Oleh: Abdurrahman Rasna*
PERCIKANIMAN.ID – – Kedamaian adalah kebutuhan mendasar yang diperlukan semua orang baik dalam tataran kecil (keluarga), sedang (lingkungan tetangga) hingga lingkup yang besar (masyarakat dunia). Dalam konsep yang lebih besar, Islam sendiri setidaknya memiliki empat prinsip untuk mencipta kedamaian negeri yakni sikap :
- Tawasuth (moderat)
…… وكذالك جعلنا كم امة وسطا لتكون شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu….. (QS.Al Baqarah: 143)
- Tasamuh (toleran),
Allah SWT sendiri telah mengisyaratkan melalui ayat-ayat-Nya tentang perilaku toleransi. Berikut adalah ayat-ayat Al-Qur’an tentang toleransi beragama:
Surah Al-Baqarah Ayat 256
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Kemudian dalam surat Yunus ayat 40
وَمِنْهُمْ مَّنْ يُّؤْمِنُ بِهٖ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّا يُؤْمِنُ بِهٖۗ وَرَبُّكَ اَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِيْنَ ࣖ –
“Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Kemudian dalam surah Al-Kahfi ayat 29
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْۗ فَمَنْ شَاۤءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَاۤءَ فَلْيَكْفُرْۚ اِنَّآ اَعْتَدْنَا لِلظّٰلِمِيْنَ نَارًاۙ اَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَاۗ وَاِنْ يَّسْتَغِيْثُوْا يُغَاثُوْا بِمَاۤءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِى الْوُجُوْهَۗ بِئْسَ الشَّرَابُۗ وَسَاۤءَتْ مُرْتَفَقًا
“Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”
3.Tawazun (Harmoni/Seimbang)
وابتغ فيما اتاك الله الدار الاخرة ولا تنس نصيبك من الدنيا واحسن كما احسن الله اليك ولا تبغ الفساد في الارض ان الله لا يحب المفسدين
Tawazun adalah sikap menyeimbangkan segala aspek dalam kehidupan, tidak condong kepada salah satu perkara saja. Sikap ini sebaiknya ada dalam diri setiap Muslim dan diperintahkan secara langsung oleh Allah SWT dalam firman-Nya.
Makna seimbang yang dimaksud dalam tawazun sangat luas. Melansir laman NU Online, tawazun bisa bermakna keseimbangan dalam penggunaan dalil ‘aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits).
Selain itu, bisa juga diartikan sebagai keseimbangan hidup dunia dan akhirat, serta keseimbangan antara jasad, akal, dan hati nurani seorang Muslim.
Sikap ini sangat diperlukan untuk menambah keimanan supaya semakin kokoh. Seorang Muslim dapat menjadikan dirinya kuat, tabah, dan tawakkal dengan menyeimbangkan berbagai aspek dalam kehidupannya.
Kehidupan manusia bisa seimbang, jika segala aspek yang mempengaruhinya juga diseimbangkan. Misalnya, ketika seseorang mencari keberhasilan di dunia, ia harus menyeimbangkannya dengan kesuksesan akhirat.
Iringi kerja keras di dunia dengan ibadah kepada Allah SWT. Niscaya Allah akan menyeimbangkan kehidupannya dan menentramkan hatinya. Sehingga tidak ada lagi kegelisahan serta keraguan baginya. Disebutkan bahwa Rasulullah pernah membahas tawazun ketika menasehati Abdullah bin Amr.
Ketika mengetahui sahabatnya itu terus melakukan ibadah puasa, sholat, dan membaca Alquran namun mengabaikan hak dirinya, hak istrinya, hak anaknya, dan hak orang lain yang ada di sekitarnya, beliau berkata kepada Abdullah bin Amr
“Wahai Abdullah bin Amru, telah sampai berita kepadaku bahwa kamu berpuasa sepanjang hari dan shalat sepanjang malam. Janganlah kamu lakukan, sebab jasadmu yang mempunyai hak atas dirimu, kedua matamu yang mempunyai hak atasmu, dan istrimu juga punya hak atasmu. Oleh karena itu, hendaknya kamu puasa dan juga berbuka. Berpuasalah tiga hari pada setiap bulannya, sebab itulah sebenarnya puasa sepanjang masa.” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya kuasa melakukannya.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berpuasalah sebagaimana puasa Daud AS, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari. ” Di kemudian hari ‘Abdullah bin Amru pun berkata, “Duhai., Sekiranya kau mengambil rukhshah (keringanan) itu” (Muslim, Kitab: Puasa, Bab Larangan untuk puasa dahr, hadis no. 1973)
اعمل لدنيا كانك تعيش ابدا واعمل لاخرتك كانك تموت غدا
ليس بخير كم من ترك دنياه لاختك ولا اخرتها لدنيا حتى يصيب منهما جميعا فان الدنيا بلاغ الى الاخرة ولا تكون كلا على الناس. ابن عساكر
TA’ADUL(Adil).
