PERCIKANIMAN.iD – – Kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang dirayakan setiap bulan Rabiul Awal, tepatnya pada 12 Rabiul Awal, sering disebut sebagai perilaku bid’ah yang sesat. Namun, hal tersebut ternyata sama sekali tidak benar. Justru dalam Al Qur’an, Hadits, serta pendapat para ulama, bergembira dan merayakan hari lahirnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah kebaikan dan berpahala.
Dikutip dari beberapa sumber, dalil-dalil mengenai merayakan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam berikut diulas dengan sangat jelas dan dapat dipahami dengan baik.
Pendapat yang masyhur yang menerangkan arti الرحمة dengan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ialah karena adanya isyarat firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yaitu:
“Kami tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’:107).[Abil Fadhol Syihabuddin Al-Alusy, Ruhul Ma’ani, juz 11, halaman: 186]
Peringatan maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah acara rutin yang dilaksanakan oleh mayoritas kaum muslimin untuk mengingat, mengahayati dan memuliakan kelahiran Rasulullah.
Menurut catatan Sayyid al-Bakri, pelopor pertama kegiatan maulid adalah al-Mudzhaffar Abu Sa`id, seorang raja di daerah Irbil, Baghdad. Peringatan maulid pada saat itu dilakukan oleh masyarakat dari berbagai kalangan dengan berkumpul di suatu tempat.
Mereka bersama membaca sejumlah ayat Al-Qur’an, membaca sejarah ringkas kehidupan dan perjuangan Rasulullah, melantunkan shalawat dan syair-syair kepada Rasulullah, serta diisi pula ceramah agama. [al-Bakri bin Muhammad Syatho, I`anah at-Thalibin, Juz II, hal 364]
Peringatan maulid Nabi seperti gambaran di atas tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah maupun sahabat. Karena alasan inilah, sebagian kaum muslimin tidak mau merayakan maulid Nabi, bahkan mengklaim bid`ah pelaku perayaan maulid.
Menurut kelompok ini seandainya perayaan maulid memang termasuk amal shalih yang dianjurkan agama, mestinya generasi salaf lebih peka, mengerti dan juga menyelenggarakannya. [Ibn Taimiyah, Fatawa Kubra, juz IV, halaman: 414].
Oleh karena itulah, penting kiranya untuk memperjelas hakikat perayaan maulid, dalil-dalil yang membolehkan dan tanggapan terhadap yang membid`ahkan.
Bukan Bid`ah yang Dilarang
Telah banyak terjadi kesalahan dalam memahami hadits Nabi tentang masalah bid`ah dengan mengatakan bahwa setiap perbuatan yang belum pernah dilakukan pada masa Rasulullah adalah perbuatan bid`ah yang sesat dan pelakunya akan dimasukkan ke dalam neraka dengan berlandaskan pada hadist berikut ini:
“Berhati-hatilah kalian dari sesuatu yang baru, karena setiap hal yang baru adalah bid`ah dan setiap bid`ah adalah sesat.” [HR Ahmad, nomor: 17184].
Pemahaman hadits ini bisa salah apabila tidak dikaitkan dengan hadits lain, yaitu:
“Siapa saja yang membuat sesuatu yang baru dalam masalah kami ini, yang tidak bersumber darinya, maka dia ditolak.” [HR al-Bukhori, nomor: 2697]
Ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan أمرنا dalam hadits di atas adalah urusan agama, bukan urusan duniawi, karena kreasi dalam masalah dunia diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat.
Sedangkan kreasi apapun dalam masalah agama adalah tidak diperbolehkan. [Yusuf al-Qaradhawi, Bid`ah dalam Agama, halaman: 177] Dengan demikian, maka makna hadits di atas adalah sebagai berikut:
”Barangsiapa berkreasi dengan memasukkan sesuatu yang sesungguhnya bukan agama, lalu diagamakan, maka sesuatu itu merupakan hal yang ditolak.”
Dapat dipahami bahwa bid`ah yang dhalalah (sesat) dan yang mardudah (yang tertolak) adalah bid`ah diniyah. Namun banyak orang yang tidak bisa membedakan antara amaliyah keagamaan dan instrumen keagamaan. Sama halnya dengan orang yang tidak memahami format dan isi, sarana dan tujuan. Akibat ketidakpahamannya, maka dikatakan bahwa perayaan maulid Nabi sesat, membaca Al-Qur’an bersama-sama sesat dan seterusnya.
