Halal Bihalal Dalam Islam dan Tradisi, Ini Yang Harus Dipahami

0
1289
Kegiatan Halal bi Halal banyak di lakukan masyarakat Indonesia setelah Idul Fitri ( ilustrasi foto: freepik)

PERCIKANIMAN.ID –  – Assalamu’alaykum. Pak Ustadz mohon penjelasannya soal kegiatan atau acara “Halal Bihalal” yang sering dilakukan usai Ramadhan atau bulan Syawal. Ada yang bilang bid’ah tapi ada yang membolehkan. Bagaimana pandangan Pak Ustadz sendiri? Terima kasih. (Sofyan by email)

 

 

Wa’alaykumsalam ww. Iya Pak Sofyan dan pembaca sekalian, ada beberapa amal yang dikerjakan setelah Ramadhan khususnya kaum muslimin di Indonesia salah satunya yakni apa yang disebut dengan istilah “Halal Bihalal” ini.  Secara syariat bisa dipastikan kalau   halal bihalal itu bukan amalan sunnah karena secara istilah tidak tercantum dalam syariat Islam. Istilah ini tidak ada dalam Al Qur’an maupun Hadits Rasulullah Saw bahkan para sahabat pun tidak ada kisah atau cerita yang mengerjakan amalan ini.

 

 

Istilah halal bihalal sendiri bukan dari Al-Quran atau Hadits, bahkan bukan pula berasal dari negeri Arab. Halal bihalal sendiri adalah acara khas  atau tradisi yang digelar oleh kaum muslimin di Indonesia. Mungkin hanya orang Indonesia yang memahami makna halal bihalal ini yang telah berjalan bertahun- tahun ini.

 

 

Jika kita merujuk arti halal bihalal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maka “maaf-memaafkan” sama diartikan dengan istilah “Halal Bihalal”. Dengan demikian bisa dipastikan bahwa kegiatan halal bihalal hanyalah istilah khas  masyarakat muslim Indonesia dalam mengisi Hari Raya Idul Fitri atau sesudahnya yakni bulan Syawal bahkan ada setelah Syawal. Biasanya kegiatan ini diisi dengan saling memaafkan di antara keluarga, kerabat, tetangga, sahabat, teman kerja, klien, dan sebagainya.

 

 

Halal bihalal sering diartikan dengan ”saling menghalalkan” atau ”saling membebaskan”. Intinya, saling memaafkan kesalahan. Sebenarnya, Halal bihalal tidak usah dibatasi waktunya pada saat Idul Fitri, tetapi setiap saat serta menyangkut segala aktivitas manusia. Walaupun harus diakui, bahwa acara maaf-memaafkan sangat sesuai dengan hakikat Idul Fitri.

 

 

Selain itu maaf-memaafkan dan hahal bihahal  juga sering dikaitkan dengan silaturahmi atau silaturrahim (shilah al-rahim).  Walaupun dalam Al-Quran tidak terdapat istilah shilaturrahim, namun ada beberapa ayat yang mengisyaratkan pentingnya memelihara shilaturrahim, seperti:

 

(1). وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا……..

 

“……….Bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain (dan peliharalah hubungan) rahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS Al-Nisâ’ : 1).

 

 

Ajaran Islam juga melarang atau mengecam orang-orang yang memutuskannya silaturahmi ini, seperti yang ditegaskan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firman:

 

(22). فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ

(23). أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰ أَبْصَارَهُمْ

 

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya pula mata mereka” (QS. Muhammad: 22-23).

 

Juga ada dalam beberapa hadits yang menyebutkan tentang larangan memutus tali silaturahmi ini serta pentingnya menjaga dan menyambungkannya, misalnya sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:

 

وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّه صلى الله عليه وسلم : لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ، يَعْنِي: قَاطِعَ رَحِمٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

 

Dari Jubair bin Muth‘im radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah   bersabda, ‘Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahmi’.”(HR. Bukhari dan Muslim)

 

Dalam hadits ini terdapat ancaman yang sangat keras bagi orang yang memutuskan silaturahmi, yaitu tidak masuk surga. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan adab atau akhlak adalah permasalahan sangat penting. Betapa tidak, akhlak dan adab dapat menjadi penyebab seseorang masuk surga atau masuk neraka.

 

 

Jadi menurut hemat saya acara halal bihalal boleh dilakukan sepanjang tetap menjaga adab dan tidak menyimpang dari tujuannya. Artinya jangan sampai acara halal bihalal diisi dengan kegiatan yang tidak baik atau kemaksiatan misal dengan hiburan yang mempertontonkan aurat, berbaurnya laki-laki dan perempuan atau wanita,  berjabat tangan antara pria dan wanita yang bukan mukrim atau mahromnya , berduan atau khalwat antara lain jenis atau pacaran serta berbagai acara yang dilarang agama lainnya. Sepanjang hal ini tidak dilakukan menurut hematnya saya tentu acara halal bihalal boleh-boleh saja.

 

 

Namun sebaliknya jika acara atau kegiatan halal bihalal diisi dengan hal-hal yang diharamkan ajaran Islam seperti saya sebutkan diatas tentu menjadi tidak boleh dilakukan. Justru bisa menyimpang dari makna halal bihalal itu sendiri dan hukumnya menjadi haram. Menurut saya ini yang harus dihindari atau dijaga, jangan sampai acara halal bihalal justru diisi dengan kegiatan yang dimurkai Allah dan tidak sesuai dengan akhlak yang islami. Demikian penjelasan saya, semoga dapat dipahami. Wallahu’Alam bishshawab. [ ]

 

5

Red: admin

Editor: iman

930

 

Sampaikan pertanyaan Anda melalui WA: 081281818177 atau alamat email: [email protected]  atau inbox melalui Fans Page Facebook Ustadz Aam Amiruddin di link berikut ini : https://www.facebook.com/UstadzAam/ .