Ketika Imam Salah Membaca Surat atau Ayat Saat Shalat Berjamaah

0
671
Shalat berjamaah (ilustrasi foto: pixabay)

 

Oleh: KH.Drs.Abdurrahman Rasna,MA*

 

PERCIKANIMAN.ID – – Apa yang harus dilakukan ketika bacaan surat atau ayat Al Qur’an yang dilakukan imam shalat berjamaah salah ?

 

 

Saat imam membaca salah satu surat dalam al-Qur’an, terutama setelah al-Fatihah, terkadang dia salah dan lupa ayat yang dia baca. Pada saat Imam salah baca ayat dalam shalat jamaah dianjurkan atau disunnahkan bagi makmum yang ada di belakang imam untuk membetulkan atau mengingatkan ayat tersebut. Namun jika tidak ada yang membetulkan dan mengingatkan, maka tidak masalah dan makmum tidak mendapatkan dosa.

 

Kesunahan ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam As-Syairazi dalam kitabnya Al-Muhazzab berikut;

 

وإن سها الإمام في صلاته فإن كان في قراءة فتح عليه المأموم ; لما روى أنس قال : ” كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يلقن بعضهم بعضا في الصلاة

 

“Jika imam lupa dalam salatnya, jika lupa dalam bacaan al-Qur’an, maka makmum mendiktekan bacaan imam. Hal ini karena sesuai riwayat sahabat Anas bin Malik, dia berkata, ‘Sahabat Rasulullah saw. mendiktekan bacaan sebagian sahabat dalam salat.”

 

Dalam hadis riwayat Imam Abu Daud dari Musawwar bin Yazid, dia berkata;

 

صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ وتَرَكَ آيَةً ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، تَرَكْتَ آيَةَ كَذَا وكَذَا ، قال  هَلا ذَكَّرْتَنِيهَا

 

“Rasulullah SAW melakukan salat dan meninggalkan ayat. Kemudian ada seseorang berkata kepada Rasulullah SAW ‘Wahai Rasulullah, engkau meninggalkan ayat ini dan ini. Rasulullah berkata, ‘Kenapa kamu tidak mengingatkan saya atas ayat tersebut?”

 

Melalui hadis ini, Imam Nawawi berpendapat bahwa hukum mengingatkan ayat saat imam membaca surah al-Qur’an hukumnya adalah sunah. Pendapat ini diikuti kebanyakan ulama, bahkan telah disepakati oleh ulama Syafiiyah. Dalam kitab Al Majmu, Imam Nawawi berkata;

 

فرع – في مذاهب العلماء في تلقين الإمام : قد ذكرنا أن مذهبنا : استحبابه ، وحكاه ابن المنذر عن عثمان بن عفان ، وعلي بن أبي طالب وابن عمر وعطاء والحسن وابن سيرين وابن معقل ( بالقاف ) ونافع بن جبير وأبي أسماء الرحبي ومالك والشافعي وأحمد وإسحاق

 

“(Cabang pembahasan) mengenai pendapat ulama tentang mendiktekan bacaan imam. Kami telah mengatakan bahwa pendapat kami (ulama Syafiiyah), dianjurkan. Pendapat ini dikatakan oleh Ibnul Mundzir dari Usman bin Affan, Alin bin Abi Thalib, Ibnu Umar, Atha’, Ibnu Sirin, Ibnu Ma’qal, Nafi’ bin Jubair, Abi Asma Arrahabi, Malik, Syafii, Ahmad dan Ishaq.”

 

 

وتبطل أيضاً عند أبي حنيفة ومحمد بما له مثل في القرآن، والمعنى بعيد، ولم يكن متغيراً تغيراً فاحشاً. ولا تبطل عند أبي يوسف؛ لعموم البلوى

 

Artinya, “Ibadah shalat menjadi batal menurut Imam Abu Hanifah dan Syekh Muhammad karena bacaan yang memiliki kemiripan dalam Al-Quran, sedangkan makna yang muncul karena salah bacaan tersebut cukup jauh meski tidak fatal. Tetapi ibadah shalat itu tidak batal menurut Syekh Abu Yusuf karena umumul balwa,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua,  juz II, halaman 20).