Padahal perayaan maulid hanyalah merupakan format, sedangkan hakikatnya adalah bershalawat, membaca sejarah perjuangan Rasulullah, melantunkan ayat Al-Qur’an, berdoa bersama dan kadang diisi dengan ceramah agama yang mana perbuatan-perbuatan semacam ini sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an maupun hadits.
Dan lafadz كل pada hadits tentang bid`ah di atas adalah lafadz umum yang ditakhsis. Dalam Al-Qur’an juga ditemukan beberapa lafadz كل yang keumumannya ditakhsis. Salah satu contohnya adalah ayat 30 Surat al-Anbiya`:
“Dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup itu dari air.”(QS al-Anbiya’: 30)
Kata segala sesuatu pada ayat ini tidak dapat diartikan bahwa semua benda yang ada di dunia ini tercipta dari air, tetapi harus diartikan sebagian benda yang ada di bumi ini tercipta dari air. Sebab ada benda-benda lain yang diciptakan tidak dari air, namun dari api, sebagaimana firman Allah dalam Surat ar-Rahman ayat 15:
وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَار Artinya:
Dan Allah menciptakan jin dari percikan api yang menyala.
Oleh karena itulah, tidak semua bid`ah dihukumi sesat dan pelakunya masuk neraka. Bid`ah yang sesat adalah bid`ah diniyah, yaitu meng-agamakan sesuatu yang bukan agama. Adapun perayaan maulid Nabi tidaklah termasuk bid`ah yang sesat dan dilarang karena yang baru hanyalah format dan instrumennya.
Berkenaan dengan hukum perayaan maulid, As-Suyuthi dalam al-Hawi lil Fatawi menyebutkan redaksi sebagai berikut:
“Hukum Asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari kaum Salaf saleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya, jadi barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik saja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid’ah hasanah.”
Al-Hafizh Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang tsabit (shahih).”
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani, mengatakan:
“Bahwa sesungguhnya mengadakan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam merupakan suatu tradisi dari tradisi-tradisi yang baik, yang mengandung banyak manfaat dan faidah yang kembali kepada manusia, sebab adanya karunia yang besar. Oleh karena itu dianjurkan dalam syara’ dengan serangkaian pelaksanaannya.” (Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, Mafahim Yajibu An-Tushahha, halaman: 340)
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perayaan maulid Nabi hanya formatnya yang baru, sedangkan isinya merupakan ibadah-ibadah yang telah diatur dalam Al-Qur’an maupun hadits. Oleh karena itulah, banyak ulama yang mengatakan bahwa perayaan maulid Nabi adalah bid`ah hasanah dan pelakunya mendapatkan pahala.
Dalil Perayaan Maulid Nabi Di antara dalil perayaan maulid Nabi Muhammad menurut sebagian ulama adalah firman Allah:
“Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmat-Nya (Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira.” (QS.Yunus: 58)
Ayat ini menganjurkan kepada umat Islam agar menyambut gembira anugerah dan rahmat Allah. Terjadi perbedaan pendapat di antara ulama dalam menafsiri الفضل dan الرحمة. Ada yang menafsiri kedua lafadz itu dengan Al-Qur’an dan ada pula yang memberikan penafsiran yang berbeda. Abu Syaikh meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa yang dimaksud dengan الفضل adalah ilmu, sedangkan الرحمة adalah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Pendapat yang masyhur yang menerangkan arti الرحمة dengan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ialah karena adanya isyarat firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yaitu:
“Kami tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’:107).[Abil Fadhol Syihabuddin Al-Alusy, Ruhul Ma’ani, juz 11, halaman: 186]
Menurut Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani bergembira dengan adanya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ialah dianjurkan berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada surat Yunus ayat 58 di atas. [Sayyid Muhammad al-Maliki al-Hasani, Ikhraj wa Ta’liq fi Mukhtashar Sirah An-Nabawiyah, halaman: 6-7]
Dalam kitab Fathul Bari karangan al- Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani diceritakan bahwa Abu Lahab mendapatkan keringanan siksa tiap hari senin karena dia gembira atas kelahiran Rasulullah. Ini membuktikan bahwa bergembira dengan kelahiran Rasulullah memberikan manfaat yang sangat besar, bahkan orang kafirpun dapat merasakannya. [Ibnu hajar, Fathul Bari, juz 11, halaman: 431]
Riwayat senada juga ditulis dalam beberapa kitab hadits di antaranya Shahih Bukhari, Sunan Baihaqi al-Kubra dan Syi`bul Iman. [Maktabah Syamilah, Shahih Bukhari, juz 7, halaman: 9, Sunan Baihaqi al-Kubra, juz 7, halaman: 9, Syi`bul Iman, juz 1, halaman: 443].