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّا مِيْنَ بِا لْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰۤى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَا لِدَيْنِ وَا لْاَ قْرَبِيْنَ ۗ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَا للّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَا ۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰۤى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِ نْ تَلْوٗۤا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِ نَّ اللّٰهَ كَا نَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa: 135).
لو كانت فاطمة سرقة لقطعت يديها
Keempat prinsip tersebut mendorong seorang Muslim menjauhi sikap fanatik dan ekstrem, memiliki paradigma keagamaan yang inklusif, agar dapat hidup secara damai di tengah realitas perbedaan yang ada.
Islam adalah way of life dengan dimensi duniawi dan ukhrawi. Ajaran Islam secara tekstual terangkum dalam Al-Quran dan Hadis yang senantiasa berdialog dengan realitas kemanusiaan dari masa ke masa.
Di Indonesia umat Islam berkiblat kepada empat Mazhab Fiqh (Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hanbali), namum mayoritas menganut mazhab syafi’i. Umat Islam juga senantiasa merujuk pada Ijma’ (konsensus para Ulama) dan Qiyas (analogi) sebagai dalil (petunjuk) untuk mempermudah memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Karena bermazhab adalah sebuah kemestian bagi mereka yang tak cukup memiliki kapastitas untuk mengkaji dan memahami sumber-sumber tekstual ajaran Islam.
Islam berbeda dengan keislaman. Islam merujuk pada eksistensi agama universal yang paripurna. Sedangkan keislaman menyangkut ajaran, nilai-nilai, dan konsepsi yang difahami, dihayati, dan diamalkan oleh kaum Muslim dengan segenap ikhtiarnya. Ikhtiar inilah yang menentukan bagaimana ia merefleksikan ajaran Islam dalam sikap, moralitas, dan etika terhadap diri sendiri dan orang lain.
Ukhuwwah Islamiyyah (Persaudaraan Sesama Muslim).
Kita dapat hidup berdampingan dengan orang lain adalah karena ada sebuah dorongan dan kesadaran bahwa kita memiliki persamaan di banyak aspek. Persamaan tersebut kemudian membuat kita mengidentifikasi diri bersaudara dengan orang lain. Keyakinan (agama) menjadi entitas paling dominan yang mengikat semangat persaudaraan itu. Dalam Islam terdapat Trilogi Ukhuwwah, yaitu : Ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan sesama muslim).
Inilah alasannya mengapa masyarakat Muslim di Indonesia mengutuk kebiadaban Israel dan Amerika Serikat terhadap negeri-negeri di Timur Tengah yang berjarak ribuan kilometer dari bumi pertiwi. Bahkan tak sedikit yang rela meninggalkan tanah kelahiran dan sanak keluarga untuk turut berjuang atas nama jihad nun jauh di sana.
Itu karena negara-negara Timur Tengah tersebut dihuni mayoritas Muslim. Ukhuwah Islamiyah merupakan salah satu ajaran fundamental dalam Islam. Meski fakta yang terjadi di Timur Tengah bukanlah agama versus agama (war for God), melainkan perang memperebutkan minyak dan wilayah strategis (war for gold).
Masyarakat Indonesia hidup di tengah realitas kemajemukan agama dan suku. Entitas yang menjadi perekat adalah semangat kebangsaan (Bhineka Tunggal Ika).
Dalam Islam dikenal Ukhuwah Wathaniyah (persaudaraan bangsa). Konsepsi kebangsaan Indonesia tidak lahir begitu saja dalam kurun waktu yang singkat, melainkan melalui proses panjang dialektika sejarah bahkan sebelum term Indonesia itu dikenal.
