengenai jenis makanan yang sehat. Pendidikan nutrisi ini tidak hanya terbatas pada pengetahun zat gizi mikro tetapi juga pengarahan atau perkiraan jumlah asupan makanan dan energi yang digunakan setiap hari bagi anak yang bersangkutan. Selain itu, anak juga harus diberi pengetahuan tentang bahan makanan yang tidak aman dikonsumsi. Hal ini juga dimaksudkan agar anak dapat menularkan pengetahuan nutrisi mereka kepada lingkungannya. Pengetahuan dan praktek lebih dulu dilakukan sehingga membawa perubahan pada anak, terutama sikapnya. Program ini dapat dilakukan secara perlahan namun pasti sehingga anak tidak merasa ditekan atau dipaksa melakukannya.

 

HALAMAN SELANJUTNYA…>>