“Barang siapa yang memulai dalam Islam sebuah perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya itu, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya. tanpa berkurang sedikitpun pahala yang mereka dapatkan.” HR. Muslim.
Rasulullah ketika ditanya tentang mengapa beliau selalu berpuasa pada hari Senin, beliau menjawab:
“Hari itu merupakan hari di mana aku telah dilahirkan.” (HR. Muslim)
Hadits ini memberikan petunjuk bahwa Rasulullah selalu melakukan puasa pada hari Senin sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sayyidina Abu Bakar RA
“Barangsiapa yang membelanjakan satu dirham (uang emas) untuk keperluan mengadakan pembacan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, maka ia akan menjadi temanku di surga.”
Sayyidina Umar Bin Khattab
“Barangsiapa yang mengagungkan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.”
Ali Bin Abi Thalib
“Barangsiapa memuliakan (memperingati) kelahiran Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, apabila ia pergi meninggalkan dunia, ia pergi dengan membawa iman.”
Fatwa Beberapa Ulama Mengenai Peringatan Maulid Nabi
1. Syaikh Al-Islam Khatimah Al-Huffazh Amir Al-Mu’minin Fi Al Hadits Al-Imam
Beliau menjelaskan sebagai berikut:
“Asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari kaum Salaf saleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya, barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik saja dan menjauhi semua lawannya (hal buruk), maka itu adalah bid’ah hasanah.”
2. Al-Imam Al-Hafizh As-Suyuthi
Beliau mengatakan dalam risalahnya:
“Menurutku, pada dasarnya maulid diperingati dengan kumpulan orang-orang, berisi bacaan beberapa ayat dari Al-Qur’an, meriwayatkan hadits-hadits tentang permulaan sejarah Rasulullah dan tanda-tanda yang mengiringi kelahiran Rasulullah, Kemudian disajikan sebuah hidangan lalu dimakan oleh orang-orang tersebut dan kemudian mereka bubar setelah selesai, hal ini termasuk bid’ah hasanah yang pelakunya akan mendapatkan pahala. Karena perkara semacam itu merupakan perbuatan yang mengagungkan kedudukan Rasulullah dan merupakan pengungkapan rasa gembira serta suka cita dengan kelahirannya yang mulia.”
Ayat Tentang Maulid Nabi
1. Surah Yunus Ayat 58
Qul bifaḍlillāhi wa biraḥmatihī fa biżālika falyafraḥụ, huwa khairum mimmā yajma’ụn
“Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
2. Surah Al-Anbiya Ayat 107
Wa mā arsalnāka illā raḥmatal lil-‘ālamīn
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.”
3. Surah Al Hajj Ayat 32
“żālika wa may yu’aẓẓim sya’ā`irallāhi fa innahā min taqwal-qulụb.”
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, sesungguhnya itu timbul dalam ketakwaan hati.”
4. Surah Al-Imran Ayat 164
“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang mukmin ketika Allah mengutus di tengah-tengah mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Azhab: 56)
Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiran itu.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhori. “dikisahkan ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu lahab, paman nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang jabang bayi yang sangat mulia, Abu Lahab pun memerdekan Tsuwaibah sebagai tanda cinta dan kasih. Dan karena kegembiraannya, kelak di hari kiamat siksa atas dirinya (Abu Lahab) diringankan setiap hari Senin.”
“Tidak sempurna iman salah satu diantara kamu sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.” (HR. Bukhori Muslim).
Imam Sirri Saqathi Rahimahullah berkata:
“Barang siapa menyengaja (pergi) ke suatu tempat yang dalamnya terdapat pembacaan maulid nabi, maka sungguh ia telah menyengaja (pergi) ke sebuah taman dari taman-taman surga, karena ia menuju tempat tersebut melainkan kecintaannya kepada baginda rasul. Rasulullah bersabda: barang siapa mencintaku, maka ia akan bersamaku di syurga.