 

Argumentasi para madzahib :

1). Pandangan ulama madzhab Maliki menganggap kesalahan bacaan Al-Quran tanpa sengaja oleh seorang imam dalam shalat tidak mempengaruhi keabsahan shalat. Tetapi makmum yang mengikutinya berdosa bila ada orang lain yang masih layak menjadi imam.

 

وَ) صَحَّتْ (بِلَحْنٍ) فِي الْقِرَاءَةِ (وَلَوْ بِالْفَاتِحَةِ) إنْ لَمْ يَتَعَمَّدْ، (وَأَثِمَ) الْمُقْتَدِي بِهِ (إنْ وَجَدَ غَيْرَهُ) مِمَّنْ يُحْسِنُ الْقِرَاءَةَ وَإِلَّا فَلَا

 

Artinya, “Shalat (dengan) bacaan (salah meski itu adalah Al-Fatihah) tetap sah jika dilakukan secara tidak sengaja. Makmum yang mengikuti imam yang salah baca (berdosa jika mendapati imam lain) yang baik bacaannya. Tetapi jika tidak ada imam lain yang baik bacaannya, maka makmum tidak berdosa,” (Lihat Syekh Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Hasyiatus Shawi alas Syarhis Shaghir, juz II, halaman 230).

 

2). Pandangan mazhab Syafi’i berbeda lagi. Menurut mazhab ini, kesalahan bacaan Al-Quran selain Al-Fatihah yang tidak mengubah makna tidak membatalkan shalat dan tidak merusak status shalat berjamaah. Tetapi kesalahan bacaan Al-Quran yang mengubah makna bila dilakukan karena lupa juga tidak membatalkan shalat dan tidak merusak status shalat berjamaah meski makruh.

 

وأما السورة فإن كان اللحن لا يغير المعنى صحت صلاته والقدوة به لكنه مع التعمد والعلم حرام وإن كان يغير المعنى فإن عجز عن التعلم أو كان ناسيا أو جاهلا صحت صلاته والقدوة به مطلقا مع الكراهة

 

Artinya, “Adapun surat [selain Al-Fatihah], jika kesalahan itu tidak mengubah makna, maka sah lah shalatnya dan sah juga bermakmum kepadanya. Tetapi jika kesalahan itu dilakukan dengan sengaja dan sadar [akan larangan demikian], maka haram. Sementara jika seseorang tidak sanggup belajar, lupa atau tidak tahu, maka sah lah shalatnya dan sah juga bermakmum kepadanya secara mutlak meski makruh,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H] cetakan pertama, halaman 126).

 

3). Adapun Mazhab Hanbali berpendapat bahwa kesalahan bacaan surat Al-Quran selain Al-Fatihah tanpa sengaja di dalam shalat berjamaah tidak masalah. Tetapi jika kesalahan bacaan terjadi pada surat Al-Fatihah dalam shalat, itu menjadi masalah.

وقال الحنابلة : إن أحال اللحان المعنى في غير الفاتحة لم يمنع صحة الصلاة ولا الائتمام به إلا أن يتعمده، فتبطل صلاتهما. أما إن أحال المعنى في الفاتحة فتبطل الصلاة مطلقاً

 

Artinya, “Mazhab Hanbali mengatakan bahwa jika imam yang salah itu mengubah makna pada surat selain Al-Fatihah, maka [kesalahan] itu tidak mencegah keabsahan shalat dan keabsahan bermakmum kepadanya kecuali jika dilakukan dengan sengaja sehingga [dengan sengaja] batal shalat keduanya. Adapun jika ia mengubah makna pada surat Al-Fatihah, maka batal shalatnya secara mutlak,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua,  juz II, halaman 22).

 

Kesalahan bacaan karena lupa sebaiknya tidak perlu menjadi masalah publik karena tiada satu pun imam yang menginginkan demikian. Tetapi kami menyarankan agar pihak masjid atau pihak mana pun yang ingin menyelenggarakan shalat berjamaah yang melibatkan massa besar untuk memilih imam yang memang terbiasa mengimami makmum dalam jumlah besar.

 

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik.

 

هدىنا الله الى صراط مستقيم

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

 

*penulis ada anggota Komisi Dakwah MUI Pusat dan anggota Bidang Dakwah Pengurus Besar Matlaul Anwar (PB MA)

 

5

Red: admin

Editor: iman

982