PERCIKANIMAN.ID – – Wacana yang dimunculkan Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tentang penghapusan dana subsidi haji memunculkan sejumlah tanggapan. Di antaranya, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) yang menyesalkan jika memang benar pemerintah melalui BPKH jadi menghapus subsidi dana haji. IPHI berharap jamaah haji tetap mendapat subsidi.
“Sangat disayangkan, karena segala sesesuatunya yang ada di negara kita ini hampir mayoritas itu disubsidi,” kata Bendahara Umum IPHI Romy belum lama ini.
Romy mengatakan, Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, harus bangga mampu memberikan subsidi kepada rakyatnya yang ingin berangkat haji. Apalagi setiap negara memberikan subsidi kepada rakyatnya.
“Kita ambil contoh saja beberapa negara muslim semuanya subsidi untuk keberangkatan haji,” katanya.
Romy mengakui, ibadah haji memang untuk orang yang mampu. Meski demikian jangan pemerintah menghapuskan subsidi dana haji, karena, akan menghilang kesempatan berhaji orang yang tidak mampu.
“Kalau alasannya banyak orang yang mampu disubsidi dan orang yang mampu ini tidak mau subsidi silakan, berarti mereka bayar penuh 70 juta tapi jangan dipukul rata untuk ditarik semua subsidinya,” katanya.
Romy mengatakan, kalau memang negara tidak mampu untuk mengelola keuangan haji atau mensubsidi, maka serahkan kepada swasta. Sehingga negara tidak lagi mengelola keuangan haji jika dalam pengelolaannya tidak mau subsidi kepada jamaah haji.
“Jangan negara ikut campur yang ada keuntungannya tetapi ketika negara dibebankan dengan subsidi negara mau lepas tangan,” katanya.
Romy mengatakan, jika subsidi dihapuskan makan jamaah harus membayarnya sebesar Rp 70, tidak lagi membayar Rp 35 juta. Penghapusan subsidi tentunya sangat memberatkan jamaah terutama jamaah yang memiliki uang minim.
“Sangat disayangkan kalau misalkan tidak disubsidi. Biasanya ketika disubsidi dari Rp 70 juta menjadi 35 juta, nanti kalau dicabut subsidi dari negara berarti kan harus membayar Rp 70 juta. Nah ini sangat memberatkan,” katanya.
Romy mengakui, dengan antrian yang mencapai 20-30 tahun ini sebenarnya masyarakatnya haji tidak tahu apakah jamaah yang diberangkatkan haji tahun ini menggunakan dana jamaah yang kemarin-kemarin mendaftar. Karen selama ini tidak ada laporannya.
“Apakah nanti ini mainnya seperti mony game, kita belum belum tahu. Karena sampai saat ini saya tidak pernah melihat audit atau rekapan atau rincian apalagi fisik dana dari calon jamaah haji,” katanya.
BPKH juga diminta menyampaikan bagaimana prinsip syariahnya subsidi dana haji dihapuskan. Selama ini jamaah haji mendapatkan subsidi dari uang yang dikelola BPKH.
“Sebelum menghapuskan subsidi, BPKH terlebih dahulu perlu menjelaskan prinsip syariahnya,” kata Pembimbing KBIHU al-ittihaad Kabupaten Magelang Rafiq Jauhary, Rabu (3/11/2021).
Rafiq Jauhary mengatakan, BPKH perlu menjelaskan bagaimana pengelolaan sebelumnya dalam tinjauan Syariah, dan bagaimana sistem kedepan yang ditawarkan dalam tinjauan Syariah. Mengingat haji adalah perjalanan ibadah yang harus terhindar dari berbagai unsur yang tidak dibenarkan dalam Syariah.
“Jika pada tahun-tahun sebelumnya dana yang digunakan untuk mensubsidi adalah hasil pengelolaan dari keseluruhan dana jamaah haji, silakan jelaskan apakah ini dibenarkan secara syariat?” katanya.
Selain itu BPKH juga kata Rafiq Jauhary, harus menjelaskan berapa nilai manfaat yang akan diterima calon jamaah haji 2022 ini, dan didapat sejak kapan, berapa besarannya. Mengingat virtual account jamaah haji baru dibangun beberapa bulan yang lalu.
