Shalat Sunat Ketika Tertimpa Musibah Yang Sangat Besar, Apakah Dicontohkan Rasul ?

0
1008

PERCIKANIMAN.ID – – Musibah adalah salah satu ujian yang dihadapi setiap manusia. Ada yang disebut musibah kecil dimana hanya dirasakan secara individu atau pribadi saja, misalnya sakit atau kehilangan harta benda.

Namun ada juga yang disebut dengan musibah besar dimana dapat dirasakan oleh banyak orang atau masyarakat, misalnya bencana alam, banjir, gempa dan sebagainya.

Dalam menghadapi musibah besar ini ada sebagian masyarakat yang melakukannya dengan shalat sunat. Shalat ini dilakukan jika tertimpa musibah yang besar (al-Kifayat).

Bisanya jumlah rakaatnya ada dua. Pada setiap rakaat, setelah Al-Fātiĥah, membaca surat Al-Ikhlāś lima kali dan Al-Qadr lima kali.

Pada sujud akhir membaca doa berikut tiga kali.

Wahai Yang Mahakuat dan Mahamustahil, wahai Yang mempunyai kekuatan dan kemuliaan, wahai Yang memiliki keagungan dan kekuasaan. Berilah aku kekuatan untuk menghadapi seluruh makhluk-Mu dan cukupkanlah aku kepada ketakutan dan kekhawatiran.”

Namun perlu ditegaskan bahwa shalat sunat demikian bisa dipastikan bid’ah dan tidak ada contoh dari Rasulullah Saw. Saat melaksanakan suatu ibadah, hendaknya kita hanya bersandar pada nash yang tegas, yaitu dari Al-Qur’an dan hadis sahih.

Jika seandainya tidak ada keterangan yang tegas dari Allah Swt. dan rasulnya, alangkah baiknya jika hal tersebut ditinggalkan karena hasilnya akan sia-sia belaka, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis sahih,

Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang bukan atas perintah Kami maka amalannya tertolak” (H.R.Muslim). Dalam riwayat lain, “Barangsiapa yang hendak mengadakan dusta atasku, maka hnedaklah dia siapkan tempat duduknya di api neraka.

Dalam bahasa agama, ibadah semacam ini dikenal dengan sebutan bid’ah. Bid’ah adalah segala bentuk penyimpangan yang diyakini sebagai bagian dari Islam dan setiap amal yang dianggap syar’i dan diniatkan sebagai bentuk ibadah kepada Allah tanpa adanya dasar yang dibenarkan dalam syariat Islam.

Baik itu berupa keyakinan, pemikiran, amal perbuatan, maupun tindakan meninggalkan sesuatu (dengan niat ibadah).

Menyikapi masalah ini, Ibnu Qayyim al-Jauziyah pernah mengatakan bahwa bid‘ah lebih disukai iblis daripada kemaksiatan karena bertobat dari kemaksiatan lebih mudah daripada bertobat dari bid’ah.

Untuk itu hendaknya dalam setiap ibadah khususnya shalat harus ada dalil atau contoh dari Rasul. Jangan sampai melakukan shalat tanpa dasar hanya karena kita anggap baik. Wallahu’alam bishshawab. [ ]

*Sumber: dikutip dari buku “ MELANGKAH KE SURGA DENGAN SHALAT SUNAT “ karya Dr. Aam Amiruddin, M.Si

buku doa

5

Red: admin

Editor: iman

906