Sedangkan Imam Syafi’i Rohimahullah berkata:
“Barang siapa yang mengumpulkan saudara-saudara untuk memperingati Maulid nabi, kemudian menyediakan makanan, tempat, dan berbuat kebaikan untuk mereka serta ia menjadi sebab untuk atas dibacakannya maulid nabi, maka Allah akan membangkitkan dia bersama-sama orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Dan dia akan dimasukkan dalam syurga na’im.”
Banyak dalil-dalil, baik al-Qur’an, al-Sunnah, maupun perkataan ulama, yang menunjukkan dianjurkannnya memperingati Maulid Nabi. Diantaranya dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 58 dan surat al-Abiya’ ayat 107.
Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus: 58)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS al-Anbiya: 107)
Dari Abi Qotadah Ra, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ditanya mengenai puasa hari senin. Maka beliau menjawab “Di hari itu aku dilahirkan, dan di hari itu diturunkan padaku (al-Qur’an)” (HR. Imam Muslim dalam Shohih-nya pembahasa tentang puasa)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibn Asyakir, Ibn Warrahawi, dan al-Dhiya’ dari shahabat Abu Sa’id al-Khurdi disebutkan:
Jibril datang kepadaku, lalu berkata ‘Sesungguhnya Tuhanku dan Tuhanmu berkata kepadamu: Kamu tahu, bagaimana aku mengangkat sebutanmu? Lalu aku menjawab: Allahu a’lam. Jibril berkata: Aku tidak akan menyebut, kecuali engkau disebut bersamaku.” (HR. Ibnu ‘Asyakir, Ibnu Warrohawi dalam kitab al-‘Arbain, dan al-Dhiya’ dalam kitab al-Mukhtarah dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudri)
Bahkan Ibnu Taimiyah yang menjadi kiblat pemikiran para tokoh Islam kanan, dan digambarkan sangat menolak peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. malah menganjurkan untuk melakukannya, bahkan dikatakan memiliki faedah pahala.
Hal tersebut tidak dijelaskan oleh siapapun, tapi oleh beliau sendiri dalam kitab beliau Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim, Mukholafatu Ashhabi al-Jahim halaman 297. Berikut stetemen beliau dalam kitab tersebut:
“Mengagungkan maulid (Nabi Muhammad) dan melakukannya rutin (setiap tahun), yang kadang dilakukan oleh sebagian orang. Dan baginya dalam merayakan maulid tersebut, pahala yang agung/besar karena tujuan yang baik dan mengagungkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. dan keluarga beliau. Sebagaimana yang telah aku sampaikan padamu.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim, Mukholafatu Ashhabi al-Jahim: 297)
Imam Subkhi dan para pengikutnya juga menganggab baik peringatan maulid dan berkumpulnya manusia untuk merayakannya. Imam Abu Syammah Syaikh al-Nawawi mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan kebaikan seperti hal-hal baik yang terjadi di zaman kami yang dilakukan oleh masyarakat umum di hari yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Di antaranya sedekah, berbuat baik, memperlihatkan hiasan dan kebahagiaan. Maka sesungguhnya dalam hari tersebut beliau menganjurkan agar umat muslim berbuat baik kepada para fakir sebagai syiar kecintaan terhadap baginda Rasul. mengangungkan beliau, dan sebagai ungkapan rasa syukur.
Menurut Imam al-Sakhawi, adanya peringatan itu sejak abad ketiga hijriyah. Sejak itu, orang-orang Islam terus mengerjakannya.
Bahkan, Ibnu al-Jauzi, yang biasanya dijadikan hujjah oleh para kaum ekstrimis kanan mengharamkan perayaan maulid, sama seperti Ibn Taimiyah, malah menukil sejarah maulid itu sendiri.
Ibn al-Jauzi mengatakan bahwa perayaan maulid dimulai pada masa Raja al-Mudhafar. Beliau menceritakan parayaan tersebut sangat besar, megah, dan penuh dengan kebahagiaan yang tidak terkira. Disediakan 5.000 kambing, 10.000 ayam, 100.000 porsi, dan 30.000 piring manisan. Dihadiri oleh para ulama dan para sufi, yang oleh Raja al-Mudhaffar diberikan setiap orang 300.000 dinar. (Is’adur Rofiq:1:26)
Demikian dalil-dalil yang menyebutkan bahwa merayakan kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah sebuah perbuatan yang baik dan berpahala. [ ]
Sumber: avesiar.com
5
Red: admin
Editor: iman
908