“Sementara jamaah haji 2022 sudah mendaftar hampir 10 tahun lalu tergantung panjang waiting list tiap daerah,” katanya.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) BPKH mendorong amandemen Undang-Undang 34/2014 tentang pengelolaan keuangan haji supaya sistem subsidi bisa dihapus dan peran BPKH bisa lebih optimal. Perlu dilakukan kajian kembali atas peraturan perundang-undangan yang ada.
Ketua Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Yuslam Fauzi mengingatkan, saat ini jarak antara biaya riil haji dengan setoran calon jamaah tergolong besar. Dari harga riil biaya haji saat ini Rp 72 juta, calon jamaah yang mendaftar hanya membayar Rp 35 juta.
“Karena ada selisih seperti itu sehingga berlaku sistem subsidi. Kalau ini berlaku terus, hati-hati, pada 2026 itu, keuntungan yang ada itu tidak cukup untuk menutup subsidi tersebut, karena jaraknya yang semakin lebar,” tutur dia usai menghadiri agenda ‘Diseminasi Pengawasan Keuangan Haji’ di Bandung, Kamis (28/10/2021).
Yuslam menjelaskan, biaya riil haji tentu akan terus mengalami kenaikan karena berbagai faktor. Di antaranya inflasi, kenaikan kurs dolar, kenaikan kurs riyal Arab Saudi, dan berbagai faktor lainnya.
“Pada akhirnya, mau tidak mau mestinya ada kenaikan secara bertahap dari calon jamaah haji terkait setorannya, sehingga tidak lagi seperti yang lima tahun terakhir yang Rp 35 juta nggak naik-naik itu. Padahal riilnya naik,” ucap dia.
Menurut Yuslam, masyarakat harus disosialisasikan bahwa ada gap yang besar antara biaya riil haji dengan yang disetor mereka. Supaya, para calon jamaah haji tidak terkejut ketika misalnya pemerintah menaikkan biaya haji yang ditetapkan bagi masyarakat.
Dalam kondisi demikian, Yuslam mengatakan, BPKH tentu sebagaimana kewajibannya akan terus berupaya menaikkan keuntungan dari berbagai instrumen investasi sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini agar keuntungan tersebut bisa menutup biaya-biaya haji.
Namun, lanjut Yuslam berbagai pihak mesti ikut berkontribusi. Misalnya, Kementerian Agama (Kemenag), sebagai operator haji perlu menekan biaya-biaya haji terutama biaya penerbangan. Sebab, dia mengatakan, porsi biaya terbesar dalam penyelenggaraan ibadah haji memang pada penerbangan.
“Jadi ujungnya (subsidi biaya haji) ini harus dihapus. Tetapi perjuangannya itu harus diturunkan dulu supaya jarak antara biaya riil haji dengan yang disetor jamaah itu menipis. Kami BPKH mempertinggi keuntungan, dan Kemenag sebagai pengguna uangnya mempertinggi efisiensi dan menekan biaya,” ucapnya.
Pemerintah dengan APBN-nya, terang Yuslam, juga perlu berkontribusi dalam memperkecil subsidi yang diambil dari dana haji ini. “Bagian-bagian tertentu bisa digunakan dari APBN, agar ada lebih banyak kontribusi APBN. Jadi jangan dibebankan subsidi dari dana haji ini,” tutur dia.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, menyampaikan, khawatir dana pokok haji terpakai jika terus mensubsidi biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) setiap tahun. Maka wacana pengurangan subsidi BPIH harus disosialisasikan kepada masyarakat agar mereka paham.
“Harus disosialisasikan kepada masyarakat besaran subsidi tersebut sesungguhnya, kalau terus menerus mengambil dari dana optimalisasi dari nilai manfaatkan dana pengelolaan haji (untuk subsidi BPIH) nanti dikhawatirkan dana pokok haji bisa terambil,” kata Ace, Selasa (2/11/2021).
Ace mengatakan, yang harus disampaikan kepada masyarakat adalah pengetahuan bahwa dalam lima tahun terakhir ini, subsidi untuk BPIH memang cukup besar. Masyarakat masih belum banyak tahu terkait ini, misalnya di tahun 2018 BPIH per orang mencapai Rp 70 juta, semetara jamaah haji membayar hanya Rp 35 juta.
