Jamaah Haji Bisa Alami Suhu 70 Derajat Celcius

0
495
Cuaca panas jamaah haji ( ilustrasi foto: arabnews)
PERCIKANIMAN.ID – – Jamaah haji dalam waktu 20 tahun lagi bisa melaksanakan ibadah di Tanah Suci di bawah suhu 70 derajat celcius jika ancaman perubahan iklim tak dapat ditanggulangi. Untuk itu, jamaah haji diharapkan untuk semakin peduli dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Aktivis Lingkungan dan Dosen Pascasarjana Universitas Nasional (Unas), Dr Fachruddin Mangunjaya menjelaskan, suhu 70 derajat celcius pada 20 tahun ke depan didasarkan pada skenario atau pemodelan yang dijabarkan dalam laporan ‘Dampak Kebijakan Iklim bagi Ibadah Haji’ yang disusun oleh Fachrudin dan sejumlah peneliti lain.

“Akan ada akselerasi (kenaikan suhu) kalau kita tidak bisa menahan sampai 1,5 derajat celcius suhu global rata-rata. Sekarang saja sudah 1,1 sampai 1,2 derajat celcius suhu global rata-rata,” terangnya di sela-sela acara Greenpeace dan Ummah for Earth di Jakarta, Selasa (27/6/2023).

Dia melanjutkan, jumlah emisi atau penebalan atmosfer itu sudah 400 lebih equivalent. Di tahun 1990-an, itu di angka 350 part per million (ppm). “Jadi satu juta bagian itu hanya 350 karbon dioksida, dari minyak dan lain lain, tapi sekarang sudah 400 bagian. Kalau sampai 500, itu sudah karbon, dan akan lebih tinggi lagi panas yang terperangkap di dalamnya,” paparnya.

Dampaknya, kata Fachruddin, suhu akan naik dan ketika suhu naik, maka akan terjadi anomali atau penyimpangan cuaca. BMKG juga menyampaikan, banyak bencana tidak terkendali karena bencana-bencana meteorologi. Inilah yang kemudian ingin dicegah oleh negara-negara seluruh dunia sehingga berupaya menurunkan emisi.

Fachruddin menjabarkan, dampak signifikan terhadap pelaksanaan ibadah haji, adalah karena haji merupakan ritual ibadah yang sebagian besarnya dilakukan di luar ruang. “Para orang tua, dan lansia, itu tidak akan kuat, karena haji ini kan berhari-hari ada di tempat terbuka,” tuturnya.

Lebih lanjut, Fachruddin menuturkan, ketika suhu rata-rata global naik ke sekitar 2,7 derajat celcius, maka sebagian besar ibadah haji, terlepas dari pelaksanaannya pada bulan apa pun, akan dilaksanakan di dalam suhu melebihi tingkat waspada ekstrem suhu bola basah 24,3 derajat celcius.

“Jika suhunya terus naik menuju 2,7 derajat celcius, maka ambang batas bahaya suhu bola basah 24,6 derajat celcius akan terlampaui sebanyak 81 persen dari tahun-tahun tersebut (antara 2045 sampai 2053). Ini periode ketika anak-anak yang lahir tahun ini akan berusia 23-31 tahun.

Selanjutnya, pada tahun 2079-2086, ketika ibadah haji akan diadakan pada musim panas dan anak-anak yang lahir tahun ini akan menginjak usia 57-64 tahun, maka peluang untuk mencapai ambang batas berbahaya akan sebesar 97 persen pada 2079-2086. Artinya, hampir pasti akan terjadi. “Ini yang harus kita perhatikan. Ini pernyataan ilmiah dan saintifik,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Fachruddin juga mengingatkan, Islam sejatinya adalah agama yang paling dekat dengan alam. Maka sudah semestinya umat Muslim menaruh perhatian besar dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan demi keberlangsungan kehidupan anak cucu di masa depan.

“Kita perlu merubah gaya hidup perilaku menjadi sederhana. Ingat bahwa kita saat haji, dari tawaf, ihram dan sebagainya itu adalah simbol kesederhanaan. Tidak ada pangkat dan jabatan. Gaya hidup kita ini kalau sudah ada 1, mau 2, begitu seterusnya. Maka kita diminta hidup sederhana. Kalau kata Mahatma Gandhi, bumi ini cukup untuk semua orang, tetapi tidak cukup untuk 1 orang yang rakus,” ujarnya.

Public Engagement and Actions Manager Greenpeace Indonesia, Khalisah Khalid menyampaikan, saat ini umat manusia menghadapi situasi yang sangat berat terkait lingkungan. Perubahan iklim menjadi tantangan umat manusia sekarang, termasuk umat Muslim dengan jumlah 1,8 miliar di dunia.

“Ini adalah seperempat jumlah manusia di dunia, yang menghadapi krisis atau ancaman akibat perubahan iklim. Dalam konteks di Indonesia, sebagian besar bencana yang terjadi itu adalah bencana meteorologi, yang ini menjadi penanda bahwa risiko itu sudah di depan mata,” kata dia dalam acara tersebut.

Khalisah menyadari, untuk berkontribusi mengatasi hal tersebut, Greenpeace perlu melibatkan banyak pihak, termasuk kalangan agama, untuk melakukan penyelamatan dunia dari perubahan iklim. Sebab, peran agama memiliki pengaruh signifikan dalam rangka penyelamatan dunia tersebut.

“Itulah mengapa Greenpeace dan Ummah for Earth meluncurkan Green Hajj dan Umrah, karena kami sadar peran agama itu sangat signifikan,” tuturnya.

Apalagi, jika mendalami ajaran-ajaran Islam, umat muslim tidak hanya dituntut untuk hablumminallah tetapi juga hablumminannas dan hablu minal alam. Ini penting untuk diterapkan bersama-sama sebagai salah satu tindakan untuk mengendalikan krisis yang bisa mengancam generasi masa depan itu.

“Green Hajj sebagai sebuah panduan ini membutuhkan dukungan stakeholder. Mulai dari pemerintah, penyelenggara haji dan umrah, dan kawan-kawan mahasiswa dan jurnalis sehingga kita bisa mendapatkan feedback dan panduan ini bisa kita jalankan dan ambil bagian dalam menyelamatkan dunia,” katanya. [ ]

Sumber: ihram.co.id

5

Red: admin

Editor: iman

970