Kesadaran akan nasib dan kondisi yang sama-sama terjajah dalam rentang waktu yang cukup lama, mendorong ke arah perjuangan bersama untuk memerdekakan diri dari berbagai bentuk penjajahan. Buahnya Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Rasa persudaraan itu tidak boleh luntur. Kehidupan bangsa yang adil dan makmur tak boleh sekadar dalam alam imaginer. Ia harus teraktualisasi dalam kehidupan yang benar-benar nyata.
Ada adagium “Jikalau kita tidak bersaudara sebagai sesama Muslim, yakinlah bahwa kita bersaudara sebagai sesama manusia.” Itulah dimaksud Ukhuwwah Insaniyyah (persaudaraan sesama manusia). Rasa persaudaraan menjadi hal yang fundamental dalam membangun perdamaian umat manusia, karena tanpa rasa persaudaraan sesama manusia. Tampaknya tak ada alasan bagi kita untuk tidak peduli terhadap nasib dan kondisi orang lain dengan agama dan suku bangsa yang berbeda. Trilogi persaudaraan.
Rekonsiliasi
Islam secara leksikal berarti damai, tunduk, dan selamat. Merujuk pada ketiga arti tersebut, secara sederhana, Islam menuntut penganutnya untuk senantiasa cinta terhadap perdamaian, tunduk pada ketentuan-ketentuan Allah, yang akan membawa pada keselamatan dunia dan akhirat. Perdamaian adalah kebutuhan paling dasar bagi seluruh umat manusia. Perdamaikan meniscayakan terciptanya rasa aman dan tenteram.
Hal itu menjadi prasyarat mutlak terselenggaranya kehidupan yang baik. Tanpa itu, manusia tak akan mampu melaksanakan tanggung jawab kekhalifahannya.
Tunduk pada ketentuan-ketentuan Allah yang terangkum dalam teks kitab suci Al-Quran bukanlah bermaksud memaksa manusia untuk menerima Al-Quran secara tekstual dan mengesampingkan segenap potensi (akal dan batin) yang dimiliki.
Justru ketundukan itu bermakna keharusan manusia untuk mendayagunakan segala potensi yang dimilikinya untuk mengkaji ayat-ayat Allah, baik yang qauliyah (Al-quran) maupun yang kauniyah (manusia dan alam semesta) dalam rangka mencari petunjuk untuk memecahkan berbagai masalah yang terjadi dengan mengedepankan prinsip maslahat.
Upaya manusia untuk menciptakan kemaslahatan itulah yang akan mendorong pada tercapainya maqasid as-syariah (tujuan syari’at).
Terdapat empat prinsip keislaman yang harus terus-menerus berusaha dihayati dan diamalkan agar dapat terwujud kemaslahatan di tengah-tengah manusia yang hidup di tengah kodrat pluralitas. Empat prinsip keislaman itu yakni sikap tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (harmoni), dan ta’adul (adil). Keempat prinsip tersebut mendorong seorang Muslim menjauhi sikap fanatik dan ekstrem, memiliki paradigma keagamaan yang inklusif, agar dapat hidup secara damai di tengah realitas perbedaan yang ada.
Konflik yang kerap terjadi dengan berbagai motif, bukan untuk disesali dan ditangisi, tetapi untuk diupayakan ke arah rekonsiliasi. Hal itu hanya dapt terwujud ketika kita mampu berfikir konstruktif dan tidak mengedepankan arogansi kebenaran, serta mampu bersikap adil dan menjadi rahmat bagi semua orang tanpa lagi perlu memandang agama, suku dan golongannya.
Seringkali ajaran Islam diasosiasikan dengan kasus kekerasan dan terorisme yang terjadi di berbagai negara, para teroris seringkali mengatasnamakan jihad melawan orang “kafir” untuk menjustifikasi kejahatan yang mereka lakukan.
Perang dan konflik adalah buah dari tangan manusia, sehingga manusia jualah yang harus mempertanggungjawabkannya, memilih hidup dengan damai adalah sebuah kewarasan, karena agama memang hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang waras. Wallahu’alam bishshawab. [ ]
* penulis adalah anggota Bidang Da’wah PBMA dan Komisi Da’wah MUI Pusat
5
Red: admin
Editor: iman
903