Menurutnya, informasi seperti itu masyarakat masih belum banyak yang tahu. Maka perlu disosialisasikan supaya masyarakat tahu bahwa selama ini BPIH telah mengambil sebagiannya nilai manfaat pengelolaan keuangan haji.
“Kalau informasi itu tidak sampai ke masyarakat, ketika terjadi kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji, masyarakat menjadi salah pemahaman, jadi menurut saya wacana untuk perlahan-lahan pengurangan subsidi BPIH harus dibarengi dengan sosialisasi dan informasi kepada masyarakat,” ujarnya.
Ace menambahkan, selama ini BPIH telah banyak disubsidi oleh nilai manfaat dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
Ia menegaskan, memang mau tidak mau ke depan, subsidi untuk BPIH harus dikurangi, tetapi nilai manfaat dari dana haji harus dirasakan langsung oleh jamaah haji. Misalnya dengan cara nilai virtual account pada rekening calon jamaah haji bertambah.
“Yang paling penting sebetulnya bahwa masyarakat harus tahu bahwa dana haji itu aman, supaya jangan sampai misalnya pengurangan subsidi untuk biaya haji (BPIH) dipahami bahwa hanya pada periode tertentu saja subsidi itu dilakukan,” jelasnya.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, mengusulkan agar pemerintah melakukan penghitungan ulang subsidi haji. Saat ini, nilai subsidi disebut sudah lebih dari 50 persen dari total biaya haji.
“Saya kira bisa menjadi bom waktu soal subsidi haji ini, karena kecenderungannya makin meningkat lebih dari 50 persen untuk saat ini,” kata dia, Senin (1/11/2021).
Penghitungan ulang disebut perlu dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bersama Kementerian Agama (Kemenag). Sesuai fungsinya, BPKH mengelola dana haji dan menghitung keuntungan yang didapat, sementara Kemenag menghitung dana yang lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan ibadah haji.
Dari hasil perhitungan ini, ia menyebut bisa ditemukan pula ongkos biaya haji sebenarnya. Apakah tetap di angka Rp 70 juta, atau ada kemungkinan bertambah dan berkurang.
Melihat tren pembiayaan yang semakin berat, ia menyatakan menyetujui jika pada akhirnya subsidi atau bagi hasil dari dana haji ini dihapuskan. Namun, hal ini sebaiknya dilakukan secara bertahap dan berjenjang.
“Menurut saya ini perlu ada peta jalan ke depan. Misalkan, 15 tahun dari sekarang sudah tidak ada subsidi, maka siapkan upaya yang lain. Misal, orang yang mau daftar haji setorannya tidak terlalu besar, karena bisa saja itu difungsikan di tempat lain oleh masyarakat,” lanjutnya.
Tak hanya itu, ia berharap dialog yang interaktif bisa dilakukan oleh dua lembaga ini bersama ulama, asosiasi jamaah haji, serta DPR dan pengamat haji atau para ahli. Pembicaraan seputar haji baiknya dilakukan jauh hari, tidak hanya menjelang pengambilan keputusan.
Dialog interaktif yang dimaksud bertujuan untuk menjadikan pembicaraan itu sebagai usaha untuk sama-sama memahami kompleksitas masalah haji.
Adapun usulan lain yang disampaikan adalah pemerintah diharap membuka komunikasi kepada publik tentang pelaksanaan haji. Dadi Darmadi menyebut komunikasi ini bisa dimaksimalkan, utamanya oleh BPKH selaku lembaga yang mengelola dana haji.
“Yang sering kali bikin kisruh setiap ada pembahasan soal haji, itu karena sejauh ini komunikasinya masih kurang maksimal. Sehingga, selalu ada pertanyaan dari masyarakat kemana dana haji ini,” ujar dia.
Selain membuka komunikasi, ia menyarankan agar menggunakan bahasa yang sederhana dan dapat dipahami oleh masyarakat umum. Hal ini bisa dilakukan berkaca pada lembaga lainnya, seperti KPK, yang mampu membangun isu pemberantasan korupsi di hati masyarakat. [ ]
Sumber: republika.co.id
5
Red: admin
Editor: iman
830