Tidak Thuma’ninah Menjadi Sebab Tidak Sahnya  Shalat

0
450
Muslimah sedang shalat ( ilustrasi foto: pixabay)

Oleh: KH.Drs.Abdurahman Rasna,MA*

PERCIKANIMAN.ID – – Diantara kesalahan besar yang terjadi pada sebagian orang yang shalat adalah tidak thuma’ninah ketika shalat. Nabi shallallahu ’alaihi wasallam menganggapnya sebagai pencuri yang paling buruk, sebagaimana disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad dari Nabi, bahwa beliau shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

 

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.

 

Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya”. Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalat?” Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam berkata: “Dia tidak sempurnakan ruku’ dan sujudnya”. (HR Ahmad no 11532, dishahihkan oleh al Albani dalam Shahihul Jami’ 986)

 

Maka Nabi shallallahu ’alaihi wasallam menganggap perbuatan mencuri dalam shalat ini lebih buruk dan lebih parah daripada mencuri harta.

 

Thuma’ninah ketika mengerjakan shalat adalah bagian dari rukun shalat. Shalat tidak sah kalau tidak thuma’ninah. Nabi shallallahu ’alaihi wasallam pernah berkata kepada orang yang shalatnya salah:

 

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا

 

Jika engkau hendak mengerjakan shalat maka bertakbirlah, lalu bacalah ayat Al-qur’an yang mudah bagimu. Kemudian ruku’lah sampai benar-benar ruku’ dengan thuma’ninah, lalu bangkitlah (dari ruku’) hingga kamu berdiri tegak. Setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud dengan thuma’ninah, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk sampai benar-benar duduk dengan thuma’ninah. Setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud. Kemudian lakukan seperti itu pada seluruh shalatmu”. (HR. Bukhari 757 dan Muslim 397 dari shahabat Abu Hurairah)

 

Para ulama salaf mengambil kesimpulan dari hadits ini, bahwa orang yang ruku’ dan sujud namun tulangnya belum lurus, maka shalatnya tidak sah dan dia wajib mengulangnya, sebagaimana Nabi shallallahu ’alaihi wasallam yang berkata kepada orang yang tata cara shalatnya salah ini: “Ulangi shalatmu. Sejatinya engkau belumlah shalat”

 

Amat banyak hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam yang memerintahkan untuk mendirikan dan menyempurnakan shalat, serta memeringatkan agar berhati-hati kalau tidak thuma’ninah dalam shalat, dan berhati-hati agar tidak terlewat rukun-rukun dan hal-hal yang wajib dilakukan dalam shalat. Diantara hadits-hadits tersebut adalah:

Pertama: Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

 

أَتِمُّوا الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ

 

Sempurnakanlah ruku’ dan sujud”. (HR. Bukhari 6644 dan Muslim 4525)

 

Yang namanya menyempurnakan, mesti harus dengan thuma’ninah atau tenang.

 

Kedua: Dalil lainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Ali bin Syaiban yang mengatakan: “Kami pernah shalat dibelakang Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, kemudian beliau melirik kepada seorang yang shalatnya tidak tegak (yaitu tidak lurus tulang punggungnya) dalam ruku’ dan sujud. Setelah selesai shalat, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

 

يا معشر المسلمين لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يُقِمْ صُلْبَهُ فِى الرُّكُوْعِ والسُّجُوْدِ

 

Wahai kaum Muslimin, tidak ada shalat bagi mereka yang tidak menegakkan punggungnya ketika ruku’ dan sujud”. (HR. Ahmad 16297, Ibnu Majah 871 dan dishahihkan oleh al Albani dalam Shahihul Jami’, 7977)

 

Yakni tidak meluruskan tulang punggungnya ketika ruku’ dan sujud. Hadits ini adalah dalil, bahwa berdiri, duduk, dan thuma’ninah dalam sujud adalah rukun  dalam shalat.

 

Ketiga: Abu Ya’la meriwayaktan dalam Musnadnya dengan sanad yang Hasan, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam melihat seorang lelaki yang sedang shalat namun tidak menyempurnakan ruku’nya dan seperti ayam yang sedang mematuk dalam sujudnya (karena cepat sujudnya). Maka beliau shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

 

لَوْ مَاتَ هَذَا عَلَى ما هو عليه مَاتَ عَلَى غَيْرِ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ

 

“Kalau orang ini mati dengan kondisi shalat yang demikian, maka dia mati bukan diatas ajaran Muhammad”. [Musnad Abu Ya’la No 7184, diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al Kabiir No 3840, dihasankan oleh al Albani dalam Shifat ash Shalah hlm. 131)

 

Ini adalah ancaman yang sangat keras. Orang yang melakukan perbuatan tersebut dikhawatirkan akan mati dalam keadaan su’ul khaitmah. Mati tidak diatas Islam. Wal’iyadzubillah.

 

Keempat: Imam Ahmad dan selainnya meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan: “Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam memerintahkanku tiga perkara dan melarangku tiga perkara:

 

ونَهَانِي عَنْ نَقْرَةٍ كَنَقْرَةِ الدِّيكِ، وإِقْعَاءٍ كَإِقْعَاءِ الكَلْبِ، والْتِفَاتٍ كَالْتِفَاتِ الثَّعْلَبِ

 

Beliau melarangku sujud dengan cepat seperti ayam mematuk, duduk seperti duduknya anjing, dan menoleh-noleh seperti rusa”. (HR. Ahmad 8106, dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih at Targhib, 555)

 

Kelima: Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih Bukhari, bahwa suatu ketika Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ’anhu melihat seseorang yang tidak sempurna ruku’ dan sujudnya. Ketika orang ini selesai shalat, Hudzaifah berkata kepadanya: “Shalat macam itu?”. Kemudian kiranya Hudzaifah berkata: “Seandainya engkau mati, engkau mati bukan diatas Sunnah Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam”.

 

Dalam riwayat lain: “Seandainya engkau mati, engkau mati tidak diatas fitrah yang Allah fitrahkan untuk Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam”. (HR. Bukhari dalam Shahih Bukhari, 791)

 

Semoga kitab isa shalat dengan thuma’ninah yang sempurna sehingga shalat kita berkualitas dan khusyuk. Wallahu’alam bishshawab. [ ]

*penulis adalah anggota Komisi Dakwah MUI Pusat dan anggota Bidang Dakwah PB MA serta dosen di Banten

5

Red: admin

Editor: iman

893